Konten-konten yang dibuat oleh konten kreator ini tidak hanya mampu mengancam kehidupan seseorang, tetapi juga berpotensi mengubah paradigma generasi muda.
Saya merasa tergelitik oleh fenomena viral yang terjadi belakangan ini, yaitu tentang konten kreator yang membuat konten prank yang dinilai sangat membahayakan bagi para korbannya.
Salah satu contoh konten prank yang viral adalah ketika seorang ojek online diteriaki sebagai begal. Kemudian, secara mandiri, banyak netizen melaporkan bahwa konten kreator tersebut banyak melakukan konten prank yang berpotensi membuat orang salah paham dan membahayakan.Â
Konten-konten semacam ini tentu saja sangat berpotensi menimbulkan bahaya yang besar, karena dapat menimbulkan kebingungan dan emosi massa yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kekerasan terhadap korban.
Namun, bahaya yang lebih besar dari konten semacam ini adalah efek Illusory Truth Effect, di mana sebuah kebiasaan mampu mengubah paradigma seseorang dan meyakinkannya terhadap sesuatu.Â
Sanksi Hukum
Saya khawatir bahwa tanpa sanksi yang tegas terhadap konten semacam itu, mental generasi muda akan menjadi korban. Mereka akan terbiasa dengan konten sampah yang dapat mengikis semangat kejujuran dalam kehidupan mereka.
Masih ingatkah dengan kasus prank yang melibatkan salah satu selebritis, yang membuat konten seolah-olah menjadi korban KDRT? Pada akhirnya, keduanya dilaporkan oleh beberapa warga kepada aparat kepolisian, seperti yang dilaporkan oleh kompas.com pada Desember 2022.Â
Laporan dari warga yang merasa resah terhadap konten kedua selebritis tersebut berhasil menghentikan viralnya video prank tersebut. Yang membuat saya tak habis pikir adalah bagaimana mereka membuat konten tanpa mempertimbangkan dampak hukum yang bisa terjadi akibat konten prank yang mereka buat.Â
Banyak masyarakat yang merasa resah sehingga akhirnya melaporkan mereka atas tuduhan laporan palsu, meskipun hanya sekedar prank. Tindakan ini patut diapresiasi karena merupakan bentuk kepedulian masyarakat terhadap penegakan perilaku kejujuran dan etika yang seharusnya tetap diterapkan, meskipun dalam konteks prank.
Lebih baik lagi jika yang terlibat tidak hanya masyarakat saja, melainkan berbagai elemen negara yang terkait dengan penyiaran konten juga harus sigap dalam memberikan sanksi hukum pada konten kreator yang membuat video konten palsu, penghinaan, ataupun pencemaran nama baik.Â
Terutama untuk jenis konten seperti konten prank yang melibatkan aparat penegak hukum, seperti yang dilakukan oleh kedua selebritis di atas, jenis konten ini terkesan merendahkan marwah aparat penegakan hukum.Â