Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Anti-Fake Productivity, Bagaimana Caranya?

5 Mei 2024   11:41 Diperbarui: 6 Mei 2024   16:57 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: KOMPAS.id

Ngobrol dengan teman kerja itu perlu. Ngopi di tempat kerja juga perlu. Membantu teman lain atau sesama teman dalam divisi kita juga perlu. Yang tidak perlu adalah terlalu berlebihan dalam melakukan sesuatu sehingga melupakan tupoksi kita dan terjebak pada produktivitas palsu.

Kadang saya juga terjebak pada fake productivity alias produktivitas palsu. Sibuk doang, hasilnya enggak ada! Padahal tiba di kantor sudah pagi loh, pulang juga sudah sesuai jamnya, bahkan kadang nyambi lembur.

Atau kadang begini, berangkat pagi, lanjut lembur karena pekerjaan hari itu gak kelar-kelar sebab seharian mengerjakan pekerjaan yang kadang gak sesuai sama tupoksinya, malah ngerjain yang lain.

Kemungkinan juga teman-teman yang lain juga pasti pernah merasakan hal yang sama kalau di kantor, fake productivity juga. Yah wajarlah namanya manusia kan makhluk sosial.

Di kantor kan kita bukan robot atau bertemu dengan teman robot. Wajar jika saat tiba di kantor banyak berbagai dilema yang menyebabkan kita terjebak pada produktivitas palsu.

Sesuai Tupoksi 

Gak usa ngadi-ngadi untuk bantu teman lain sedangkan pekerjaan kita saja terlantar. 

Apalagi ikut-ikutan mengevaluasi pekerjaan teman lain yang sebenarnya bukan wewenang kita. Cukup kerjakan apa yang sesuai dengan tupoksi kita, lalu selesaikan.

Jangan pernah merasa hebat sehingga merasa seolah kalau tidak ada kita pekerjaan teman lain tidak bisa selesai dengan sempurna. 

Peduli dengan teman itu adalah hal yang manusiawi, tapi jika kepedulian itu sampai merangsek mencampuri pekerjaan teman lain yang pekerjaan itu bukanlah wewenang kita maka kita sama saja menjerumuskan diri kita pada produktivitas palsu, sibuk doang, tupoksi sendiri tidak kelar.

Saya selalu mengingatkan diri saya sendiri untuk tidak ikut serta dalam tupoksi orang lain, walaupun tupoksi tersebut dulunya adalah pekerjaan yang dulu pernah saya pegang. 

Justru orang lain akan menilai kita lebih profesional dan mampu move on, gak patek en, pada pekerjaan kita yang dulu. Sesekali memberi saran dan evaluasi boleh lah, tapi dengan satu syarat, ini hanya karena diminta.

Stop Sok Peduli

Peduli dengan kantor di mana kita bekerja itu adalah kewajiban. Tapi jangan pernah menganggap hal itu adalah beban kita semata.

Kantor di mana kita bekerja bukan milik kita semata, jangan membebankan diri menanggung semua hal untuk nama baik kantor dengan seorang diri.

Tentunya yang namanya kantor pemberi kerja terdiri dari berbagai bidang, dan gak perlu lah kita harus pasang badan untuk bidang yang bukan bidang kita. 

Walau kadang rasa kepedulian terhadap nama baik kantor tetap tak terbendung, yah kita harus sadar diri, tidak etis lah kita mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaan kita.

Saya juga peduli dengan kantor, kadang juga terpantik untuk seolah-olah menjadi pahlawan demi kantor. 

Namun tetap ingat etika kerja yang harus kita terapkan, jangan pernah mengerjakan pekerjaan seolah-olah demi kantor kita bekerja yang pekerjaan itu bukan tupoksi kita.

Lebih baik lakukan pekerjaan terbaik sesuai dengan tupoksi kita. Teman lain yang tidak bekerja sesuai dengan tupoksinya, biarlah atasan yang akan melakukan evaluasi.

Ingat Rumah

Dengan dorongan ini seengak-enggaknya jadi mikir, gak-gak lagi lah kita sok-sok sibuk, mengorbankan waktu tidak bersama dengan keluarga, yang nyatanya hanya tersibukkan dengan hal yang tidak produktif.

Produktivitas palsu ini bak candu. Seolah kita sibuk bekerja padahal hasilnya nihil. Bisa dibilang saya juga tipe-tipe workaholic. Namun kadang apa yang saya kerjakan itu sebenarnya produktivitas palsu semata.

Berangkat kerja si berangkat kerja. Laptop juga sudah dibuka, masalahnya kadang kerjaan gak kelar-kelar karena harus nyambi hal-hal yang tidak penting bagi tupoksi kita. 

Masalahnya ini menjadi candu, sebab berbagai kesibukan di kantor dengan berkumpul bersama dengan teman-teman kantor ini sungguh menyenangkan. Sampai-sampai kadang lupa waktu ketika sudah berada di kantor.

Salah satu yang jadi obat adalah dengan mengingat rumah dan keluarga, dengan ini seengak-enggaknya jadi pingin pulang. Tentunya pekerjaan ya harus dikebut dan fokus, sebab segera ingin pulang. 

Ingatlah dengan rumah, merasa bersalah, sebab telah meninggalkan anak dan istri dengan pamit bekerja, e gak tahunya malah sibuk-sibuk tapi tidak produktif.

Rencanakan

Ini sangat penting loh, sebab dengan perencanaan yang matang saat di rumah, kita bakal tahu mau ngapain aja saat di kantor. 

Gak ada lagi yang namanya gabut-gabut. Kita bekerja sesuai dengan langkah dan target yang kita rencanakan saat di rumah.

Rencana ini juga membuat kita meminimalisir jeda-jeda yang tidak penting. Kita juga bakal tahu tiap durasi yang harus kita habiskan untuk melakukan berbagai perkerjaan selama di kantor. 

Ya intinya pokoknya sama dengan kalimat bijak ini ni; "jika kita gagal merencanakan, berarti kita sudah merencanakan untuk kegagalan", cakepp.

Artinya kalau kita nyampe kantor tanpa perencanaan, pasti akan planga plongo, ikut sana ikut sini dan hambur-hamburkan waktu gak jelas hanya untuk hal-hal yang buang-buang waktu di kantor semata. 

Saya pun seringkali membuat perencanaan saat malam hari untuk menghadapi hari esok saat di kantor.

Andaikan tidak tertulis di kertas ataupun ponsel, minimal sudah ada rencana yang terpatri di pikiran kita untuk mengerjakan apa yang harus dikerjakan saat esok tiba di kantor.

Menepi

Menepi ini hanya istilah saya saja ya. Kita perlu 'minggir' sejenak dari hiruk pikuk berbagai kegiatan yang ada di kantor yang bukan tupoksi kita atau hanya sekedar hiburan.

Pengalaman saya saat berada di kantor, saya memilih tempat khusus yang minim interaksi dengan teman lain. Sebab kalau sudah bertemu dengan teman lain kadang akhirnya ngobrol juga. Saya juga meminimalisir interaksi dengan media sosial.

Scrolling media sosial kadang membuat kita terjebak dalam produktivitas palsu. Kadang selalu mikir, kayaknya baru saja seruput kopi pagi tadi, eh gak tahunya kok sudah mau tengah hari. 

Ini ni, biasanya gara-gara kebanyakan interaksi dengan teman lain dan scroll media sosial, jadinya waktu berjalan tanpa kita sadari.

Gak tahunya kerjaan belum kelar satupun. Makanya saya pilih menepi, benar-benar mengalokasikan waktu dan tempat untuk fokus pada pekerjaan tanpa jeda untuk bermedia sosial ataupun meminimalisir interaksi dengan teman, targetnya adalah pekerjaan hari itu kelar!

Yuk Jangan Gabut

Efeknya bak efek domino, dari pribadi, keluarga, kantor bahkan sampai negara pun terpengaruh dengan fake productivity ini loh, jadi mau sampai kapan gabut gak jelas di kantor?

Produktivitas palsu ini membunuh kreativitas dan pengembangan diri kita. Boro-boro berpengalaman, menjadi orang multitalenta, yang ada malah kita tenggelam dengan karir yang itu-itu aja.

Produktivitas palsu juga membuat kantong kering, sebab dengan adanya waktu yang terbuang lama tanpa arti, membuat kesempatan kita untuk menambah pundi-pundi penghasilan di bidang lain menjadi nihil. 

Produktivitas palsu ini juga membuat kantor tidak efisien dalam anggaran, bayangin kantor kerjaannya hanya bayarin gaji pegawai-pegawai yang gak sesuai target dan gak kelar tupoksinya, rugi dong!

Terlebih yang paling mengerikan dari produktivitas palsu ini berpotensi menjadikan pekerja sebagai pelaku fatherless ataupun motherless.

Ya bayangin loh, bilangnya berangkat ke kantor, eh gak tahunya di kantor cuman gabut doang. Golar goler sana sini, kerjakan tugas yang bukan tupoksinya, hingga akhirnya kerjaan gak kelar. 

Dan itu saya bilang ini mencandu, akhirnya waktu gak kerasa habis di kantor, pulang pun akhirnya malam tanpa kerjaan yang kelar.

Padahal anak-anak udah ditinggalin, anak-anak jadi gak ke urus. Makan seadanya, belajar seadanya, tanpa ayah atau pun ibu yang katanya sibuk bekerja, nyatanya terjebak dalam produktivitas palsu.

Sudahlah sudah, yuk kita jadi pekerja cerdas, yang mampu efektif dan efisien dalam bekerja. Minim stres dan keluarga nyaman. Anak-anak juga merasa bahagia dan selalu terbimbing, sebab ada kehadiran ayah atau ibunya di rumah. 

So pasti akan meminimalisir mereka menjadi anak-anak yang bermasalah, justru berbagai talenta terbaik akan muncul dari kebahagiaan ini. 

Jadi nyadar kan, gak sesederhana itu efek domino dari fake productivity, yuk fokus kerja sesuai tupoksi, jangan gabut!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun