Tujuan penggunaan peti mayat ini jelas, menebar ketakutan dan kegentaran. Ketika ketakutan sudah menyebar, diharapkan orang-orang akan memakai masker dan patuh pada protokol kesehatan. Ketika mereka lupa memakai masker dan kebetulan lewat di tugu peti mati, mereka akan berhenti sejenak, merenung, terharu, kemudian takut mati. Akhirnya mereka akan menggunakan maskernya dengan segera.
Demikian juga dengan hukuman masuk peti mati bagi para pelanggar protokol kesehatan. Diharapkan, dengan masuk ke dalam peti mati berukuran sekitar 2x1 meter itu, mereka akan sadar sesadar-sadarnya tentang arti kehidupan di dunia ini. Kehidupan yang begitu fana, yang begitu sia-sia jika hanya dihabiskan dengan berfoya-foya, seenak sendiri, tanpa mempedulikan bahaya virus corona. Saat itulah, adegan seperti renungan malam di Persami Pramuka akan terjadi. Para pelanggar akan masuk fase terharu, menangis, dan bertaubat, serta berjanji tak mengulangi kesalahannya. Sekeluarnya dari peti mati, ia akan menjadi seorang manusia baru dengan pemahaman baru mengenai bahaya virus corona.
Entah, apakah nantinya strategi peti mati Anies ini akan berhasil. Sebab, memang banyak hal yang lebih menakutkan daripada melihat tugu peti mati. Contohnya saja, suara istri yang minta uang belanja. Itu sangat menakutkan bagi para pekerja yang sedang terancam PHK di negeri ini. Belum lagi chat teman lama yang tiba-tiba sok akrab, namun kita tau bersama, ujung-ujungnya mau minjem uang. Sungguh, itu adalah momen horor yang sebisa mungkin kita hindari. Atau ada lagi suara pacar yang tiba-tiba ingin pinjam HP. Hal tersebut bisa menimbulkan keringat dingin sebesar biji jagung bagi sebagian orang.
Yah, apapun itu, kita patut mengapresiasi langkah Anies. Setidaknya ia telah mengingatkan kita tentang bahaya kematian akibat covid, dengan caranya sendiri yang begitu tak terduga. Ia juga mengingatkan bahwa ujung hidup manusia adalah kematian. Tak ada harta atau kuasa yang bisa dibawa saat kita sudah berada di peti itu.
Saya yakin, sebelum mengambil strategi ini Anies juga telah merenungkan kehidupannya sendiri. Bahwa sehebat apapun jabatan dan tunjangan seseorang, ujung-ujungnya pasti akan mati juga. Tak perlu menghalalkan berbagai macam cara, apalagi menghabis-habiskan anggaran, hanya untuk mencapai suatu tujuan yang sementara saja. Bukan begitu, Pak Anies?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H