Mohon tunggu...
Jupri Al Mukri
Jupri Al Mukri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sudah Tepat Sasarankah Seragam Batik di Sekolah

26 Maret 2018   10:10 Diperbarui: 26 Maret 2018   10:24 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saat ini Indonesia sedang disibukan dengan bagaimana cara memperkenalkan kebudayaan Indonesia yang begitu beragam kedunia internasional. Pulau Komodo, Pulau Bali, Pulau Lombok dan Candi Borobudur sudah tidak bisa diragukan lagi eksistensinya di kancah internasional. Namun pemerintah tidak tinggal diam hanya sampai disitu, pemerintah Indonesia baru-baru ini sedang gencar memperkenalkan pulau-pulau, Kain Tradisional, Tarian dan kebudayaan lainnya yang ada di Indonesia.

Batik adalah salah satu jenis kain tradisional khas Indonesia yang berasal dari daerah pulau jawa yang menjadi primadona untuk Indonesia sendiri maupun mancanegara terlebih ketika batik di klaim oleh negara lain tahun 2008 hingga UNESCO harus turun tangan memberikan hak paten kepada Indonesia bahwa batik milk Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) dengan sangat tanggap akan hal itu segera menjadikan batik menjadi seragam wajib bagi para siswa di sekolah akan tetapi yang menjadi pertanyaan kenapa seragam batik di peruntukan bagi hampir semua sekolah di daerah Indonesia.

Metode pengenalan batik dengan menjadikan batik sebagia seragam siswa di sekolah menjadi metode yang ampuh untuk memperkenalkan batik pada generasi muda tetapi sayangnya metode ini menjadikan siswa yang di luar daerah pulau jawa lebih mengenal batik dari pada kain khas daerah mereka masing-masing. Padahal seharusnya putra-putri daerah lebih mengenal kain khas tradisional daerahnya sendiri dari pada daerah lain.

Terlebih lagi, berdasarkan Informasi dari CNN Indonesia bahwa Indonesia memiliki lebih dari 30 jenis kain dari seluruh penjuru Indodesia seperti kain ulos, songket, tapis, endek, tenun dan masih banyak lagi, tetapi kebanyakan siswa daerah lebih mengenal batik ketimbang kain tradisional khas daerahnya. Contohnya, kebanyakan siswa tingkat sekolah dasar (SD) di daerah Martapura Sumatera Selatan ketika siswa di tanya mengenai "songket" yang notabennya adalah kain tradisional khas daerah mereka, kebanyakan dari siswa  tidak mengetahui apa itu songket dan yang lebih miris tidak sedikit siswa yang tidak mengetahui dari mana asal kain songket tersebut akan tetapi ketika siswa di tanya mengenai batik dengan cekatan mereka menjawab batik adalah seragam sekolah yang kenakan di hari Kamis. Bukankah sebagai generasi penerus selaku putra-putri daerah seharusnya lebih di prioritaskan mengenal kain tradisional atau pun kebudayaan daerah mereka masing-masing.

Sekolah yang menjadi tumpuan pengenalan budaya daerah hanya memberikan alokasi waktu 2 x 35 menit setiap minggunya dalam mata pelajaran muatan lokal pengembangan budaya dan semaksimal mungkin memperkenalkan budaya daerah yang begitu banyak. Bahkan yang lebih memprihatinkan tidak sedikit generasi muda di kota besar yang tidak bisa menggunakan bahasa asli suku mereka.

Oleh karena itu, metode pengenalan pemakaian batik pada sekolah harus segera di revisi karena  tidak efektif bagi sekolah yang berada di luar pulau Jawa. Pemakaian batik bisa di peruntukan bagi sekolah yang berada di lingkungan pulau jawa dan bagi sekolah yang berada di luar pulau jawa terkhusus bagi daerah yang memiliki kain tradisional tersendiri bisa memakai seragam berunsur kain tradisional daerah mereka masing-masing, semisal di daerah Sumatera Selatan yang memiliki jenis kain tradisional songket, Sumatera Utara memiliki kain tradisional ulos dapat dijadikan seragam sekolah dengan memaksimalkan design yang simple dan efisien.  dalam hal ini siswa tidak menjadi monoton yang hanya mengenal batik saja akan tetapi dapat mengenal jenis kain tradisional di daerah mereka dan daerah yang lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun