Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Hal yang Harus Dipikirkan Korban KDRT Sebelum Memutuskan Kembali Bersama

14 Oktober 2022   17:38 Diperbarui: 15 Oktober 2022   11:30 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lesti Kejora disebut sudah menandatangani surat pencabutan laporan KDRT terhadap suaminya, Rizky Billar (Ilustrasi gambar diambil dari news.detik.com)

"Pilih Berdamai, Lesti Kejora Nangis Peluk Rizky Billar hingga Cabut Laporan"

Demikian salah satu judul artikel yang tayang di kompas.com hari ini. Polemik rumah tangga Lesti dan Billar ini selalu menghiasi beranda media-media arus besar di negeri kita. Sepertinya masyarakat memang sangat kepo terhadap perkembangan kasus KDRT yang terjadi di rumah tangga mereka. 

Pasalnya pasangan ini salah satu pasangan selebritis tanah air yang menuai pro dan kontra bagi warganet, tapi pada akhirnya hubungan merekapun sampai pada jenjang pernikahan. 

Pernikahan mereka pun menjadi ajang komersialisasi tayangan bagi stasiun televisi yang menayangkannya. Digelar cukup mewah dengan durasi yang panjang, membuat pernikahan mereka bak pernikahan terbesar dan termewah di Indonesia. 

Kasus KDRT ini membuat kaget segenap masyarakat, ternyata pernikahan mereka dalam kebahagiaan yang semu. 

Lesti Kejora disebut sudah menandatangani surat pencabutan laporan KDRT terhadap suaminya, Rizky Billar (Ilustrasi gambar diambil dari news.detik.com)
Lesti Kejora disebut sudah menandatangani surat pencabutan laporan KDRT terhadap suaminya, Rizky Billar (Ilustrasi gambar diambil dari news.detik.com)

KDRT pun terjadi karena Billar diduga selingkuh di belakang Lesti. Laporan dilayangkan ke pihak berwajib, Billar pun resmi menjadi tersangka. 

Tapi pada pagi hari ini drama kembali terjadi, Lesti mencabut laporan KDRT yang dilakukan oleh Billar dan mereka pun berbagi tangisan di salah satu ruang Polres Metro Jakarta Selatan. Seakan-akan Lesti melupakan apa yang sudah terjadi dengan dirinya dan pernikahannya.

KDRT Trend Masalah Rumah Tangga

KDRT Trend Masalah Rumah Tangga (Ilustrasi gambar diambil dari klikdokter.com)
KDRT Trend Masalah Rumah Tangga (Ilustrasi gambar diambil dari klikdokter.com)

"Komnas Perempuan mencatat KDRT menjadi kekerasan yang selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan," kata Siti seperti dikutip dalam CNNIndonesia.com, Jumat (30/9).

Pada 2021, Komnas Perempuan menerima 2.527 kasus kekerasan di ranah rumah tangga/personal, dan kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus KDRT/RP dan selalu berada di atas angka 70%, seperti yang dipaparkan oleh Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan, Sabtu (1/10/2022) dikutip pada news.detik.com.

Prosentase yang sangat besar dari banyaknya kasus dalam satu tahun yang terjadi di Indonesia. 

Dikutip dari kumparan.com, berdasarkan Buku Tahunan Statistik Indonesia tahun 2021, KDRT menempati urutan ke-4 sebagai faktor yang menyebabkan perceraian di tanah Air. 

Kasus perceraian karena KDRT sepanjang tahun 2020 lebih banyak dari tahun 2021 yaitu mencapai 3.271 kasus.

Ini artinya bahwa KDRT memang jadi sebuah trend masalah bagi rumah tangga pasangan Indonesia, ternyata rumah tangga Indonesia belum ramah terhadap perempuan. Buktinya dari paparan di atas bahkan kekerasan terhadap istri selalu dominan terjadi. 

Angka kasus KDRT di atas adalah angka yang dilaporkan, real yang ada di masyarakat bahkan mungkin lebih banyak, tapi para korban lebih memilih berdamai sehingga tidak perlu membuat laporan. 

Apa yang harus dilakukan oleh korban KDRT?

Ternyata cinta itu memang buta, saya tidak akan sebut korban yang berada di sekitaran rumah kami karena pembaca pasti tidak akan kenal, pada kasus Lesti ini lah kita membuktikan bahwa cinta itu memang benar-benar buta. Seperti yang diberitakan pada kompas.com, tidak hanya mencabut laporan, tapi Lesti juga menangis memeluk Bilar, mereka kembali bersama! merasa di prank kan?

Jika Anda merasa geram pada kasus ini, berarti kita sama. Dan sepertinya memang tidak hanya dalam kasus Lesti, banyak kasus-kasus KDRT pasangan rumah tangga lain yang pada akhirnya berakhir damai. 

Rumah tangga memang rumit kadang berbalut kasih sayang luar biasa, kadang ada perselisihan luar biasa yang seakan-akan membuat rumah tangga harus segera berakhir. 

Bagi para warganet, besar harapan bahwa Lesti sudah tidak akan lagi bersama dengan Billar. Sama juga dengan kasus-kasus KDRT yang terjadi di masyarakat, banyak sanak saudara, rekan dan tetangga yang akan meminta korban KDRT ini untuk berpisah dengan pelaku KDRT. 

Kebersaman kembali antara korban dan pelaku KDRT yang notabene adalah pasangan sah berpotensi KDRT akan terulang kembali. Maka wajar bagi keluarga korban, rekan dan masyarakat yang mengetahui kasus KDRT meminta korban berpikir matang sebelum kembali bersama pasangan pelaku KDRT. Bahkan banyak yang meminta agar mereka berpisah. 

Lalu apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh Lesti ataupun korban KDRT lain sebelum memutuskan kembali bersama? 

Berikut adalah 3 hal yang harus dipikirkan oleh korban KDRT sebelum mereka memutuskan untuk bersama kembali dengan pasangan pelaku KDRT!

1. Berpikir matang sebelum memutuskan kembali bersama

Berpikir matang sebelum memutuskan kembali bersama (ilustrasi gambar diambil dari beautynesia.id)
Berpikir matang sebelum memutuskan kembali bersama (ilustrasi gambar diambil dari beautynesia.id)

Ingat bahwa pasangan kita adalah manusia dewasa, hasil jadi dari bentukan genetis dan lingkungan tumbuh kembang semenjak dari dalam kandungan ibu hingga dewasa saat ini. Kebiasaan-kebiasaan yang ada pada pasangan biasanya akan sulit berubah. Karena kebiasaan ini sudah melekat pada pola pikir dan kepribadian, tinggal faktor pemicu saja yang akan mengaktifkan kembali. 

Dalam kasus KDRT, rasanya kalau sudah "main tangan" berarti itu cerminan dari pelaku yang memang terbiasa untuk melakukan hal tersebut. Apakah pelaku bisa berubah?

Kemungkinan untuk berubah tetap ada, tetapi pada kenyataannya perceraian karena KDRT ini lebih dari 70% berdasarkan data dari Komnas Perempuan. Itu artinya ada perilaku berulang sehingga korban pada akhirnya memilih untuk bercerai. Tidak boleh berprasangka buruk terhadap Billar, tetapi apakah warganet juga yakin Billar tidak akan melakukan KDRT di kemudian hari?

Mengubah pola kebiasaan perilaku seseorang bukanlah semudah membalik telapak tangan. Karena kepribadian seseorang terbentuk dari proses perjalanan hidup yang panjang. Segala memori dan kebiasaan bertahun-tahun yang terekam akhirnya menjadi karakter diri. Apakah mungkin hasil dari tumbuh kembang selama bertahun-tahun ini akan berubah hanya dengan waktu yang sebentar, rasanya tidak mungkin.

Jadi bagi para korban KDRT, pikirkan secara matang jika ingin kembali kepelukan pasangan pelaku KDRT, kemungkinan berubah ada, tapi kapan bisa berubah, jangan mengorbankan kebahagiaan diri sendiri hanya untuk menunggu pelaku berubah menjadi baik!

2. Jangan takut untuk berpisah

Jangan takut untuk berpisah (Ilustrasi gambar diambil dari beautynesia.id)
Jangan takut untuk berpisah (Ilustrasi gambar diambil dari beautynesia.id)

Psikologis korban ini membuat korban tidak berdaya, membayangkan kehidupan yang akan datang seolah olah akan menjadi hampa setelah perpisahan yang terjadi.

Takut berpisah tentu saja terjadi, kadang tidak peduli terhadap diri yang menjadi korban, masih ada saja korban KDRT yang memilih bertahan bersama dengan pelaku karena takut berpisah. Wajar terjadi, karena cinta membutakan segalanya. 

Kekesalan yang korban tunjukkan sampai melaporkan pelaku kepada pihak berwajib sebenarnya bukan karena cinta korban kepada pelaku yang sudah hilang, tapi tindakan ini merupakan tindakan protes terhadap pelaku yang dengan teganya menjadikan mereka sebagai korban KDRT.

Dari Lesti kita belajar, bahwa cinta tidak hilang setelah KDRT terjadi. Buktinya laporan terhadap Billar dicabut dan mereka berpelukan. 

Ada kegamangan luar biasa yang terjadi pada para korban biasanya. Mereka takut berpisah dengan pelaku dan merasa tidak bisa hidup tanpa pelaku. Manipulasi rasa cinta ini membuat para korban tidak bisa berpikir jernih, sehingga mengorbankan diri untuk tetap bersama pelaku. 

Korban merasa telah cinta mati dengan pelaku, sehingga seolah-olah korban merasa tidak akan bisa hidup tanpa pelaku. Hidupnya akan menjadi hampa dan pilu membayangkan ketika akan berpisah dengan pelaku. 

Padahal dengan berpisah potensi kebahagiaan baru dari kehidupan yang baru juga akan muncul. Minimal dengan berpisah, korban tidak akan lagi mengalami KDRT seperti yang biasa pelaku lakukan.  

Di awal perpisahan pasti akan berat,  tapi yakinlah ada banyak masa depan kebahagiaan membentang ketika korban siap dengan kehidupan yang baru ini. Jangan menjadi bodoh, seolah-olah tidak ada lagi lelaki lain di dunia ini. Tinggalkan dan bangun masa depan baru! 

3. Anak dan diri sendiri berhak untuk bahagia

Anak dan diri sendiri berhak untuk bahagia (Ilustrasi gambar diambil dari halodoc.com)
Anak dan diri sendiri berhak untuk bahagia (Ilustrasi gambar diambil dari halodoc.com)

Hidup ini singkat dan anak adalah karunia Pencipta Alam Semesta yang di amanahkan kepada kita. Apakah tetap dengan egois membiarkan diri kita dan anak kita berada dalam lingkungan kekerasan yang dilakukan oleh pasangan?

Jangan mengorbankan diri sendiri dan anak hanya untuk menunggu pelaku KDRT berubah. Mengubah mereka tidak semudah membalik telapak tangan. Diberikan kesempatan untuk berubah mungkin pilihan yang tepat. Tetapi jika KDRT tetap berulang, apakah kita harus tetap bersama dengan pasangan sebagai pelaku KDRT?

Anak dan diri kita berhak bahagia, kehidupan kita yang singkat dengan tumbuh kembang anak yang juga singkat, menjadikan momen bersama anak adalah masa yang paling penting dalam pembentukan kepribadian mereka. 

Khawatir jika anak tetap berada dalam lingkungan keluarga yang kerap kali melakukan KDRT membuat jiwa mereka menjadi tidak sehat, padahal anak adalah tumpuan masa depan orang tua. 

Selayaknya bagi orang tua untuk bisa memberikan lingkungan keluarga yang sehat secara fisik dan psikis. Bagi para korban, lingkungan ini juga tidak sehat secara psikis. Korban pasti akan selalu merasa terancam dan berada dalam tekanan. 

Jika memang hal itu terjadi alasan apalagi yang harus membuat korban bertahan bersama dengan pelaku KDRT, jika kemungkinan anak akan mendapatkan lingkungan keluarga yang buruk dan psikis korban merasa selalu tertekan dan tidak bahagia? 

Solusinya adalah tinggalkan, dan cari kebahagiaan lain yang baru, anak dan diri sendiri berhak bahagia. 

Sangat rugi mengorbankan kebahagian diri sendiri dan anak hanya untuk seorang pelaku KDRT. Kalau memang pelaku cinta dengan korban, KDRT pasti tidak terjadi. Masih ngeyel mau bersama?

Cermat dalam memilih calon pasangan hidup sebagai pencegahan KDRT

Cermat dalam memilih calon pasangan hidup (Ilustrasi gambar diambil dari lifestyle.kompas.com)
Cermat dalam memilih calon pasangan hidup (Ilustrasi gambar diambil dari lifestyle.kompas.com)

Finally, rumit memang jika berbicara rumah tangga. Tidak hanya faktor cinta mati, kadang korban bertahan karena beberapa faktor lain, seperti malu ketika akan bercerai, atau korban yang tidak punya penghasilan dan anak yang sedang butuh biaya tinggi dalam pendidikan. Hal ini kadang menjadi banyak alasan dari beberapa korban memilih untuk bertahan. 

Tetapi jika KDRT ini terjadi pada saat-saat awal pernikahan dan korban adalah seorang mandiri/ pekerja, maka 3 hal di atas layak untuk dipikirkan. 

Bagi para perempuan yang belum menikah, untuk menghindari hal ini terjadi maka pilihlah calon pasangan hidup yang baik. 

Jika di dalam pertemanan awal sudah banyak masalah lebih baik tinggalkan, karena mengubah seseorang itu adalah hal yang sangat sulit, jangan berharap dengan kehadiranmu perangai akan berubah. Karena karakter adalah bentukan bertahun-tahun yang dialami dalam tumbuh kembang, tidak akan mungkin berubah dalam waktu semalam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun