Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Paradoks Perokok Anak: Tantangan dan Solusi

18 Desember 2023   22:41 Diperbarui: 19 Desember 2023   13:41 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: KOMPAS.id/Heryunanto

Dalam konteks ini, larangan terhadap siswa untuk tidak merokok tidak dapat diimplementasikan secara efektif jika para guru tidak mampu menjadi contoh yang konsisten. Maka, menjadi suatu keharusan bagi kami, sebagai tenaga pendidik, untuk memahami dan meresapi peran besar yang kami miliki dalam membentuk perilaku siswa. 

Saya yakin bahwa kesadaran akan dampak positif yang dapat dihasilkan oleh perubahan perilaku para guru terhadap merokok akan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi upaya melawan konsumsi rokok di kalangan siswa.

Melalui refleksi ini, diharapkan bahwa para guru dapat menyadari tanggung jawab moral mereka dalam menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan bebas dari kebiasaan merokok. 

Hanya dengan konsistensi dan kesadaran akan dampak buruk dari merokok, para guru dapat memainkan peran utama sebagai panutan positif bagi para siswa, sehingga larangan merokok bukan hanya sebuah peraturan di atas kertas, tetapi juga nilai yang dihayati dan dijunjung tinggi oleh seluruh komunitas sekolah.

Pelaku Usaha 

Perlu diingat bahwa pelaku usaha tidak sepenuhnya salah, karena hingga kini belum ada regulasi yang secara tegas melarang mereka menjual rokok kepada siapapun.

Pelaku usaha tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya penyebab masalah merokok, sebab merokok dipandang sebagai pilihan pribadi dengan segala risikonya. Banyak pelaku usaha yang menjual rokok, dan sayangnya, tanpa batasan yang jelas karena regulasi terkait rokok, terutama larangan bagi anak-anak untuk merokok, masih minim dan kurang tegas.

Ketidakjelasan dalam regulasi ini memberikan ruang bagi para pelaku usaha untuk tetap melayani pembeli di segala usia, termasuk anak-anak. Meskipun situasi ini menyedihkan, namun itulah realitas yang sering dihadapi. 

Saya sendiri sering menyaksikan anak-anak sekolah singgah di warung untuk membeli rokok sebelum melanjutkan perjalanan mereka menuju sekolah.

Oleh karena itu, fokus penulis bukanlah menyalahkan mereka, melainkan mengajak para pelaku usaha untuk turut serta dalam memutus mata rantai konsumsi rokok pada anak-anak Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan mendorong para pelaku usaha untuk memfilter konsumennya berdasarkan usia.

Dengan adanya gerakan bersama di kalangan pelaku usaha, yakinlah bahwa Indonesia dapat secara bertahap mengurangi angka anak-anak perokok. 

Melalui kesadaran dan tindakan bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bebas dari kebiasaan merokok di kalangan generasi muda. Sehingga, upaya ini bukan hanya menjadi panggilan moral, tetapi juga investasi dalam masa depan Indonesia yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun