ilustrasi hujan uang di ambil dari http://www.kaskus.co.id/thread/50ffe3afe874b4f63e000001/10-hujan-paling-aneh-di-dunia
Fenomena serangan fajar sudah sangat berkurang. Mungkin karena sudah banyak yang tahu para timses enggan menggunakan strategi serangan fajar. Kalo kita amati para timses caleg selalu meng up date teknik distribusi uang. Biasanya para caleg akan menunggu last minute dalam membagi uang karena harus tahu berapa-berapa nominal uang yang dibagikan caleg lain, baru kemudian caleg tersebut menghitung berapa yang akan di berikan kepada calon pemilih. Disinilah asyiknya jadi pemilih karena para caleg akan "jor-joran" alias bersaing untuk memberi lebih banyak dari caleg lain.
Sebenarnya ada satu strategi yang baru yang bisa saya amati. Ada satu caleg yang tidak memilih waktu last minute dan tidak menggunakan nominal uang yang dijadikan acuan tetapi dia memilh mengawali pembagian dan memberikan jumlah uang yang lebih sedikit tetapi jumlah orang yang dibagi jauh lebih banyak. jadi misalnya seorang caleg memerlukan 8000 suara untuk dapat terpilih maka dia menyediakan amplop 16000. mungkin si caleg ini sudah sadar bahwa tidak mungkin orang yang diberi uang akan memilihnya.
Untuk pemilu kali ini pada umumnya amplop dibagi pada H-1. Mulai kemarin siang suasana sudah mulai terasa lain. Orang hilir mudik saling berbisik-bisik satu sama lain. Keadaan mulai lebih intens setelah petang karena dalam gelap baik tim sukses maupun calon pemilih semakin tidak ada rasa segan.Maka bisa dibayangkan tiap orang bisa mendapatkan lebih dari satu amplop.
Pagi ini suasana lengang terjadi. Biasanya banyak tukang sayur yang lewat namun hari ini berbeda. Mereka pada libur. Jadi ibu-ibu kesulitan membeli bahan makanan untuk dimasak. Ada satu orang pedagang sayur yang lewat tetapi tidak membawa dagangan. Kontan saja ibu-ibu yang dari tadi menunggu langsung meledek " Wah yang baru dapat amplop sudah nggak butuh duik lagi rupanya!"
Tetapi ada satu ibu yang mengeluh semalaman katanya nggak bisa tidur karena stress harus pilih siapa. Si ibu ini sudah dapat enam amplop uang sementara tidak ada satupun caleg yang dikenal sementara semua memberi uang biar dipilih. Masih untung ada satu caleg yang menganggap pemberian uang itu sebagai sodaqah jadi kalau mau memilih silahkan dan jika tidak mau memilih nggak apa-apa.
Ada juga seorang bapak yang mengeluh, uang bertebaran seperti hujan namun tidak ada juga yang jatuh di rumahnya. Padahal bapak tersebut bisa dibilang sangat membutuhkan untuk membiayai keluarganya.
Sedih, gembira dan miris mewarnai jatuhnya hujan amplop (uang), kadang kasihan jika para caleg yang sudah menghabiskan uang banyak itu jika akhirnya tidak terpilih. Sedih karena harus menipu tetangga, saudara ataupun teman yang menjadi timses tetapi kita tidak mungkin memilih semua calegnya. Gembira karena dapat uang. Dan miris bahwa sekian lama terbelenggu negeri ini belum juga menemukan solusi untuk mengatasi politik uang.
Saat ini kutulis di mejaku masih berserakan lima amplop berisi uang. Enggan untuk menggunakan tetapi tidak bisa dipungkiri masih membutuhkan uang itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H