Mohon tunggu...
June
June Mohon Tunggu... Freelancer - nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tergerusnya Eksistensi Menyirih oleh Rokok

3 Januari 2020   19:16 Diperbarui: 3 Januari 2020   19:26 11277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Menyirih merupakan kegiatan mengunyah daun sirih. Menyirih memerlukan beberapa bahan tambahan seperti kapur sirih dan biji pinang. Menyirih merupakan kebiasaan yang ada pada masyarakat lokal Indonesia. 

Kegiatan menyirih cukup populer di sebagain besar masyarakat Indonesia, terlebih wilayah Indonesia bagian Timur dan masyarakat di Kalimantan. Di pulau Jawa juga akrab dengan kegiatan menyirih. Sebelum masyarakat kian dekat dengan budaya masyarakat modern, menyirih adalah kebiasaan yang sangat umum dijumpai.

Lambat laun, untuk di Pulau Jawa kebiasaan menyirih makin sepi. Oleh kelompok kolonial, menyirih berubah menjadi memiliki kelas atau kasta. Bangsa kolonial memperkenalkan rokok sebagai kegiatan elit. Menyirih dicitrakan oleh kelompok kolonial sebagai kebiasaan kaum kelas rendah.

Dengan demikian banyak masyarakat di Pulau Jawa yang perlahan meninggalkan kebiasaan menyirih dan mulai berpindah ke rokok. Terlebih pada masyarakat pribumi yang bekerja untuk pemerintah kolonial. Agar tidak disamakan kelasnya dengan pribumi biasa, banyak yang ikut merokok seperti bangsawan kolonial. 

Dalam sejarah, tembakau merupakan tanaman yang didatangkan oleh bangsa kolonial. Tembakau bukan tanaman asli di Indonesia. Datangnya tembakau yang dengan dibarengi populernya budaya merokok oleh bangsa kolonial menggerus eksistensi menyirih yang telah dianggap kebiasaan kaum kelas rendah.

Merokok menjadi kebiasaan baru yang semakin populer, bahkan hingga sekarang. Kebiasaan menyirih sudah sangat jarang dijumpai di Pulau Jawa. Menyirih masih menjadi promadona pada masyarakat Indonesia Timur dan Kalimantan. Di sana kebiasaan menyirih masih akan sering kita jumpai. 

Peran elit pribumi rupanya menjadi kelompok yang ikut berperan dalam tergerusnya kebiasaan menyirih di Pulau Jawa. Agar tidak dipandang rendah oleh bangsa penjajah, menyirih lalu ditinggalkan, dan rokok kemudian disambut, demi menjaga rasa bangga sebagai kelas elite.

Salah satu kelompok tersebut adalah para pelajar atau cendikiawan pribumi yang saat itu bersekolah di sekolah Belanda. Merokok menjadi simbol kenaikan status dan mencitrakan kelas tinggi. Rakyat biasa pun perlahan mengikuti kebiasaan kelompok elit pribumi tersebut, seiring dengan mudahnya budidaya tembakau dan produksi rokok. 

Dari latah kebiasaan merokok, industri rokok lokal di Pulau Jawa berkembang pesat. Industri rokok tumbuh subur di Kudus. Sampai saat ini kota Kudus masih kita kenal sebagai Kota Kretek, sebutan yang diberikan karena menjadi kota produksi rokok lokal yang terkenal, rokok kretek.

Permintaan dan distribusi rokok menjadi besar dari waktu ke waktu, alhasil menyirih menjadi terbelakang, yang hanya umum dijumpai di beberapa daerah saja di Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun