Dua pragaf tulisan saya dibawah ini mengutip tulisan Abah Dahlan Iskan di Disway yang terbit subuh ini dengan judul "Katalog Offline".
"Sedih, ini uang rakyat, uang yang dikumpulkan dari pajak baik PPN, PPh badan, PPh perseorangan, PPh karyawan, dari pihak ekspor, dari MPB dikumpulkan dengan cara yang tidak mudah, kemudian belanjanya belanja produk impor, bodoh sekali," ujar Jokowi secara virtual.
"Maaf, kita ini pintar-pintar, tapi kok caranya bodoh sekali, saya harus ngomong apa adanya. Ini uang APBN loh, ini uang APBD loh, belinya produk impor. Nilai tambahnya yang dapat negara lain, lapangan kerja yang dapat orang lain, apa enggak bodoh?" kata presiden.
Setelah membaca tulisa Abah DI, saya teringat, kemaren saya membagikan link berita: Â https://lampungpro.co/post/40448/atasi-penyakit-udang-p3uw-lampung-revitalisasi-pemecah-ombak-tambak-dipasena-berbiaya-rp14-miliar, kepada beberapa pejabat baik di daerah maupun pusat melalui aplikasi WhatsApp.
Maksud hati untuk mengabarkan kepada para pejabat itu: "Ini rakyatmu ini loh, mereka masyarakatmu loh, mereka berswadaya, mereka berbuat melakukan sesuatu apa yang mereka bisa lakukan, mengatasi masalah yang mereka hadapi, bukan karena  saking mampunya, mereka itu susah, berdarah-darah, tapi karena terpaksa-- terpaksa karena mereka harus bertahan, mereka harus hidup--maka mereka berbuat". Lain daripada itu harapan saya, semoga para pejabat itu lebih fokus dan taktis,  bergerak cepat dan tak berele-tele. Rakyat aja bisa begini, masa negara tidak bisa?.
Alhamdulillah ada pejabat yang membalas chat saya tentang link tersebut. Ia menyarankan agar urusan Break Water (Pemecah Ombak) itu dikerjakan oleh PUPR dan Dirjen Budidaya MKP karena dananya besar.
Saya membalas, bahwa rakyat Dipasena udah lama menunggu, masalah  pertambakan Dipasena ini sudah ada sejak 20 tahun lalu, air di pintu dam sudah tak bisa masuk karena menumpukan sedimentasi lumpur.
Saya juga bilang bahwa Negara telah mengeluarkan dana lebih dari 6 Milyar lebih untuk membayar jasa konsultan, hanya "sekedar" melakukan survei sana sini dan tasang patok sana - sini, Â sekedar penanda bahwa mereka pernah bekerja.
Bahkan sudah masuk 5 tahun setelah survei-survei itu tak juga jelas  hasilnya, sementara rakyat Dipasena dihadapkan persoalan budidaya yang semakin rumit karena kondisi alam, mereka harus bertahan hidup, harus berbudidaya udang karena itu adalah ladang usaha  mereka.
Si pejabat membalas chat an saya: "Tapikan itu uang Negara". Duh...kaget saya, mendidih otak di ubun-ubun ini terasa.
Dengan ketus saya membalas :  Itu uang dari hutang ke negara lain pak, itu harus dibayar  dari keringat rakyat membayar pajak.
Benarlah apa yang disampaikan pak Presiden Jokowi di atas itu, saya setuju marahnya pak Jokowi, mental pejabat kita ini harus direvolusi, perlu dicuci otaknya, agar pola pikirnya berubah, selagi isi otak mereka masih berpikir "Toh uang Negara ini, habis-habisin aja, korupsi aja, kalau rakyat dapat program bantuan potong saja, toh ini uang negara". Â maka selamanya negara kita tak akan pernah maju, selamanya Negera kita akan bermental babu.
Salam merdeka.
Keterangan gambar: excavator sedang melakukan pengerukan sedimentasi lumpur di saluran air buang, tambak Dipasena Utama, dengan dana swadaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H