Mungkin, itu sebabnya, pada masa itu program acara memasak bersama Bu Sisca sangat dinanti. Bukan hanya oleh ibu-ibu, tapi juga anak-anak. Mereka merasa mendapat sosok 'ibu' yang sedang memasak masakan bagi mereka, sekaligus memberi edukasi bagi para penonton.Â
Masyarakat tak hanya akan mengenang beliau sebagai seorang chef, tapi juga sosok ibu rumahan biasa, yang memastikan dapurnya tetap mengepul. Ibu yang selalu berusaha memberi makan anak-anaknya tepat waktu.
Tak heran, Bu Sisca telah menjadi role model seorang chef impinan di masa itu. Kelak, chef dengan model seperti Bu Sisca akan sangat sulit ditemui.
Lihat saja, program-program kuliner saat ini. Didominasi oleh kompetisi memasak, yang lebih menekankan kecepatan dan aneka drama dalam tiap episodenya. Atau ada juga acara-acara yang hanya mengandalkan tampilan stylish, enerjik, serta kadang kontroversial, dari sang chef.
Tentu saja, zaman sudah berubah. Tidak ada yang menyangkal hal itu. Kultur masyarakat di era post-modern pun sudah berubah. Semua ingin serba cepat, simpel, kalau bisa langsung jadi. Pun demikian dengan urusan masak memasak. Coba tengok cara Gordon Ramsay memasak. Begitu cepat dan menggugah emosi penonton.
Zaman sudah berubah, namun kadang, kita tetap rindu pada sosok chef seperti Bu Sisca. Siapakah yang nantinya dapat menggantikan Ibu Sisca di hati masyarakat?
Ah, memori masa lalu di masa kecil memang begitu indah. Kadang juga bikin baper. Apalagi kalau dihubungkan dengan masakan. Saya yakin, bukan kebetulan tim kreatif Indosiar memberi nama "Aroma" pada program acara Bu Sisca.
Mengutip Rachel Herz, penulis buku The Scent of Desire, "Aroma benar-benar istimewa karena mereka dapat membawa kembali kenangan yang mungkin tidak akan pernah bisa diingat," Itu sebabnya kita dapat secara tiba-tiba terkenang pada seseorang atau suatu kejadian, hanya gara-gara menghirup aroma tertentu. Entah kenangannya indah atau menyakitkan. Jleb.
Jargon-jargon yang blio gunakan sangat membekas di hati. Misalnya : 'kunci sukses memasak adalah ketenangan hati'. Jangan memasak jika hati sedang guondok. Hasilnya tidak akan maksimal.Â
Lalu ada lagi, blio mengatakan bahwa memasak bukan hanya bertujuan menyajikan suatu 'produk' yang bisa dikecap indra perasa saja, namun juga harus sampai nancep di hati dan jiwa. Karenanya, 'memasaklah dengan rasa cinta'. Cieee..
Sekarang, Bu Sisca sudah gantung panci. Ingat selalu senyum dan sapaan beliau, yang selalu membekas di hati para sahabat. Cium aroma dan rasakan nikmat yang dihasilkan dari kenangan tersebut. Tiriskan sejenak setiap kepenatan. Sajikan apresiasi yang sepatutnya pada sang legend di dunia kuliner Indonesia ini.