Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kontestasi Politik 2024: Bagaimana Tetap Akrab di Akar Rumput

3 September 2023   11:29 Diperbarui: 5 September 2023   06:56 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Widodo bersama Prabowo Subianto berswafoto. (Sumber: Presiden Joko Widodo via kompas.id)

Kontestasi politik tertinggi yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan segera digelar di tahun mendatang pada 14 Februari 2024. Seiring berjalannya waktu hari demi hari tidak terasa perhitungan mundur menuju perhelatan akbar demokrasi di negeri kita semakin dekat. Berbagai manuver pasangan calon dan partai politik menambah tensi demokrasi juga semakin tinggi. 

Setidaknya ada dua manuver politik yang penulis simpulkan sebagai fenomena yang luar biasa di tahun 2023 ini. 

Pertama adalah hengkangnya Budiman Sudjatmiko dari PDI Perjuangan dan berbalik menjadi pendukung Prabowo Subianto dan yang kedua adalah Anies Baswedan dan Nasdem yang memilih Cak Imin menjadi bacawapres setelah sebelumnya Anies terlihat mesra dengan AHY. 

Politik memang tidak bisa ditebak segala perubahan bisa saja terjadi dalam sekejap. Tidak perlu terpaku lawan dan kawan, politik dan kekuasaan tidak memandang itu, yang ada hanyalah kepentingan dan kepentingan. Tak heran berbagai manuver politik pun dilakukan.

Saling mengejek, berbagi rumor negatif dengan tujuan menjatuhkan citra salah satu pasangan calon adalah hal yang sering kita dapati saat kontestasi politik ini akan digelar. 

Tensi politik yang senantiasa memanas jelang pilpres tidak hanya dirasakan oleh elite politik yang berada di pusat, pada domain akar rumput pun tensi juga memanas. 

Dukungan dari akar rumput juga hal yang tidak bisa disepelekan, bahkan boleh jadi penulis katakan justru sebagai dukungan utama bagi partai politik ataupun pasangan calon presiden pada pilpres yang digelar. 

Dikutip dari kpu.go.id, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Itu artinya justru pemenangan bisa dilakukan ketika pasangan calon ataupun partai mampu mengambil hati dari akar rumput. 

Joko Widodo bersama Prabowo Subianto berswafoto. (Sumber: Presiden Joko Widodo via kompas.id)
Joko Widodo bersama Prabowo Subianto berswafoto. (Sumber: Presiden Joko Widodo via kompas.id)

Berebut dukungan akar rumput menjadi salah satu agenda bagi pasangan calon dan partai politik tertentu sebagai bagian dari strategi pemenangan. Dan pada era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang ini perebutan terjadi tidak hanya di domain luar jaringan tetapi juga di dalam jaringan. 

Tak jarang penulis temukan beberapa teman yang saling beradu argumen dan saling sindir atas dukungan yang mereka pilih masing-masing. Di sosial media pun banyak perdebatan sengit yang terjadi akibat saling dukung pasangan calon ataupun partai. 

Tentu saja tensi politik yang memanas di akar rumput ini bisa saja berpotensi menjadi konflik, baik konflik antar personal maupun konflik antar golongan. 

Dan tentu saja adanya konflik ini membuat potensi terpecah belahnya bangsa juga semakin besar. Maka dengan ini penulis menghimpun setidaknya ada tiga hal penting yang harus kita sadari dan lakukan pada kontestasi politik menuju pilpres 2024 agar domain akar rumput tetap akrab dan tidak rusuh terpecah belah hanya karena agenda rutin politik lima tahunan sekali ini. 

Pertama, Sadari Tak Ada Teman dan Lawan Abadi dalam Politik

Sumber: Kompas Images/Mundri Winanto
Sumber: Kompas Images/Mundri Winanto

Siapa yang mengira jika pada akhirnya Cak Imin menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden yang diusung oleh partai Nasdem. Awalnya publik disajikan dengan berbagai kemesraan antara Anies dengan AHY sebagai pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden ternyata saat detik-detik pendaftaran bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden ke KPU semuanya berubah. 

Politik memang tidak bisa ditebak, fenomena manuver politik yang dilakukan Anies dan Demokrat ini dianalogikan bak sebuah pernikahan, tunangan dengan AHY, menikahnya dengan Cak Imin, duh, berat memang berat. 

Politik memang berat, banyak manuver yang mungkin bisa saja terjadi, jadi jangan terlalu berharap-harap besar di dalam politik. Karena apa yang kita yakini, kita dukung sekarang belum tentu besok, lusa atau ke depannya tetap sesuai dengan apa yang kita inginkan saat ini.

Sebenarnya manuver dalam politik sah-sah saja, sebab dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang ada adalah kepentingan yang abadi. Tidak peduli dia kawan ataupun pernah jadi lawan yang pasti satu sama-sama saling menguntungkan. 

Masih ingatkah dulu bagaimana perang dingin yang terjadi antara SBY dan Megawati sebab SBY yang kala itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri tiba-tiba diusung dan dicalonkan sebagai bakal calon presiden pada pemilu tahun 2024. 

Atau masih ingatkah kita dulu pada tahun 2009 bagaimana Megawati Soekarnoputri bergandengan mesra dengan Prabowo sebagai pasangan capres dan cawapres pada pemilu kala itu. 

Atau masih ingatkah kita bagaimana dukungan Prabowo kepada Jokowi-Ahok yang kala itu mencalonkan diri sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada pilkada DKI Jakarta 2014.

Mungkin masih segar juga dalam ingatan kita saat debat antara Jokowi dan Prabowo pada tahun 2019 yang digelar oleh KPU sebagai salah satu tahapan pemilihan umum dalam rangka memilih presiden dan wakil presiden saat itu. 

Politik memang kejam tapi dalam politik memang demikian, berbagai manuver bisa dilakukan. Dari era Megawati Soekarno Putri yang pada akhirnya harus menjadi rival politik oleh menteri dalam kabinetnya sendiri, Prabowo yang pernah menjadi bakal calon wakil presiden yang mendampingi Megawati, sampai drama Prabowo yang harus menghadapi Jokowi saat pemilu presiden 2019 yang notabene dulu Prabowo lah salah satu yang menjadi pendukung Jokowi saat mencalonkan diri menjadi Gubernur Jakarta pada 2014. 

Fenomena di atas adalah berbagai manuver politik yang pernah dilakukan oleh politisi di negeri kita dan sebenarnya masih banyak lagi berbagai contoh yang lain. 

Di dalam politik memang tidak ada yang abadi, yang abadi hanya satu, yaitu kepentingan, maka sudah-sudahlah bagi yang masih ngeyel menjagokan tokoh atau partai tertentu pada 2024 nanti, sudah waktunya untuk berpikir jernih dan menghentikan kengeyelannya tersebut. 

Jadilah seorang pendukung yang juga mampu menalar dan dinamis, jangan hanya karena saling dukung antar calon justru membuat hubungan pertemanan, antar tetangga dan keluarga menjadi rusak. Anggap ini adalah dinamika di dalam berbangsa bernegara dan berdemokrasi. 

Mendukung pasangan calon boleh, tetapi menghujat, menghina pasangan calon dan saling adu dukungan dengan pendukung pasangan calon lain hingga timbul konflik, inilah yang harus kita hindari, sebab di dalam politik semua bisa terjadi, jadi jangan baperan ya, tetap berlogika dan sadari bahwa tidak ada yang abadi di dalam politik. 

Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi adalah kepentingan!

Kedua, Jangan Loyalitas Buta

Sumber: kompas.com/Fathur Rochman
Sumber: kompas.com/Fathur Rochman

Menjadi loyalis salah satu pasangan calon atau partai peserta pemilu sah-sah saja, yang harus dihindari adalah bagaimana dukungan dan loyalitas kita ini menjadi loyalitas buta, loyalitas yang tanpa batas. Berbeda dukungan dengan teman, tetangga ataupun keluarga juga hal yang wajar, yang tidak wajar adalah bagaimana ketika dukungan kepada pasangan calon atau partai menjadi loyalitas buta tanpa batas sehingga saling beradu dukungan. 

Loyalitas buta dapat merugikan diri sendiri dan mematikan jiwa demokrasi didalam berbangsa dan bernegara. Bayangkan dengan loyalitas buta maka kita menutup celah berpikir kritis dan menutup pemahaman kita agar bisa melihat dari berbagai sudut pandang, dan inilah yang menjadi racun di dalam demokrasi negeri ini. 

Para loyalis buta ini berpotensi menjadikan tensi politik semakin tinggi dan rentan dengan berbagai gesekan.

Politik adalah sesuatu yang tidak bisa ditebak, kita sama-sama melihat bagaimana dulu Cak Imin juga dekat dengan Prabowo. Kadang mesra juga dengan Puan Maharani, dan ternyata pada akhirnya Cak Imin jatuh pada pelukan Anies dan Nasdem. 

Sebagai mesin penggerak politik dan demokrasi loyalitas kita memang penting tapi apa jadinya ketika benar-benar menjadi loyalitas buta tanpa nalar kritis. 

Situasi politik bisa berubah dalam waktu yang relatif singkat, dan perubahan ini lagi-lagi karena sebuah kepentingan. Manuver politik dari Anies dan Nasdem ini juga karena sebuah kepentingan yaitu bagaimana mencari potensi maksimal dalam meraup perolehan suara pada kontestasi politik di 2024 nanti.

Jadi sudah-sudah lah, jangan hanya karena pemilu presiden dan wakil presiden menjadikan hubungan kita dengan teman, tetangga dan keluarga menjadi rusak. Kadang kala saling adu dukungan juga hadir di sela-sela ngopi saat rehat dikantor. 

Sepanjang penulis alami, kadang topik politik menjadi topik panas dalam obrolan. Bahkan ada beberapa rekan kerja penulis yang hubungannya menjadi rusak karena saling dukung pasangan calon. 

Mendukung pasangan calon atau partai manapun tidak masalah, yang jadi masalah adalah ketika dukungan dan loyalitas itu menjadi loyalitas buta. Ketika loyalitas sudah membabi buta maka semua hal menjadi sensitif. Bahkan hanya sekedar gurauan saja dianggap sebuah ejekan untuk pasangan calon ataupun partai yang didukungnya. 

Jadilah loyalis yang menggunakan logika berpikir kritis, buka pandangan dan pikiran kita dengan berbagai dinamika politik yang terjadi. Jangan korbankan berbagai hubungan kita hanya karena berbeda dukungan pada pasangan calon ataupun partai yang dicintai. 

Ketiga, Jangan Saling Serang dan Menjatuhkan

Sumber: Kompas/Eddy Hasby
Sumber: Kompas/Eddy Hasby

Membanggakan masing-masing pasangan calon dan partai politik tertentu tidak masalah. Yang jadi masalah adalah ketika dukungan itu mengarah pada hal-hal yang merusak, seperti saling menjatuhkan dan saling serang. Dewasa ini saling serang dan saling sindir di media sosial ramai terjadi loh. Banyak berbagai oknum di media sosial yang saling menjatuhkan pasangan calon presiden lawan politiknya tersebut. 

Dari berbagai platform media sosial yang ada, seperti Youtube, Facebook, X, Instagram, mereka hadir dalam berbagai akun media sosial tersebut. Konten postingan biasanya saling menjatuhkan tokoh-tokoh yang didukung oleh lawan politiknya. Dari soal kebijakan yang dianggap tidak tepat hingga persoalan pribadi juga dikorek-korek dicari-cari kesalahannya. 

Semua loyalis menganggap bahwa apa yang didukung mereka adalah yang terbaik dan d iluar apa yang mereka dukung tidak pantas menduduki kursi kepemimpinan. Sehingga wajar kadang kita temukan berbagai postingan yang bernada sarkas dan melecehkan berada di media sosial.

Tidak hanya di media sosial saja, berbagai situs tentang dukungan ataupun menjatuhkan lawan juga banyak bermunculan. Penulis pernah menemukan salah satu situs khusus yang berisi tentang berbagai narasi yang menjatuhkan salah tokoh bakal calon presiden. 

Berbagai konten media sosial dan situs tersebut pada akhirnya mampu membentuk opini publik terhadap tokoh yang didukung ataupun lawan dari lawan politik tokoh yang didukung tersebut. 

Dan kadang justru kitalah yang berada di akar rumput yang menjadi korban. Korban berbagai propaganda saling dukung antara pasangan calon. 

Kadang malah kita sendiri yang ribut antar sesama teman, tetangga dan keluarga hanya gara-gara berbagai postingan yang tidak bertanggung jawab tersebut. Bahkan debat dan saling serang juga terjadi antara kita dengan pengguna media sosial yang sama sekali tidak kita kenali hanya karena saling dukung pasangan calon dan partai. 

Saling serang dan saling menjatuhkan juga tidak hanya terjadi di dalam jaringan, di luar jaringan pun sering terjadi. Penulis sering mendapati tetangga, teman, ataupun keluarga penulis yang juga saling beradu argumen dengan saling serang dan menjatuhkan pada berbagai kesempatan. 

Tidak luput pada circle sahabat ngopi penulis juga demikian, kadang saling serang argumen dan saling menjatuhkan. Beradu argumen dengan saling serang ini juga rentan dan berpotensi menjadi saling serang secara fisik dan sama sekali tidak worth it sebab mereka yang kita dukung dengan berbagai argumen mati-matian pun justru kadang malah saling berpelukan mesra. 

Saling serang dengan berbagai argumen juga membuat hubungan antar kita berpotensi renggang bahkan rusak, kalau sudah gini siapa yang rugi, kita kan? 

Mereka yang kita dukung berpelukan mesra, sedangkan kita jadi saling gak enakan di kantor hanya karena saling serang argumen karena berbeda dukungan, wkwwk, kocak!

Wasana Kata

Sumber KOMPAS.com/Garry Lotulung
Sumber KOMPAS.com/Garry Lotulung

Beberapa hal di atas berdasarkan pengalaman penulis dalam melewati berbagai masa kontestasi politik yang digelar di negeri kita. 

Pertama kali penulis menyumbangkan suara pada pemilu 2004, berarti ada 4 kali kontestasi politik yang pernah penulis alami. Dan pada semua kontestasi politik yang penulis alami selalu penuh dengan berbagai dinamika dan manuver tokoh politik, pasangan capres ataupun partai politik pendukung. 

Dari berbagai hal ini penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa real memang tidak ada yang abadi dalam dunia politik, yang abadi adalah sebuah kepentingan. 

Tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, jadi tidak perlu ngoyo dan ngeyel, menjadi loyalis buta bahkan saling serang hanya untuk mendukung salah satu pasangan calon atau partai politik tertentu. 

Apa yang menjadi musuh mereka saat ini justru bisa jadi berbalik menjadi teman yang saling dukung, ataupun sebaliknya apa yang menjadi teman saat ini pun bisa menjadi lawan. 

Jangan menguras pikiran kita dengan berbagai pencarian argumen yang membenarkan pasangan calon dan partai yang kita dukung, jadilah loyalis yang berpikir kritis, terbuka dengan segala perspektif dan toleran. 

Dukung sekadarnya saja dan jangan saling sikut serta jangan korbankan kehidupan kita hanya karena berbeda dukungan pada kontestasi politik yang rutin digelar ini!

Semoga Bermanfaat

***Junjung Widagdo***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun