Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Punahnya Angkot di Kota Metro

17 Januari 2025   11:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:30 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Angkot (KOMPAS/RADITYA HELABUMI) 

Kota Metro, pernah bergantung pada angkot sebagai moda transportasi utama. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, angkot menjadi saksi bisu perjalanan warga, mulai dari anak sekolah hingga pekerja kantoran. Namun, seiring berjalannya waktu, angkot perlahan menghilang, meninggalkan ruang kosong yang kini diisi kendaraan pribadi.  

Metro, kota kecil di Lampung dengan diameter sekitar 15 kilometer, dulunya bergantung pada angkot sebagai satu-satunya transportasi publik.

Namun, nasib angkot kini bisa dibilang sama seperti dinosaurus, punah, hehe. Tidak ada lagi angkot yang berseliweran di jalan-jalan besar kota Metro.

Dulu, angkot menjadi satu-satunya moda transportasi publik yang setia mengantarkan penduduk kota Metro untuk beraktivitas setiap hari.

Saya pernah menulis tentang betapa lengkapnya kota Metro sehingga sangat cocok untuk slow living. Penduduk Metro, dari berbagai tingkatan usia, mayoritas menjalankan aktivitasnya hanya di dalam kota.

Baik bekerja maupun bersekolah, semuanya dilakukan di Metro. Dengan jarak tempuh yang relatif dekat, tidak lebih dari 15 kilometer dari ujung ke ujung transportasi publik yang tersedia saat itu ya hanya angkot.

Kalah dengan Kendaraan Pribadi

Di kota Metro, transportasi publik perlahan tapi pasti akhirnya punah. Saya masih ingat, sekitar tahun 2004, untuk menempuh jarak 3 kilometer saja bisa menghabiskan waktu hingga satu jam. 

Bukan karena macet, lo, tapi karena angkot yang sering ngetem atau parkir lama menunggu penumpang di terminal.

Kadang saya berpikir, "Ah, jalan kaki saja," toh jaraknya hanya 3 kilometer dari terminal ke rumah. Kalau memang sedang buru-buru, saya lebih memilih berjalan kaki daripada menunggu angkot yang tak kunjung jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun