Izinkan saya bersuara tentang keadaan nyata di daerah tempat saya tinggal, yang mungkin mencerminkan situasi umum di berbagai daerah di tanah air kita tercinta demi kehidupan keberlanjutan Indonesia tercinta.
Terus terang, saya selalu khawatir melihat perubahan bentangan sawah yang dahulu hijau kini berubah menjadi dinding-dinding kokoh yang menjulang tinggi. Saya juga merasa miris melihat tumpukan sampah yang semakin hari semakin meningkat tanpa adanya solusi yang jelas.Â
Berawal dari kekhawatiran saya terhadap isu-isu lingkungan dan keberlanjutan di masa depan, saya merasa perlu menyampaikan fakta-fakta ini agar setiap individu menyadari ancaman yang mungkin dihadapi bangsa kita jika kita benar-benar mengabaikan lingkungan.Â
Meskipun sudah banyak penjelasan tentang pentingnya menjaga lingkungan untuk keberlanjutan, namun pada kenyataannya, teori seringkali hanya tetap sebagai teori dan kurang diwujudkan dalam praktek.Â
Banyak orang yang masih kurang peduli terhadap lingkungan dan keberlanjutan hidup bagi generasi mendatang. Dalam hal ini, saya berpendapat bahwa pemerintah juga perlu lebih menegaskan tata aturan mengenai bagaimana memodernisasi dengan tetap memperhatikan prinsip kehidupan yang berkelanjutan.
Salah Kaprah Penanganan Sampah
Petugas kebersihan tetap mengangkut sampah tanpa melakukan pemilahan, dan akhirnya, sampah berakhir di tempat pembuangan akhir tanpa penanganan yang memadai.Â
Setiap pagi dan sore, biasanya di daerah tempat saya tinggal, terdapat petugas kebersihan khusus yang mengangkut sampah-sampah rumah tangga menuju tempat pembuangan akhir.Â
Mereka menggunakan motor yang telah dimodifikasi dengan bak di bagian belakang atau mobil pengangkut limbah rumah tangga.Â
Saya seringkali bertemu dengan pemandangan tersebut saat mengantar anak-anak ke sekolah di pagi hari, di mana mobil-mobil pengangkut limbah berjalan lambat dengan petugas kebersihan yang berusaha memungut dan melemparkan sampah ke dalam bak mobil dengan tergesa-gesa.Â
Saya rasa ini adalah pemandangan yang umum di berbagai daerah. Pertanyaannya, apakah ada yang salah?Â
Jika dalam hati kita menjawab tidak ada yang salah, maka kita perlu merenung tentang semangat kita terhadap kehidupan yang berkelanjutan.Â
Meskipun telah banyak penekanan tentang penanganan sampah dan pemilahan sampah, pada kenyataannya, praktik ini masih belum maksimal diimplementasikan. Paling tidak, kita dapat memilah sampah menjadi organik dan non-organik.Â
Sampah organik berasal dari sisa-sisa bahan hayati, yang mudah terurai oleh organisme pengurai. Di sisi lain, sampah non-organik merupakan produk sintetis atau hasil produksi pabrik yang sulit terurai.
Pentingnya pemilahan sampah ini menjadi prinsip yang saya pegang dan ajarkan kepada keluarga saya. Dengan cara ini, saya berharap bahan-bahan hayati dan non hayati tidak bercampur, karena ketika keduanya dicampurkan, proses pengurai sampah organik terganggu, membutuhkan waktu lebih lama, dan dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat.
Saya percaya pengetahuan tentang pemilahan sampah adalah dasar etika terhadap lingkungan. Sayangnya, walaupun pengetahuan ini umumnya dimiliki oleh banyak orang, implementasinya seringkali kurang di lapangan.Â
Petugas kebersihan tetap mengangkut sampah tanpa melakukan pemilahan, dan akhirnya, sampah berakhir di tempat pembuangan akhir tanpa penanganan yang memadai.Â
Sampah menumpuk di tempat pembuangan akhir, menjadi bukit sampah, dan rentan terhadap kebakaran. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan.
Di provinsi tempat saya tinggal, Lampung, pada Oktober 2023, terjadi kebakaran di tempat pemrosesan akhir sampah di Bakung.Â
Kebakaran diduga terjadi akibat gas metana yang menguap dan terpercik api. Tempat pembuangan sampah tersebut menerima sekitar 800 ton sampah setiap harinya.Â
Sayangnya, setiap pagi dan sore, petugas kebersihan terus mengangkut sampah tanpa melakukan pemilahan, dan ini menjadi indikator bahwa penanganan sampah belum mendapatkan perhatian serius.Â
Masalah sampah ini juga tidak bisa disepelekan, selain kebakaran, longsor, air lindian, ada satu lagi yang saat ini sedang menjadi isu yang sedang tren, yaitu mikroplastik.Â
Mikroplastik ini sangat berbahaya bagi makhluk hidup sebab bisa menjadi bahan pencetus berbagai penyakit di dalam tubuh makhluk hidup.Â
Saya terus terang tidak habis pikir, akan sampai kapan kita diam dengan masalah sampah, yang setiap hari semakin menumpuk dan semakin membuat lingkungan tercemar.Â
Jika memang tetap tidak ditangani dengan baik, maka Indonesia berpotensi menjadi negara yang penuh dengan sampah. Kotor, kumuh, tercemar, dan tentu saja banyak penyakit yang berpotensi menyerang kehidupan kita.Â
Hal ini tentu saja menjadi lingkungan yang tidak optimal bagi tumbuh kembang generasi-generasi muda Indonesia. Bisa saja berpengaruh ke dalam fungsi-fungsi biologis, bahkan mungkin sampai aspek psikologis juga terpengaruh.Â
Jika hal ini tetap dibiarkan, tentu saja ini berpotensi mempengaruhi peradaban Indonesia.Â
Jangan-jangan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang bermasalah dengan fisik dan psikologisnya hanya karena masalah sampah yang menyebabkan generasi muda Indonesia tidak memiliki media untuk tumbuh kembang secara optimal, dan ini jelas merugikan bangsa kita.
 Sawah Menjadi Pemukiman
Saya, dan mungkin kita semua, menjadi saksi atas pengurangan luas lahan sawah yang terjadi setiap tahun.Â
Pada awal tulisan ini, saya mengungkapkan kepedihan hati melihat lahan persawahan yang kini digantikan oleh dinding-dinding kokoh yang menjulang.Â
Namun, dari tahun ke tahun, kejadian ini malah semakin meluas; lahan sawah semakin berkurang karena dialihfungsikan sebagai lahan pemukiman.
Penyusutan lahan sawah ini menjadi ancaman nyata terhadap kedaulatan dan ketahanan pangan di negeri kita.
Menurut laporan dari Kompas.id, setiap tahunnya terjadi rata-rata 130.000 hektar lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian dalam kurun waktu 2018-2023. Â
Mengutip dari Kompas.id, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan (BBSDLP) Bogor bahkan memprediksi bahwa pada tahun 2045, Indonesia hanya akan memiliki 5,1 juta hektar lahan sawah.Â
Data ini seharusnya tidak hanya menjadi catatan statistik belaka; kita tidak boleh menunggu hingga berkurangnya lahan sawah benar-benar menjadi masalah yang mendesak baru kita mengambil tindakan.Â
Penyusutan lahan sawah otomatis berdampak pada berkurangnya potensi Indonesia dalam menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan.
Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian bersama sebagai masalah serius, karena masalah pangan adalah tanggung jawab kita semua.Â
Dampak dari berkurangnya lahan sawah tidak hanya sebatas masalah kekurangan pangan, tetapi juga dapat merugikan kedaulatan negara.Â
Indonesia berisiko menjadi negara yang tergantung pada pasokan pangan dari luar, menciptakan posisi yang tidak menguntungkan bagi kita.
Kekurangan pangan juga memiliki dampak pada stabilitas keamanan dalam negeri, karena kenaikan harga pangan dapat menjadi pemicu kejahatan.Â
Masalah lingkungan juga terdampak, karena pengurangan lahan sawah untuk pemukiman mengurangi ruang hijau yang sangat penting sebagai penyedia oksigen dan penyerap karbon dioksida.Â
Berkurangnya penyerapan karbon dioksida dapat memperburuk efek rumah kaca, berkontribusi pada pemanasan global, yang bukan hanya menjadi bencana bagi Indonesia tetapi juga bagi seluruh dunia.
Yuk Bersuara!
Dalam menghadapi berbagai dampak luar biasa ini, apakah kita akan tetap diam tanpa bersuara tegas? Kondisi yang telah diuraikan di atas bukanlah sekadar isu, melainkan fakta yang terjadi di lapangan: penanganan sampah yang kurang baik dan luas lahan sawah yang semakin tergerus.
Tulisan ini hadir sebagai laporan yang mengajak kita semua untuk merenung bahwa Indonesia tengah menghadapi masalah serius saat ini.Â
Dampak jangka panjang bagi kehidupan di Indonesia di masa depan akan semakin besar jika kedua masalah ini tidak segera ditangani.
Meskipun berbagai teori dan kebijakan telah disusun untuk menangani sampah dan menjaga luas lahan sawah, tetapi apa yang perlu sekarang adalah penguatan kembali oleh pemerintah melalui kebijakan turunan yang dapat diimplementasikan di setiap daerah.
Sebagai contoh, dalam penanganan sampah, penting bagi setiap keluarga untuk memilah dan mengelompokkan sampah berdasarkan golongannya.Â
Namun, peran pemerintah sebagai komando utama dalam penanganan sampah tidak dapat diabaikan. Upaya setiap individu dapat terbuang percuma jika pemerintah tidak memberikan contoh dan melakukan penanganan sampah yang efektif.
Permasalahan lahan juga memerlukan tindakan nyata dari pemerintah. Meskipun kebijakan tentang lahan untuk kehidupan yang berkelanjutan sudah ada, namun implementasinya masih belum optimal, terutama di daerah-daerah tertentu.
Saya tidak melihat aksi nyata di daerah saya terkait kebijakan ini. Sawah-sawah yang dulu hijau asri semakin menyempit karena dinding kokoh yang berdiri menjulang, menciptakan gambaran miris tentang hilangnya lahan pertanian yang berharga.
Saatnya bagi kita untuk bertindak. Janganlah kita berpura-pura tidak tahu atau merasa bukan urusan kita. Seperti kapal besar di tengah samudra, Indonesia membutuhkan perhatian dan tindakan bersama. Kita dapat membandingkan dua kebocoran kecil di lambung kapal sebagai masalah sampah dan luas lahan yang menyusut. Pertanyaannya, apakah kita akan tetap diam atau bersuara?
Apakah kita akan proaktif dalam menyuarakan, mengajak, dan bahkan turut serta menambal bersama kebocoran tersebut?
Dalam kondisi kita saat ini, dengan penumpukan sampah yang terus meningkat dan lahan sawah yang semakin berkurang, apakah kita akan tetap nyaman untuk diam atau bersuara demi keberlanjutan hidup di Indonesia?Â
Semoga suara keresahan ini tidak hanya menjadi seruan hampa, tetapi benar-benar didengar oleh pemerintah. Dalam mendengarkan, kami berharap pemerintah dapat merenung dan meresapi urgensi isu-isu lingkungan yang diangkat, seperti penanganan sampah dan pelestarian lahan sawah.
Dalam merespons suara keresahan ini, pemerintah dapat menjadikan inisiatif ini sebagai momentum untuk meningkatkan koordinasi antar-lembaga, menjalin sinergi dengan sektor swasta, dan menggandeng berbagai pihak terkait.Â
Dengan begitu, kita dapat bersama-sama menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan dan memberikan warisan alam yang baik untuk generasi mendatang.
Saya mengajak seluruh saudara-saudara di tanah air untuk bersatu, peduli, dan kritis dalam menyuarakan isu-isu ini demi kehidupan berkelanjutan, demi Indonesia lestari!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI