Mohon tunggu...
June
June Mohon Tunggu... Freelancer - nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sertifikasi Perkawinan, Perlukah?

19 November 2019   14:58 Diperbarui: 19 November 2019   15:01 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: time.com

Apakah sertifikasi perkawinan diperlukan? saya pribadi akan menjawab bahwa hal itu perlu tak perlu. 

Wacana akan adanya sertifikasi perkawinan ini dikeluarkan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy. Apabila kebijakan penerapan sertifikasi perkawinan ini direalisasikan, maka calon mempelai akan diwajibkan untuk mengikuti bimbingan pranikah. Setelah melalui bimbingan maka calon mempelai akan mendapatkan sertifikat sebagai bukti telah memalui bimbingan pranikah. 

Dalam bimbingan pranikah calon mempelai akan mendapatkan sosialisasi terkait kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual, juga mengenai stunting yang dapat menyerang keturunannya kelak. 

Bimbingan pranikah bukanlah hal baru dalam masyarakat, meski tidak secara luas. Dalam agama Katholik dan Kristen bimbingan pranikah sudah lama menjadi rangkaian yang harus dilalui dalam menuju waktu pernikahan mempelai. Hanya saja saya kurang tahu apakah calon mempelai akan mendapatkan sertifikat dan apakah keberadaan sertifikat itu menjadi syarat. 

Saya melihat bahwa dengan adanya konten di dalam kebijakan seritifikasi perkawinan ini memiliki hal perlu dan tidak perlunya. Tentunya calon mempelai memang perlu mendapatkan bimbingan pranikah untuk mengetahui berbagai penyakit menular seksual, edukasi relasi suami-istri, bagaimana mendidik anak (terutama bagaimana memberikan pendidikan seks kepada anak), juga berbagai hal penting lainnya yang kebanyakan masih tidak diketahui oleh para calon mempelai. Tapi apakah perlu juga menjadikan sertifikat tersebut sebagai syarat? 

Lantas mengapa saya juga menilai hal itu tidak perlu?

Aaya tegaskan lagi bahwa yang saya perlu pada kebijakan tersebut adalah kontennya, yakni bimbingan pranikahnya, bukan perihal sertifikat sebagai syarat. Sudah umum diketahui bahwa Indonesia tidak cukup ramah untuk pernikahan beda agama. Dengan diberlakukannya sertifikat itu sebagai syarat maka calon mempelai yang berbeda agama tentunya akan lebih sulit lagi untuk melakukan pernikahan. 

Apa yang diciderai di sini jadinya? Tentu saja kebebasan beragama. Salah satu harus rela pindah ke agama pasangannya. Persoalan dia ikhlas atau tidak, siapa yang benar-benar tahu? 

Dan apabila benar diberlakukan, sertifikasi perkawinan ini akan dijalankan mulai tahun 2020, dan durasi bimbingan berlangsung selama 3 bulan. 

Jadi, perlu gak sih sertifikasi perkawinan tersebut? Sepertinya tidak! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun