Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Konten Prank dan Illusory Truth Effect

19 April 2024   21:10 Diperbarui: 20 April 2024   02:16 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Zahrotul dalam kumparan, pada tahun 1977, Dr. Lynn Hasher dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa ketika seseorang dihadapkan dengan sebuah isu, mereka cenderung mempercayai informasi tersebut berdasarkan seberapa sering mereka telah mendengarnya, bukan berdasarkan kebenaran faktualnya. 

Efek ini dikenal sebagai Illusory truth effect atau efek kebenaran ilusi, di mana orang menjadi yakin terhadap kebenaran sebuah informasi hanya karena sering terpapar olehnya. Ini adalah fenomena yang menakutkan, karena konten bukan hanya sekadar konten, tetapi juga membawa tanggung jawab besar.

Indonesia, sebagai peringkat kedua pengguna TikTok di dunia setelah Amerika Serikat, memiliki potensi besar dalam mengubah paradigma dan perilaku generasi muda melalui konten yang disebarkan di media sosial. 

Kita harus merasa khawatir mengenai hal ini bersama-sama. Meskipun konten kreatif yang bermanfaat dapat memberikan dampak positif, seringkali konten yang kontroversial atau tidak etislah yang justru menjadi viral.

Data menunjukkan bahwa rentang usia 18 hingga 34 tahun adalah pengguna terbesar TikTok secara global. Artinya, konten yang dibuat oleh konten kreator sangat berpengaruh dalam membentuk opini dan perilaku generasi muda. 

Illusory truth effect, efek ini merupakan ancaman yang serius yang mungkin belum banyak disadari oleh banyak orang.

Kita harus bertindak sekarang. Sebagai masyarakat, kita perlu menjadi cerdas dan peduli dengan melaporkan konten-konten yang tidak etis. Hal ini dilakukan demi menjaga generasi muda Indonesia agar tidak kehilangan rasa hormat terhadap sesama dan untuk mencegah normalisasi kebohongan yang disebabkan oleh paparan prank konten yang tak terbendung.

Negara juga harus ambil bagian dengan tegas memilah konten yang layak atau tidak untuk ditayangkan, dan platform media sosial harus bertanggung jawab atas konten yang diunggah di platform mereka. 

Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan platform media sosial, Indonesia dapat membersihkan lingkungan digitalnya dan menciptakan budaya online yang positif. Mari bersama-sama menjadikan Indonesia bersih dari konten sampah demi Indonesia lestari. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun