Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Yuk, Peluk Mereka!

21 September 2024   10:40 Diperbarui: 21 September 2024   15:30 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

“Anak-anak bagaikan tunas di taman dan harus dirawat dengan hati-hati serta penuh kasih sayang, karena mereka adalah masa depan bangsa dan warga negara di masa depan.” (Jawaharlal Nehru)

Fatherless menjadi salah satu fenomena sosial di Indonesia yang semakin lama grafiknya semakin meningkat. Tentu saja ini menjadi sebuah alarm bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. 

Fenomena fatherless berpotensi menjadikan anak-anak yang lahir tanpa figur ayah kehilangan arah dalam menentukan jati diri saat perkembangan mereka kelak. 

Padahal, sosok figur seorang ayah sangat dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak untuk mempersiapkan mereka menghadapi kehidupan dengan berbagai norma yang ada di masyarakat.

Kompas melaporkan pada 25 Mei 2023 bahwa Indonesia menempati urutan ketiga sebagai “Fatherless Country” di dunia. Selaras dengan volume fatherless yang semakin meningkat, anak-anak yang berhadapan dengan hukum juga semakin meningkat. 

Kasus anak yang berkonflik dengan hukum, menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menunjukkan tren peningkatan pada periode 2020 hingga 2023. 

Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana.

Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Diana Setiyawati, mengatakan bahwa kurangnya peran ayah menyebabkan anak memiliki emosi yang tidak matang sehingga tidak mampu meregulasi emosi baik dalam mengekspresikan maupun mengendalikan emosi.

Ketidakmampuan anak mengendalikan emosi ini akan mendorong kecemasan dan depresi (perilaku internalisasi) serta kontrol diri yang rendah, berperilaku berlebihan, dan agresif (eksternalisasi). 

Harusnya ini menjadi refleksi bersama bahwa keluarga tanpa bonding orang tua dengan anak menjadi sebuah ancaman serius bagi tatanan kehidupan. Tidak hanya membuat resah, mereka juga bahkan berpotensi menjadi kriminal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun