Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

WhatsApp Etiquette: 8 Etika yang Sering Terlupakan

20 September 2023   08:41 Diperbarui: 21 September 2023   19:51 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini mencoba menyadarkan kembali berbagai etika dalam berkomunikasi, sebab komunikasi yang dilakukan melalui WhatsApp juga dapat mempengaruhi berbagai hubungan yang kita jalin pada kehidupan yang sebenarnya. 

Dikutip dari CNBC Indonesia, berdasarkan laporan Business of Apps, diketahui total pengguna aktif WhatsApp secara global telah mencapai 2,41 miliar orang pada kuartal III-2022. Angka ini naik drastis jika dibandingkan satu dekade terakhir.

Melesatnya jumlah pengguna, dengan perkiraan penduduk di Bumi diproyeksikan telah melampaui 8 miliar jiwa. Artinya, sekitar 3 dari 10 penghuni Bumi adalah pengguna WhatsApp.

Masih dalam situs yang sama Indonesia sendiri menempati posisi ke-3 dengan jumlah 112 juta pengguna WhatsApp dari 275,77 juta jiwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari indonesiabaik.id. 

Artinya 40 persen penduduk Indonesia menggunakan WhatsApp sebagai platform komunikasi daring. Jumlah inipun bisa bertambah melihat trend perkembangan pengguna WhatsApp yang dari tahun ke tahun bertambah naik.

Tidak dipungkiri kecepatan dan kemudahan dalam berkirim pesan menggunakan WhatsApp menjadikan platform ini semakin populer dan WhatsApp membuktikan hampir menjadi satu-satunya media komunikasi terpopuler di seluruh dunia.

Namun dengan kenyamanan dan kecepatan yang ditawarkan oleh platform ini, kadang kala kita lupa tentang pentingnya etika dalam berkomunikasi. Sehingga sering kali tanpa disadari atau tidak disadari banyak berbagai etika komunikasi yang kita lupakan. 

Dalam artikel ini penulis mencoba membawakan delapan etika yang seharusnya sudah dimengerti oleh kita semua. 

Meskipun tampak seperti hal-hal yang biasa yang sudah sering kita pahami tapi pada kenyataanya masih banyak juga berbagai praktik pelanggaran etika komunikasi saat berbalas pesan di WhatsApp. 

Jadi tidak ada salahnya untuk kembali merefleksi ulang berbagai etika umum yang sudah merupakan sebuah kewajaran yang sering kali dilupakan oleh pengguna WhatsApp dalam rangka mencegah salah persepsi dalam komunikasi sehingga hubungan yang terjalin tetap terjaga dengan baik.

Pertama, pergunakan salam dan sapa dalam membuka percakapan

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Sering banget loh, tiba-tiba ada pesan masuk yang tanpa salam atau basa basi apapun. Kadang pesan ini juga diringi dengan instruksi atau sebuah pertanyaan. Yang jadi masalah adalah kenapa kok tidak dimulai dengan salam dan sapa. 

Padahal salam dan sapa adalah sebuah hal penting dalam membuka komunikasi dan interaksi dua arah. Bagi rekan-rekan yang masih enggan memulai perpesanan dengan salam, coba deh tanya dengan hatinya, apakah elok memulai percakapan tanpa salam terlebih dahulu. 

Lah ini cuman dimulai dengan "P", bahkan berulangkali dengan "P" dan "P" yang sama, seolah-olah memaksa kita untuk merespon apa yang diinginkan oleh pemberi pesan.

Kalau memang malas untuk membuka percakapan, udah deh manfaatkan aja panggilan WhatsApp yang bisa segera direspon oleh yang disapa. 

Coba sadari, masa iya sih, kita yang butuh, justru kita yang meminta respon dari "P" kita. Kadang kala penulis sengaja mengabaikan pesan yang hanya "P" dan "P", baru akan penulis respon ketika sang pemberi pesan memulia percakapan dengan salam ataupun bertelepon.

Mulai sekarang mari kita ubah kebiasaan kita dalam memulai percakapan di WhatsApp yuk!

Kedua, tulis nama sesuai dengan kaidah penulisan

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Sepele si, tapi jadi kebiasaan loh nanti, dan penulis pikir juga tidak elok. Nama adalah sebuah kata spesial yang sakral loh, di dalam nama terselip sebuah doa dan harapan. 

Jadi mengagungkan nama yang tertulis pada setiap jentikan jari di keyboard kita adalah sebuah hal yang pantas dan bermartabat. Penulisan nama di awali dengan huruf kapital, dan pastikan tidak typo. 

Tetap gunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dengan baik dan benar dalam penulisan nama. Jangan justru malah membuat nama yang kita sebut layaknya sebuah frasa biasa yang tanpa makna.

Tapi cobalah menghargai sebuah nama dalam perpesanan WhatsApp ini dengan baik. Senang dan bangga loh ketika ada teman yang menyebut dan menuliskan nama kita di WhatsApp sesuai dengan kaedah PUEBI. 

Hal tersebut menandakan bahwa teman tersebut memang benar-benar menghargai kita. Sama lah dengan komunikasi luring dengan tatap muka langsung, teman salah sebut nama saja kita protes loh. 

Jadi wajarkan kalau ini juga berlaku di percakapan WhatsApp?

Ketiga, balas yang sudah dibaca

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Selain terkesan abai terhadap pesan yang disampaikan, tidak membalas pesan yang sudah dibaca juga layaknya tidak menghormati individu pengirim pesan. 

Hal ini juga memberikan kesan angkuh dan acuh pada teman yang mengirim pesan. Lagi-lagi juga sama loh komunikasi daring dengan luring, gimana kalau kita tanya dengan teman trus gak dijawab, padahal teman tersebut sudah manggut-manggut tanda mengerti dengan apa yang kita bicarakan, kesal gak? kesal kan.

Seolah kita tidak dihargai loh, dicuekin, padahal lo sudah dibaca, bisa-bisanya ditinggal gitu aja tanpa balas pesan yang sudah dibaca, bisa overthingking juga bagi yang pesannya gak dibalas.

Berbagai persangkaan buruk bisa muncul hanya gara-gara pesan yang tidak dibalas, jangan-jangan gak suka ni sama aku, jangan-jangan dia marah ni sama aku, atau jangan-jangan dia gak setuju ni sama aku, atau berbagai dugaan yang lain.

Rasanya gak nyaman loh, ada rasa penasaran di dada kenapa pesannya sudah dibaca namun tidak dibalas. 

Sebab yang namanya sebuah perpesanan lazimnya ada sebuah afirmasi yang menunjukkan bahwa pesan telah sampai, dimengerti sehingga pemberi pesan pun paham bahwa tujuan berkirim pesan sudah tercapai.

Tapi apa jadinya ketika tidak di balas?

Keempat, balas tulisan dengan tulisan

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Jangan apa-apa dibalas dengan emoticon atau sticker ya, kasih effort dikit lah. Balas tulisan dengan tulisan, balas sticker dengan sticker, jentikan jari-jari pada keyboard hanya sebentar dan tidak lama kok. 

Kasian juga pemberi pesan uda capek-capek ngetik hanya dibalas dengan emoticon atau sticker. Rasanya gak worth it, serasa pesan kita ini disepelekan.

Padahal apa susahnya si ngetik di keyboard untuk balas pesan, hargailah orang lain sebagaimana dia telah memberikan usaha lebih untuk ngetik di keyboard.

Biasanya ini juga terjadi saat-saat berbalas pesan ucapan selamat, sudah diberikan ucapan selamat berbahagia yang panjang dengan berbagai do'a kebaikan, e.. dia nya hanya balas dengan emoticon atau sticker, sakit gak?

Kadang ada rasa kecewa, menyesal ngapain harus ngetik panjang-panjang padahal balesnya gini doang, please lah hargai orang lain agar orang lain juga menghargai kita.

Gak nyaman juga kan kalau seandainya juga diperlakukan serupa ketika berbalas pesan?

Kelima, jangan gunakan huruf kapital

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Huruf kapital menandakan sebuah penekanan dan kadang digunakan untuk menunjukan pemberi pesan sedang marah, tapi ini obyektif sih.

Ada rasa intimidasi, pemaksaan, penekanan pada sebuah pesan yang ditulis dengan huruf kapital seluruhnya. Dan juga tidak sopan lah berbalas pesan dengan menggunakan huruf kapital.

Sepatutnya hal ini perlu dihindari, sebab sang penerima pesan bisa-bisa salah loh mengartikan dibalik pesan yang menggunakan huruf kapital semua.

Ditambah dengan huruf kapital tanpa emoticon ataupun tanda baca apapun, fix lah bikin orang over thingking. Buat pikiran yang diberi pesan dipenuhi dengan berbagai asumsi-asumsi yang jelek.

Lagian ngapain sih harus menggunakan huruf kapital semuanya, kan bisa memilih ada fiturnya loh tinggal pilih mau huruf kapital atau tidak.

Seakan-akan jika dibayangkan pesan yang ditulis dengan huruf kapital itu layaknya kalimat yang dilisankan dengan nada yang tinggi, berisi tentang intruksi ataupun penekanan tentang sesuatu, dan fix itu gak sopan lah.

Keenam, gunakan tanda baca atau emoticon agar terlihat ramah

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Tanda baca dan emoticon juga penting digunakan loh, hal ini membuat apa yang kita tulis, pesan yang kita sampaikan terkesan menjadi ramah dan hangat. 

Ada banyak ekspresi dari emoticon yang bisa kita gunakan di whatsapp, gak usah khawatir, semuanya lengkap. Tapi jangan sampai salah menempatkan emoticon ya.

Jangan sampai salah juga menempatkan tanda baca loh, ada tanda seru, tanda tanya, tanda titik-titik yang bisa kita pilih sebagai bentuk ekspresi dalam berkomunikasi dengan menggunakan whatsapp.

Salah dalam memilih emoticon atau sticker bisa berabe loh, urusannya panjang. Kita juga perlu saring-saring mana emoticon atau sticker yang cocok atau tidak cocok.

Jangan sampai gegara sticker doang jadi salah persepsi satu sama lain. Kalau kita bingung apa arti masing-masing sticker, coba deh googling dulu.

Jadi gak asal comot emoticon dan sticker, tapi pelajari dulu apa yang sedang di diskusikan berikutnya sesuaikan emoticon dan sticker dengan topik yang sedang kita bahas. 

Emoticon dan sticker ini membuat kita terlihat lebih humble kepada siapapun yang berkirim pesan, suasana lebih cair lah, penerima pesan seolah-olah mampu melihat emosi dari emoticon ataupun sticker yang kita berikan.

Masak secanggih dan se humble ini fitur WhatsApp tidak kita gunakan demi kualitas komunikasi yang lebih baik? 

Ketujuh, gunakan basa basi yang tidak basi

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Sewajarnya saja lah kalau memang harus berbasa basi, warga kita memang warga yang ramah dan paling bisa dengan basa basi, tapi jangan sampai basa basi justru menjadi sesuatu yang berlebihan dan tidak elok.

Katakan yang benar dengan sebenarnya, jangan dibumbui dengan berbagai hiperbola kata yang buat penerima pesan tidak nyaman. Termasuk didalamnya adalah bagaimana kita memanggil seseorang dengan sapaan sebutan.

Ada loh yang berantem hanya gara-gara merasa tersinggung dipanggil haji saat di WhatsApp. Rasanya justru bukan seperti memotivasi malahan, justru seperti melecehkan.

Jadi gak perlu lah panggil dengan menggunakan sebutan-sebutan yang "berat" tidak sesuai faktanya, tapi panggil saja dengan sebutan yang biasa digunakan, pak, ibu, mas atau apapun, agar tidak terkesan melecehkan.

Atau basa-basi dengan merendahkan diri yang berlebihan, misal dengan ngetik saya yang paling bodoh, yang paling ndak punya, atau apapun itu.

Ndak perlu lah, bernarasilah dengan narasi yang sesuai dengan fakta dan jangan pernah memanggil orang dengan gelar yang tidak ada pada orang tersebut, contoh dengan sebutan pak haji pada orang yang belum melaksanakan ibadah haji atau pak doktor bagi orang yang memang bukan doktor.

Kadang malah narasi yang berlebihan juga jadi krik-krik dan buat gak nyaman lawan pesan kita loh. Jadi mulai sekarang, biasa ajalah, panggil ya panggil tapi dengan cara yang santun. 

Rendah hati juga boleh, tapi cukuplah dengan seadanya, jangan sampai malah justru keliatan malah bener-bener berlebihan, hingga akhirnya menimbulkan kesan enegh.

Delapan, telpon balik panggilan tak terjawab

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Hargai seorang yang telah melakukan panggilan telepon whatsapp kepada kita namun tidak sempat terjawab. Telpon balik ataupun sempatkan untuk menanyakan "ada apa", mungkin ada sesuatu yang penting atau hal lain yang harus segera disampaikan.

Telpon balik teman saat mereka melakukan panggilan WhatsApp namun tidak terjawab adalah sebuah penghargaan yang luar biasa bagi teman tersebut.

Tapi kalau ada panggilan tidak  terjawab trus kita diemin aja tanpa konfirmasi apapun, nah inilah yang gak boleh, seolah kita abai terhadap teman tersebut.

Lagian apa susahnya si tinggal balik telpon ke nomor yang sudah menghubungi kita tadi. Malah jelas loh apa yang dimau dari telpon yang seharusnya terjawab tadi.

Teman yang gagal telepon tadi juga akan lebih lega dan ikhlas hati ketika ditelpon balik oleh kita. Kesan dihargai akan muncul jika kita melakukan ini.

Apalagi jika panggilan tersebut berulang kali, pasti ini kemungkinan ada sesuatu yang penting. Jangan pernah deh kita abaikan, bisa-bisa kita ditandai oleh sang penelpon. 

Jadi besok lagi kalau terlihat di layar WhatsApp kita ternyata ada panggilan tak terjawab, please telpon balik dan konfirmasi apa yang sedang terjadi.

Kecuali itu panggilan dari nomor yang belum kita kenal ya, harus waspada juga, sebab banyak sekali modus penipuan yang bertebaran via WhatsApp.

Wasana Kata

Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar
Sumber gambar: dokumen pribadi dari tangkap layar

Secara umum penulis menggaris bawahi bahwa etika dalam berkomunikasi tidak akan lepas walau berganti dalam media apapun.

Komunikasi daring dengan WhatsApp tidak menggugurkan etika yang menjadi keumuman saat komunikasi dilakukan luring melalui tatap muka langsung. 

Apalagi dengan berbagai upgrade yang dilakukan oleh whatsapp, komunikasi menjadi lebih menarik dan bisa lebih ekspresif dengan memanfaatkan berbagai macam emoticon ataupun sticker yang sudah tersedia ataupun yang bisa kita download.

Jika ada yang bilang, ribet amat sih cuman WhatsApp an aja sampai ada berbagai etika yang harus diperhatikan. 

Hai, halo, It's common sense loh, ini emang uda seharusnya demikian.

Sebenarnya gak perlu juga diomongin-omongin lagi, hal di atas adalah sebuah hal yang wajar dan mestinya harus diterapkan agar komunikasi dan hubungan kita tetap berjalan dengan baik.

Btw, di atas adalah kondisi yang diharapkan secara keumuman, dikecualikan pada relasi yang sangat dekat sehingga kedelapan hal tersebut bisa saja tidak terpenuhi, asalkan penerima dan pemberi pesan sama-sama sepakat bahwa hal itu wajar, lumrah dan baik, It's Ok! dan kedelapan hal tersebut juga berlaku ya pada percakapan di grup.

Oh iya, kedelapan hal tersebut jangan malah buat komunikasi jadi kaku ya, tetap santuy tapi penuh etika, sepakat!

Yok, beretika di WhatsApp.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun