Ketika mendengar terjadi kekerasan di lingkungan sekolah
hati ini menangis tanpa air mata dan menjerit tak bersuara.
Bagaimana tidak, kekerasan di sekolah terulang lagi dan lagi
hampir dibanyak sekolahan terjadi, prihatin!Â
Ada apa denganmu sekolah?
Di era 80-90 an, jarang sekali terdengar kekerasan di sekolah,
kalaupun ada cepat diselesaikan dengan damai dan cukup di
lingkungan sekolah saja tak perlu sampai keluar.
Sekolah tempat belajar menuntut ilmu menjadi nyaman, aman
dan menyenangkan, apabila terjadi saling menghormati, dan
menghargai serta mengutamakan, 'memanusiakan manusia'.
Di pojok taman sekolah terlihat sekelompok siswa sedang tekun
berdiskusi membahas materi pembelajaran lingkungan hidup
bersama seorang guru IPA, dan itu terlihat indah menawan.
Sesekali belajar di alam terbuka lebih memberi kemudahan
kepada siswa untuk meresapi materi pembelajaran.
Sementara di Gazebo depan sekolah seorang guru seni budaya
sedang memberikan materi seni rupa kepada murid-muridnya
untuk menggambar pemandangan alam lingkungan sekolah,
dengan pengamatan estetika masing-masing siswa.Â
Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari dua peristiwa diatas:
Pertama, kedekatan antara guru dan siswa terjalin harmonis,
ketika seorang guru menganggap siswanya sebagai kawan
atau seorang sahabat, tentunya siswa merasa diperhatikan
dan dihargai oleh gurunya, penghargaan seperti itu akan
tertanam di dalam jiwa seorang siswa.
Dengan begitu murid akan merasa 'segan' untuk melakukan
perbuatan yang melanggar peraturan-peraturan sekolah,
justru sebaliknya, siswa akan menaruh rasa hormat kepada
gurunya.
Kedua, kepekaan rasa yang ditanamkan seorang guru kepada
murid-muridnya melalui mata pelajaran seni rupa akan dapat
membentuk karakteristik siswa yang 'peka' halus perasaannya
terhadap sesama pelajar, guru dan linkungannya baik di sekolah
maupun di rumah.
Karakter seperti ini sudah terkikis pelahan-pelahan oleh zaman,
sehingga banyak terjadi kekerasan di sekolah dan juga maraknya
tawuran antar pelajar akhir-akhir ini, mungkin inilah salah satu
penyebabnya.
Ketiga, guru adalah seorang pendidik, dia menjadi pengganti
orang tua di sekolah. Pertanyaannya apakah mungkin orang tua
akan menganiaya anaknya atau juga sebaliknya?, tapi ternyata
fakta membuktikan lain, ada guru yang mendekam di penjara
karena memukuli siswanya. Kasus semacam ini sudah banyak
terjadi hanya karena mendahulukan rasa emosional. Padahal
sebagai seorang pendidik seharusnya mendahulukan salah
satu sikap yaitu : Sabar tanpa batas.Â