Sebagaimana kita tahu Indonesia menggunakan politik luar negeri bebas aktif, bebas artinya tidak memihak ke salah satu 1 blok, aktif artinya ikut aktif dalam menjaga perdamaian dunia sebagaimana yang telah digariskan.
Mengapa Politik Bebas aktif saya katakan tidak cocok, karena Indonesia adalah negara berkembang yang belum mapan, butuh dukungan yang kuat. Ibarat bayi, Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan negara-negara maju bahkan di Asean sekalipun juga masih tertinggal. Pendapatan perkapita Indonesia, index pembangunan dan sumberdaya manusia masih kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan kini Vietnam mulai menyusul.
Ibaratnya indonesia adalah balita yang tertatih dan terseok2 dalam perjalanan sehingga perlu dukungan dari orang lain yang lebih kuat
Hal ini sesuai dengan konsep art of war Tsun Zu : “if u cannot defeat them, join them to achieve your goal”. Jika kamu tidak bisa mengalahkanya maka bergabunglah dengannya untuk mecapai tujuanmu.
Karena itu menjalin aliansi dengan salah satu blok/negara adidaya akan memperoleh banyak manfaat dan keuntungan bila dibandingkan dengan berjalan diatas kaki sendiri yang masih rapuh dan banyak masalah
Sederhana saja, seperti game Clash Of Clan (game android yang lagi populer), bila base (negara) anda tidak bergabung dengan klan yang lebih kuat maka anda akan dihajar dan menjadi bulan-bulanan negara lain.
Contoh: di era Sukarno, hubungan kita dengan Uni sovyet sangat erat, sehingga saat terjadi konfrontasi dengan Belanda untuk merebut Irian Jaya, maka mesin-mesin perang tercanggih mampu dihadirkan ke Indonesia..tercatat Indonesia mempunyai kekuatan militer terbesar di belahan Utara Dunia, Amerika pun nge-per dan menelepon belanda untuk segera hengkang dari papua, karena kekuatan Belanda di papua tidak seimbang dengan kekuatan militer Indonesia saat itu.
Saat itu Sovyet mempunyai “murid” China, Korut dan Indonesia. Cina dan Korut berhasil mengembangkan teknologi misil, Nuklir dan pesawat terbang. Sedangkan indonesia prothol ditengah jalan karena kekisruhan politik ’65, sarjana2 kita yang dikirimkan Bung Karno tak bisa pulang dari sovyet, program alih teknologipun terhenti.
Beberapa negara yang menjalin aliansi
Malaysia dan Singapura mempunyai Five Power Defence Arrangement
(FPDA). Artinya siapapun yang akan menyerang malaysia akan berhadapan dengan Inggris, New Zealand,Australia dan Singapura. Karena itu Malaysia percaya diri dalam memcaplok sipadan ligitan, manuver di ambalat, serta ikut berebut kepulauan spratly dengan negara besar RRC. Hal ini juga menjadi deterrent effect dan pesan terselubung bagi indonesia. “Indonesia jangan macam-macam bila ingin mengganyang malaysia”
Di timur tengah kita bisa melihat turki yang bergabung dengan NATO, dengan kondisi yang hampir sama dengan negara Indonesia, Turki mampu menjalankan peran dan kebijakan nasionalnya dengan baik. Transfer teknologi, perjanjian2 perdagangan dengan negara Nato, bahkan negara seperti turki bisa menembak Jatuh Pesawat Sukhoi milik Raksasa Rusia yang sedang beroperasi di suriah karena dianggap mengancam agenda Nasional Turki. dan Rusia hanya getem2 tidak berani menyerang Turki karena ada NATO dibelakang turki.
Suriah, negeri yang sedang bergolak saat ini dilanda perang saudara serta serbuan dari para petempur asing yang membanjiri suriah, mungkin Suriah sudah jatuh 3-4 tahun lalu tanpa adanya dukungan dari aliansi Rusia, Iran, China.
Taiwan tanpa adanya aliansi dengan AS mungkin sudah dicaplok oleh RRC
Korea selatan mampu mengembangkan transfer teknologi karena aliansinya dengan AS, dan mampu menjaga kedaulatannya dari provokasi korut bahkan mampu mendikte korut di kawasan tersebut.
Iran, Negara ini dikeroyok dari berbagai penjuru, mendapatkan sanksi karena program unharmfull nuklir. (Meskipun kita tahu satu2nya Nuklir yang ada di Timur tengah adalah di Israel, tetapi mengapa iran yang harus dikucilkan? tanyakan pada rumput yang bergoyang atau istri tetangga yang sedang bergoyang).
Karena pertolongan sekutu dekat Rusia, Iran akhirnya berhasil di tingkat diplomasi internasional sehingga melalui perundingan2 alot, sanksi terhadap iran akhirnya dicabut. juga Iran malah mampu menjalankan transfer teknologi dengan baik, menjelma menjadi kekuatan besar Timur tengah. Menciptakan drone, radar anti pesawat siluman, duplikasi Rudal S-500 rusia serta misil balistik yang baru-baru ini dipamerkan. Membuat Arab Saudi kebakaran jenggot mendekati Pakistan untuk “membeli” nuklir.
Bagaimana Indonesia?.. yah saat ini negara kita masih terombang ambing dengan mimpi menjadi negara berdaulat, kokoh berdiri menjadi mercusuar, bebas dan aktif dalam berperan. Untuk mewujudkannya tentu kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tetapi sanggupkah indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan semacam freeport, exxon, dll. Sedangkan negara kita harus berfikir sejuta kali bila harus berhadapan dengan negara-negara yang berada dibelakang perusahaan2 multinasional tersebut.
Ahh..seandainya Sukarno masih hidup, tentu ia akan memanfaatkan undangan Presiden Vladimir Putin yang dijadwalkan bulan Mei 2016 ini. Guna meminta dukungan spesial Rusia dalam menasionalisasi perusahaan2 tersebut, juga meminta TOT sehingga Indonesia tidak terombang-ambing dalam usaha membuat pesawat IFX/KFX (joint dengan Korsel) Karena AS tidak bersedia memberikan Teknologi bila Korsel menggandeng negara “islam” Indonesia
Memang menjalin aliansi dengan salahsatu blok/negara akan memunculkan resiko, tetapi seorang pemenang yang dicacat sejarahnya oleh dunia adalah mereka para pengambil resiko yang dimenangkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H