Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hari Guru Nasional 2023: Menyadarkan Ego, Memupuk Kesadaran, dan Menghargai Peran Bersama

19 November 2023   11:38 Diperbarui: 19 November 2023   17:43 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terjadi lagi peristiwa kekerasan terhadap guru, kali ini seperti diberitakan oleh KOMPAS, siswa di Lamongan tega menganiaya guru di kelas hanya karena ditegur soal sepatu. Peristiwa ini sudah terjadi sekian kalinya di dunia pendidikan, konflik antara siswa dan guru, atau guru dengan orang tua siswa. 

Bahkan, insiden semacam ini semakin meningkat tiap tahunnya. Sebagai seorang guru, saya merasakan bahwa kewibawaan profesi ini seolah-olah telah hilang, terkikis oleh berbagai tindakan kekerasan yang menimpa rekan-rekan guru, baik dari siswa maupun orang tua siswa. 

Sebagai seorang guru, saya pun tidak terhindar dari pengalaman yang demikian, saya pernah diajak "duel" oleh seorang siswa, meskipun dengan nada cengengesan, seakan-akan ini sebagai bentuk manifestasi kewibawaan guru yang tidak lagi menakutkan. 

Ada pula kejadian ketika seorang orang tua hadir di sekolah, bertemu langsung dengan saya, dan mempertanyakan tata tertib sekolah yang dilanggar oleh anaknya. Saya sering kali bertanya-tanya mengapa fenomena penurunan marwah kewibawaan guru semakin merajalela. Sebaliknya, bukannya berkurang, berbagai kasus baru justru terus muncul dari waktu ke waktu.

Jika situasi ini terus diabaikan, generasi muda berpotensi melihat profesi guru sebagai sesuatu yang rendah, tanpa wibawa, dan penuh risiko. Saya ingin menegaskan bahwa maksud saya bukanlah merendahkan kewibawaan profesi guru, tetapi ini adalah ungkapan kekesalan saya sebagai seorang guru yang melihat rekan-rekan kami menjadi korban kekerasan hanya karena masalah sepele. 

Mulai dari masalah sepatu, seragam, nilai kecil, hingga masalah kewajiban sehari-hari yang seharusnya tidak perlu diingatkan lagi seperti sholat, jangan merokok, dan berbagai permasalahan lain seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara guru dan orang tua siswa.

Namun, belakangan ini, logika terbalik terjadi, di mana guru selalu berhadapan dengan siswa atau dengan orang tua siswa. Guru yang seharusnya mendapat dukungan malah menjadi korban, dianggap sebagai tersangka oleh siswa yang seharusnya mendapat bimbingan. Ini sangat menyakitkan bagi kami, sesama pendidik.

Melalui tulisan ini, saya berharap dapat menyampaikan pesan yang menjadi pemantik perubahan, tidak hanya bagi kami sebagai guru, tetapi juga bagi orang tua, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Setiap pihak perlu menyadari peran masing-masing yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Untuk itu, berikut adalah beberapa aspek yang seharusnya menjadi kesadaran bersama agar konflik semacam ini tidak terus berulang setiap tahunnya.

Berbagi Peran Pengasuhan

Orang tua siswa dan siswa harus menyadari bahwa ketika berada di sekolah, terjadi pembagian peran dalam pengasuhan. Saat anak berada di rumah, orang tua benar-benar menjadi orang tua, sementara guru menjadi pengganti orang tua saat anak berada di sekolah. 

Penting bagi pola pikir ini untuk senantiasa terpatri dalam benak siswa, orang tua, dan para guru. Anak, sebagai subjek langsung yang berinteraksi dengan guru, harus menyadari bahwa tugas pengasuhan orang tuanya digantikan oleh guru ketika mereka berada di sekolah. Pemahaman ini menciptakan rasa hormat, ketaatan, dan keterbukaan untuk menerima pengajaran dari para guru.

Kesadaran orang tua tentang berbagi peran dalam pengasuhan kepada guru di sekolah sangatlah penting. Pola pikir ini membantu orang tua menyetujui berbagai tindakan dan layanan asuhan bimbingan yang diberikan oleh guru kepada anak mereka. 

Jika pemahaman ini benar-benar disadari oleh guru dan orang tua siswa, konflik antara siswa dan guru, atau antara orang tua dan guru, seharusnya dapat diminimalkan. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap guru seharusnya menjadi bukti bahwa masih ada ketidakpahaman tentang arti sebenarnya dari berbagi peran pengasuhan dengan guru.

Munculnya ego "ini saya" dan "ini anakku" seringkali menjadi sumber konflik. Ketika ego ini mendominasi, benturan tidak dapat dihindarkan. Melalui tulisan ini, penulis mengajak siswa dan orang tua untuk dengan ikhlas menyadari bahwa guru berperan dalam pengasuhan saat mengajar di sekolah. 

Perlu diizinkan bagi guru untuk menganggap siswa dan anak orang tua sebagai objek yang perlu dididik dan diberikan nasihat demi kebaikan mereka di masa depan. Dengan kesadaran ini, diharapkan konflik antara siswa, orang tua, dan guru dapat diminimalkan, menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih harmonis dan produktif.

Kerjasama dan Komunikasi Efektif

Kerjasama dan komunikasi yang efektif antara siswa, guru, dan orang tua sangat diperlukan dalam mendidik anak di sekolah. 

Seiring dengan pengalaman sebagai seorang guru, terlihat bahwa anak-anak yang mendapatkan pola asuhan dengan kerjasama dan komunikasi yang efektif dengan sekolah cenderung lebih mudah untuk terdidik.

Ketika kerjasama dan komunikasi terhambat, biasanya anak-anak juga mengalami kesulitan dalam proses pendidikan. Komunikasi yang baik antara siswa, guru, dan orang tua menjadi kunci utama dalam menjalankan fungsi pembelajaran dan pendidikan. Jika salah satu pihak mengalami kesulitan atau terputus, tugas guru dan sekolah dalam memberikan pendidikan akan menjadi sangat sulit.

Tidak bijaksana jika orang tua sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada sekolah dan merasa pasrah tanpa melibatkan diri dalam layanan pendidikan anak. Dibutuhkan sinergi yang sempurna antara anak, guru, dan orang tua.

Orang tua harus tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, menjadi penguat utama bagi pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Saat sekolah mengajarkan konsep kepatuhan dan ketaatan terhadap norma serta tata tertib, orang tua juga memiliki peran penting sebagai penguat agar anak-anak patuh dan taat terhadap aturan yang berlaku di sekolah.

Penting untuk tidak bersikap acuh, membiarkan begitu saja, dan merasa pasrah terhadap peran sekolah. Sebaliknya, perlu adanya partisipasi aktif dari orang tua berupa komunikasi efektif dari orang tua dalam mendukung dan melibatkan diri dalam pendidikan anak, menciptakan lingkungan belajar yang kokoh dan mendukung perkembangan optimal anak di sekolah.

Memahami dan Menghargai Perkembangan Anak sebagai Amanah 

Guru, sebagai pemain kunci dalam proses pendidikan, tidak boleh bertindak sewenang-wenang hanya karena merasa memiliki tugas utama dalam memberikan pendidikan dan pembelajaran. 

Guru perlu memiliki kemampuan untuk menguasai dan memahami berbagai karakteristik anak didik di sekolah. Lebih dari itu, guru harus memandang setiap anak sebagai amanah yang dipercayakan kepadanya untuk menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. 

Penting untuk menyadari bahwa anak-anak di sekolah adalah individu yang masih dalam proses perkembangan. Mereka memiliki pola pikir dan perilaku yang belum sepenuhnya matang seperti orang dewasa.

Oleh karena itu, tidak bijaksana jika guru menganggap mereka setara dengan dirinya, dan mengharapkan mereka memiliki empati dan inisiatif sebagaimana yang dimiliki oleh guru. Realitasnya, anak-anak ini adalah individu yang masih dalam tahap perkembangan dan perlu bimbingan serta pengawasan.

Kesabaran adalah kunci, dan guru harus mampu memandang setiap anak sebagai amanah yang harus dijalankan dengan komprehensif. Penting untuk menyadari perbedaan kedewasaan antara guru dan siswa, dan tidak mengharapkan bahwa siswa memiliki tingkat pemahaman dan tanggung jawab yang setara dengan guru. Hanya dengan memahami peran ini, proses pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan baik.

Perlindungan Hukum untuk Guru 

Guru di tanah air berharap akan adanya perlindungan hukum yang kuat untuk mendukung pelaksanaan tugas mereka. Banyak guru yang harus menghadapi proses hukum hanya karena upaya mereka mendisiplinkan siswa. 

Konflik dengan orang tua juga seringkali menjadi masalah, terutama saat anak diminta untuk mentaati aturan sekolah. Oleh karena itu, diperlukan garansi dan perlindungan hukum dari pemerintah terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang dijalankan oleh guru.

Jika setiap tindakan yang diambil oleh guru dan sekolah dalam upaya mendidik anak diartikan sebagai pelanggaran hak-hak anak, maka dunia pendidikan akan kesulitan untuk maju. Penting untuk menciptakan garansi hukum yang melindungi guru ketika mereka menjalankan tugas pendidikan mereka. Namun, perlindungan ini seharusnya tidak menghapuskan tanggung jawab guru dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Pemerintah perlu turut hadir sebagai pengawas pelaksanaan tugas guru, memastikan bahwa pendidikan yang diberikan tetap sesuai dengan koridor pendidikan yang benar. Jika tidak ada perlindungan hukum yang memadai, dikhawatirkan guru akan kesulitan untuk memberikan pendidikan dengan leluasa. Bahkan, ada potensi bahwa guru menghindari keterlibatan dengan siswa karena takut terhadap konsekuensi hukum. Akibatnya, tanggung jawab moral guru terhadap pendidikan anak dapat berkurang, dan pendidikan moral mungkin terabaikan.

Dengan adanya ketegasan hukum yang menyokong profesi guru, diharapkan guru dapat menjalankan tugasnya sebagai fasilitator anak untuk belajar tanpa rasa takut, dan pendidikan moral tetap menjadi bagian integral dari peran mereka dalam membentuk generasi muda.

Wasana Kata

Kompas.id
Kompas.id

Jika dunia pendidikan masih dipenuhi oleh ego dari berbagai pihak, baik itu anak sebagai siswa, sekolah, maupun orang tua yang merasa dirinya hebat dan memiliki hak untuk tidak diganggu gugat kedaulatannya, maka dunia pendidikan akan terus terpuruk. 

Anak, guru, dan orang tua perlu menyadari peran masing-masing dan berbagi tanggung jawab dalam dunia pendidikan. Orang tua tidak bisa hanya pasrah kepada sekolah dan acuh, sebaliknya, mereka merupakan salah satu support utama dalam dunia pendidikan. Orang tua berperan sebagai penguat nilai-nilai baik yang diberikan oleh sekolah.

Pemerintah juga harus turut hadir untuk melindungi pelaksanaan tugas guru sehingga guru merasa aman dalam menjalankan tugasnya untuk mendidik anak. Semua elemen dalam dunia pendidikan perlu menyadari hal ini. 

Menjelang Hari Guru Nasional 2023, sebagai seorang guru, saya memohon kepada semua pihak untuk mengambil bagian dalam porsi dan tanggung jawab masing-masing.

Anak perlu menyadari bahwa mereka adalah objek dalam pendidikan, guru menyadari bahwa mereka adalah fasilitator dan mentor, orang tua menyadari bahwa mereka merupakan support utama, dan pemerintah harus memahami serta melindungi guru dalam menjalankan tugasnya.

Semoga dengan kesadaran ini, tercipta suasana kondusif dalam pendidikan anak, menghindarkan berbagai konflik yang selama ini sering terjadi di dunia pendidikan, seperti konflik antara guru dan siswa, maupun guru dengan orang tua siswa.

Dengan demikian, tujuan nasional pendidikan Indonesia dapat tercapai, di mana anak-anak menjadi generasi yang terdidik, berkarakter, dan beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir kata, saya sampaikan salam hormat dan apresiasi kepada Uda Akbar Pitopang atas kontribusinya yang sangat berharga di dunia pendidikan. Saya sangat menghargai waktu dan pandangan yang telah diberikan, memberikan pencerahan dan pembelajaran yang sangat berarti bagi saya sebagai seorang guru. 

Izinkan saya berkolaborasi dengan memohon segala saran dan tambahan penguatan dari Uda Akbar. Terima kasih banyak, selamat Hari Guru Nasional 2023 untuk Indonesia tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun