Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara masyarakat dan berbagai lembaga negara untuk menghalau konten-konten yang maaf, dapat disebut sebagai "konten sampah".
Konten semacam ini tidak memiliki faedah, tidak memberikan manfaat, dan bahkan dapat merugikan orang lain, malah lebih lanjut membuat bias terhadap kejujuran.Â
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah dampak negatifnya terhadap kejujuran karena sebuah alasan konten yang semata-mata sebagai prank. Sudah seharusnya konten-konten yang tidak berguna dan merugikan ini dihilangkan dari deretan konten kreator yang bertebaran di media sosial.Â
Sanksi Sosial
Kita seharusnya merasa resah terhadap berbagai konten yang tidak etis, karena inilah filter yang mampu menimbang apakah suatu hal pantas atau tidak pantas dalam masyarakat.Â
Jika sanksi hukum tidak mampu menjerat konten kreator yang membuat konten tersebut, kadang sanksi sosial justru akan sangat efektif dalam membendung viralnya konten sampah ini melalui praktek cancel culture.
Dikutip dari parapuan.co, menurut Dr. Firman Kurniawan S., seorang pemerhati budaya dan pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, bentuk cancel culture tidak hanya berupa pernyataan kebencian, tetapi juga menarik mundur dukungan.Â
Dengan cancel culture ini, langkah konten kreator dapat terhenti, sehingga konten asal-asalan yang mereka buat akan ditinggalkan oleh publik sampai dianggap tidak layak lagi untuk dilihat. Hal ini tentu saja akan sangat bermanfaat, karena dapat mencegah masyarakat dari paparan konten yang tidak etis.
Cancel culture juga berperan sebagai sanksi sosial yang diharapkan dapat membuat pelaku merasa jera dan mendorong konten kreator lainnya untuk lebih bijak dalam membuat konten. Saya percaya bahwa ini adalah langkah yang efektif dalam membendung penyebaran konten yang tidak bermanfaat dan bahkan berbahaya bagi generasi muda.
Dengan semakin banyaknya konten kreator yang bermunculan, masyarakat harus semakin cerdas dalam menyaring berbagai konten yang dibuat. Diperlukan langkah tegas dan konsisten dari seluruh masyarakat untuk menerapkan cancel culture sebagai upaya penyelamatan paradigma generasi muda.
Wasana Kata
Mengapa harus tegas? Karena konten ini memiliki potensi untuk menciptakan bias terhadap kebenaran dan mengurangi semangat saling menghormati di antara kita.Â
Jika konten prank semacam ini terus dilegalkan, tidak dapat dipungkiri bahwa generasi muda mungkin akan kehilangan rasa hormat terhadap orang lain dan kejujuran.