Laksana Trilogy Film Lord of The ring, belum lengkap rasanya bila tidak ada sekuel lanjutan dari Kisruh PSSI I (turunnya NH) dan Kisruh PSSI II (IPL VS ISL), mungkin juga nanti juga ada jilid IV (the Hobbit) yang jelas Kini Kisruh Jilid III (PSSI VS Menpora) dimulai
Seperti petir disiang bolong, tiba-tiba Menpora membekukan PSSI tanpa adanya masalah urgent. Sebuah Keputusan yang terburu-buru, demikian juga keras kepala PSSI dalam menanggapi Surat Peringatan sebelumnya. Saling memperturutkan ego masing-masing akhirnya membuat malapetaka di depan mata
Beberapa pertanyaan
- Alasan pembekuan tersebut dipicu oleh masalah legalitas Arema dan Persebaya di ISL. Bukankah Legal atautidak legal adalah domain Pengadilan? Juga Masih ada CAS sebagai pengadil di bidang olahraga dengan scope internasional, Keputusan Konggres yang mensyahkan Arema dan Persebaya saat ini sebagai keputusan tertinggi wajib dijalankan. Sedang dari FIFA sendiri sebagai otoritas tertinggi sepakbola juga tidak mempermasalahkan keikutsertaan 2 klub tersebut
- Hanya karena 2 klub, mengapa seluruh kegiatan sepakbola dikorbankan? bahkan sebelum keluarnya Surat Pembekuan menpora, AREMA mampu mengadakan islah yang di prakarsai walikota..mungkin bila kedua pihak mampu coolingdown hal serupa juga bisa dilakukan untuk Persebaya
- Saya melihat dengan semakin tingginya pengawasan masyarakat (terutama melalui medsos) PSSI tidak bisa lagi seleluasa seperti dulu untuk melakukan kebobrokan, banyak hal positif yang telah dimulai. Tunggakan gaji yang parah sampai meninggalnya pemain hanya ada dijaman kisruh ISL-IPL, liga ancur2an, sponsor kabur dll, puncaknya dengan meninggalnya Diego mendieta karena tak ada biaya setelah gajinya tertunggak berbulan2. memang saat ini ada beberapa klub ISL yang masih menunggak seperti Persija dan BPR (anehnya tetap diloloskan oleh BOPI untuk mengikuti kompetisi tertinggi ISL) . tunggakan gaji 2-3 bulan, dalam suasana sepakbola penuh gairah, gaji pemain mencapai puluhan atau ratusan juta (berkali2 lebih tinggi dari gaji anda2) tentunya bukan masalah besar dan bisa diselesaikan dengan kesepakatan ke-2 pihak baik berupa pelunasan atau skema lain, toh PARMA FC yang kondang di italy juga tetap jalan dengan berbagai upaya penyelesaian, meski untuk membayar tukang cuci kaos pemain saja tidak mampu.
- Perkembangan positif dalam pemberantasan mafia contoh dengan ditangkapnya mafia saat berusaha menyuap Borneo FC tentunya awal yang bagus mnunjukkan keseriusan melibatkan polisi, walaupun belum bisa memenuhi harapan semua orang
- Sepakbola gajah PSS VS PSIS telah mendapatkan sanksi berat, hukuman final seumur hidup! Juga merupakan hal positif untuk perbaikan selanjutnya
- Kemampuan menggandeng sponsor kelas Dunia Qatar National Bank merupakan prestasi yang tidak bisa diremehkan
Setelah dibekukannya PSSI oleh Menpora, maka langkah selanjutnya yang tertera dalam Point-point surat keputusan pun sangat sulit terealisasi
- Menunjuk KOI-KONI untuk melanjutkan kompetesi
ISL bergulir dibawah PT Liga yang notabene pihak ke-3 sebagai pemegang kontrak untuk menggulirkan kompetisi, apakah memang bisa diambil alih begitu saja?
Tak terbayangkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk KONI-KOI mempersiapkan sebuah kompetesi, mencari wasit, panpel, lapangan, menggodok aturan-aturan baru dll. kemudian bagaimana kalau klub2 dibawah PSSI menolak untuk bertanding dibawah LIGA MENPORA?(dan ini pasti), apakah beliau Menpora akan menunjuk klub-sepakbola api di kampung-kampung sebagai pengganti ISL, atau kembali membudayakan kloning-mengkloning klub seperti kisruh jilid II. Kabar terbaru saja KOI menyatakan tidak sanggup merealisasikan ambisi Menpora, karena selain tidak Kompeten dan bukan bidangnya, jelas itu merupakan intervensi, karena penyelenggara liga sesuai statuta adalah PSSI. Sedangkan dari pihak PSSI bersama klub-klub solid untuk tetap menggelar Liga tanpa restu Menpora tanggal 25 April 2015, Sepakbola sepanjang ada bola, ada pemain ada lapangan, ada sponsor, ada ijin polisi, ada penonton akan terus berlangsung
- 2. Menunjuk KONI-KOI-Satlak Prima untuk menangani Timnas
Seandainya masalah berlarut, tentunya sanksi FIFA tidak bisa dihindarkan..sudah tidak ada lagi yang namanya Timnas. Memang benar seperti AFF Championship (ASEAN) tidak masuk agenda FIFA, tetapi FIFA melarang anggotanya untuk bertanding dengan negara yang bukan anggota FIFA. Mana ada negara yang mau bertanding dengan kita, bahkan hanya untuk sekedar ujicoba?contohnya saat tahun 2013 Timnas Tandingan (versi KPSI) hanya bisa bertanding dengan Klub Sekolahan di Australia yang diklaim sebagai Timnas Aussie dan menjadi bahan tertawaan di di dunia maya saat itu
- 3. Menyusun organisasi baru PSSI
Apakah FIFA bisa menerima organisasi yang dibentuk Kemenpora? Bagaimana bila FIFA menolak dan tetap menuntut untuk mengembalikan PSSI yang telah “dikudeta” tersebut? Karena Pembekuan PSSI saat ini berbeda dengan saat Pak Menpora Andi Malarangeng membekukan Rezim NH. Dimana saat itu Menpora mengembalikan PSSI kepada FIFA untuk ditindaklanjuti setelah adanya pembekuan, lalu FIFA turun tangan untuk menyelesaikan dengan menggelar pemilihan pengurus baru berdasar suara voters anggota PSSI yang telah terverifikasi, bukan seperti sekarang membentuk pengurus baru berdasarkan keinginan Menpora, apakah FIFA mau menerima?
- 4. Membebankan seluruh biaya kepada anggaran Kemenpora
Benar-benar memprihatinkan bisa mempunyai Ide seperti ini, berapa trilyun biaya yang akan tersedot untuk mengatasi seluruh kompetisi dan Timnas, olahraga yang ditangani Kemenpora bukan hanya sepakbola, anggaran Kemenpora sendiri sangat minim bahkan untuk mengkover sebuah Timnas masih kedodoran. Jangan lupa ini juga menabrak undang-undang yang melarang pengunaan APBN/D untuk kompetisi profesional. Kini giliran klub-klub mampu untuk mandiri tanpa menyedot APBN sebagaimana harapan insan bola sejak dulu, tiba-tiba kembali diseret untuk menggunakan APBN/D. Tentu saja hal ini akan menimbulkan resistensi bukan hanya di masyarakat tapi juga para pengambil keputusan di negeri ini.
Semua berharap akan adanya perbaikan, tetapi dengan membumihanguskan PSSI kita semua juga pernah menjadi saksi kisruh PSSI jilid II (2011 s/d 2013), ibarat keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Bukan perbaikan yang didapat tapi kondisi ancur-ancuran yang tercipta.
Tetapi apalah itu… sepanjang masih ada kopi dan havermut mari kita sruput bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H