Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kilas Balik PPDB: Menatap PPDB 2024

9 Mei 2024   10:37 Diperbarui: 9 Mei 2024   19:57 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: HERYUNANTO untuk KOMPAS.id

Saya merasa resah ketika gelaran PPDB akan dimulai. Pasti ada saja teman atau orang yang bilangnya "nitip", "mohon dikawal", "jalan belakang", pokoknya intinya bagaimana anak atau saudaranya bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. 

Padahal sekolah adalah tempat di mana anak akan dididik menjadi manusia yang berkarakter; beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur, dan memiliki kompetensi sesuai dengan zaman.

Namun, sayangnya proses untuk menjadi siswa pada tingkatan yang baru (PPDB) sangat mencederai tujuan nasional pendidikan itu sendiri. 

Catatan dari gelaran PPDB yang dilaksanakan satu tahun yang lalu masih tersemat jelas di memori. Walau sedikit lebay saya katakan, PPDB itu bak pertaruhan hidup mati. Banyak derai air mata, banyak emosi yang meninggi, dan banyak tekanan di sana sini.

Matinya dimana? Sebab banyak orang tua yang bilang, "Anak saya gak mau keluar kamar, anak saya gak mau sekolah, anak saya gak mau makan karena gak lolos PPDB ini", eh dimana matinya? 

Ya kan kalau gak makan terus-terusan bisa mati, hehe. Oke kembali ke topik, pada opini ini izinkan saya mengulas kilas balik dari PPDB tahun lalu, harapannya agar kedepan ada perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah.

Opini ini berdasarkan pengalaman saya yang dari tahun ke tahun gak berubah selalu berada di garda depan saat PPDB digelar (maksudnya jadi helpdesk). Yuk lah. 

Tidak Adil

Beberapa orang tua merasa sangat dirugikan dengan adanya PPDB dengan sistem zonasi ini. Mereka merasa dicurangi oleh peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan PPDB.

Pada beberapa kesempatan saat bertemu dengan salah satu orang tua siswa, mereka merasa sangat putus asa sebab seolah kerja keras anak mereka saat di bangku sekolah di tingkat sebelumnya sia-sia. 

Berbagai prestasi yang diperoleh tidak begitu berarti, sebab yang diadu nantinya adalah jarak. Maksudnya, prestasi tetap berarti, masuk penskoran, namun jika ada skor yang sama, maka seleksi berikutnya adalah seleksi jarak.

Otomatis anak-anak berprestasi namun radius rumah lebih jauh berpotensi untuk gagal masuk pada sekolah yang diinginkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun