Mohon tunggu...
Jupri Supriadi
Jupri Supriadi Mohon Tunggu... -

Bekerjalah, hingga kelelahan itu lelah menghampirimu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencintai Bayang Rembulan

4 Juli 2012   23:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah 2 hari ini rembulan malam tampak begitu indah, bulat, bersinar dan lama-lama semakin meninggi. Ia datang menggantikan sang surya yang sedang berada di belahan bumi yang lain. Ah, ternyata malam tadi adalah malam nishfu sya’ban , pertengahan bulan sya’ban.

Rembulannya begitu indah. Ia meninggi di atas sana. Kata om amstrong butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa menjejakkan kaki di sana. Paling tidak harus bisa melewati lapisan atmosfer super panas dan bertarung dalam perjalanan menghindari serpihan-serpihan meteor yang sewaktu-waktu bisa mengancam.

Tapi, kini kulihat rembulan indah itu ada di sebuah sudut kolam, sama indahnya. Dan kupikir, aku tak seperti om amstrong yang harus mempersiapkan ini-itu untuk bisa mendekatinya. Ternyata rembulan itu datang meghampiri. Lama-lama ia semakin tampak indah, ditemani sekawanan gemintang yang kerlip cahayanya mengelilingi sang rembulan. Aku hampiri, rembulan itu mulai bergetar. Semakin dekat, kucoba menyentuhnya di atas riak permukaan. Getarannya semakin besar. Cintakah ia?

Dan, tiba-tiba ketika aku mulai menyentuhnya, sang rembulan bergetar hebat, gelombang air kemudian merusak bentuknya, tak lagi bulat, tak lagi indah. Bentukya tak lagi berarturan. Marahakan ia?….

Ternyata keinginanku untuk menekati sang rembulan ternyata justru merusak dirinya. Lalu kubiarkan ia kembali ke wujud semula. Menjadi bulat, indah dan bersinar kembali menghiasi permukaan kolam.

“Sejak saat itu, kuputuskan untuk mencintai rembulan dari kejauhan saja, tanpa mendekatinya. Biarlah ia tetap bersinar dan tak terluka oleh kehadiran kita. Biarlah kita merindunya, ia akan selalu datang menyapa menghiasi langit bumi dikala gulitanya.”


Bayangan? itu semu. Tak perlu kita perlu berharap pada segala sesuatu yang semu dan fana. Ia akan hilang seketika. Mencintai bayangan berarti mencintai ke-semu-an, dan berharap pada sesuatu yang tak pasti. Karenanya, meminta, mencinta, berharap dan mendekatlah pada Yang Maha Abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun