Pig Butchering adalah skema penipuan terencana yang menargetkan korban melalui rekayasa sosial.
Lagi rame tentang Pig Butchering, istilah ini trending setelah seorang perempuan berinisial AA mengisahkan bahwa dirinya menjadi korban Pig Butchering pada Agustus lalu. Peristiwa ini dialami AA setelah berkenalan dengan seseorang asal Korea Selatan di Instagram seperti dikutip dari tekno.kompas.com.Â
Tak tanggung-tanggung kerugian pun mencapai 500 jutaan, dan yang sangat disesalkan adalah bagaimana penipuan ini bisa terjadi. Padahal hanya bermodal sebuah akun di Instagram, membuat AA percaya setengah mati hingga menuruti semua apa yang diminta oleh pelaku Pig Butchering tersebut.Â
Modusnya adalah dengan berkenalan di media sosial lalu tersangka menjalin komunikasi lebih intens dengan korban. Kemungkinan korban merasa sangat diistimewakan oleh pelaku, karena modus dari Pig Butchering ini adalah dengan menjalin kedekatan yang lebih kepada para korban.Â
Pelaku tak segan-segan layaknya seorang laki-laki yang sedang kasmaran pada lawan jenisnya. Dalam tiap harinya bahkan memungkinkan pelaku untuk selalu bertelepon hanya untuk sekedar meluncurkan modus basa basi yang basi, seperti:
"Apakah sudah bangun?"
"Ssarapan apa pagi ini?"
"Kalau capek istirahat dulu dung"
Atau mungkin nge-PAP pada tiap waktu menunjukkan kegiatan pelaku. Kalau sudah begini perempuan mana yang gak merasa di istimewakan, tiap hari ada lelaki yang nyaris sempurna (sesuai dengan profil palsu yang dipasang oleh pelaku) yang selalu perhatian, bertanya kabar bahkan seolah-olah selalu peduli dengan kehidupan kita, fix, pasti perempuan tersebut akan mabuk kepayang merasa diistimewakan.Â
Wajarkan kalau AA sampai tertipu 500-an juta? Masih untung hanya harta, seram juga kalau ada foto pribadi yang di-share kepada pelaku, rumit!
Lalu apa sebenarnya Pig Butchering itu?
Pig Butchering adalah skema penipuan terencana yang menargetkan korban melalui rekayasa sosial seperti dikutip dalam kompas.com.
Kok jadi Pig Butchering yak, penipuan ini sama seperti modus penyembelihan babi, sebelum babi-babi disembelih maka peternak biasanya akan menggemukkan babi-babi tersebut, lalu setelah babi-babi itu "gemuk" peternak akan menyembelih babi-babi tersebut.Â
Berandai-andai kalau babi punya pikiran seperti kita, kemungkinan babi-babi juga merasa tertipu, merasa "disayang" dengan selalu diberi makan sekenyangnya, gak taunya setelah itu disembelih, sadis!
Apa hubungannya dengan skema penipuan?
Modusnya sama, korban akan "digemukkan" dengan berbagai kesenangan berupa perhatian, kasih sayang, dan mimpi-mimpi tentang keuntungan yang di dapat. Setelah korban masuk dalam perangkap pelaku, dengan menyetorkan berbagai permintaan pelaku, maka pelaku dengan tega meninggalkan korban, sadis!
By the way, cerita di atas adalah tentang Pig Butchering yang menimpa emak-emak golongan wanita karir yang kehidupannya berasal dari strata atas dan mapan ya. Bagaimana dengan Pig Butchering ala emak-emak kampung?
Ternyata praktik Pig Butchering sebenarnya sudah ada dan ramai sejak dulu loh, apesnya kalau emak-emak kampung mereka hanya bisa speak up saat-saat berkumpul keroyokan beli sayuran di perempatan dengan emak-emak lain. Maka kisah mereka pun tidak viral.Â
Berbeda dengan AA, yang notabene adalah perempuan mapan, wanita karier, dan aktif di media sosial. Kisahnya yang dibagikan di media sosial pun segera jadi trending di berbagai media arus besar, jadi semua warganet akhirnya tahu bahwa AA adalah korban dari Pig Butchering.Â
Kalau emak-emak kampung paling-paling tetangga kanan kiri rumah yang tahu kasusnya, itu saja keluarga pasti akan saling tutup menutupi karena dianggap aib. Padahal penting loh emak speak up, agar tidak ada korban yang berjatuhan lagi.Â
Pig Butchering ala emak kampungÂ
Modusnya sama seperti AA, "digemukkan" baru "ditinggal". Tapi agak sedikit beda si kalau di sini, di kampung para pelaku biasanya memiliki "kaki tangan".Â
Kaki tangannya ini emak-emak juga, mereka sengaja direkrut agar para korban lebih "tidak waspada" terhadap resiko yang mengancam para korban.Â
Dan pada Pig Butchering ala emak-emak kampung ini para pelaku biasanya bermoduskan pinjaman usaha lunak, dirayu dengan berbagai kata manis dan syarat yang mudah serta plafon pinjaman yang terjangkau, membuat para emak sering terperangkap jebakan ini.
Berikut adalah skenario Pig Butchering ala emak-emak kampung.
1. Syarat bantuan pinjaman punya kelompok
Modusnya yang sama, jadi para pelaku biasanya menawarkan bantuan usaha untuk para korban dan untuk meyakinkan para korban biasanya emak-emak "kaki tangan" ini mempersyaratkan korban untuk membentuk kelompok yang berisikan 10 emak-emak.Â
Pada kenyataannya ternyata prasyarat tersebut hanya sebuah modus pelaku agar para korban merasa nyaman dengan bantuan yang diberikan.
"Kalau kamu ambil (bantuan), maka aku ambil juga, yok lah kita sama-sama ambil, siapa tau rejeki"
"Yok dek ambil (bantuan), embak uda ambil ni"
"Gampang kok syaratnya, cuman KTP doang, setelah itu cair, ikut yok mbak"
Inilah psikologis yang diinginkan pelaku Pig Butchering ala emak kampung, korban merasa punya "teman" dalam melakukan pinjaman.Â
Tak heran kalau para korban ini biasanya saling berkerabat satu sama lain atau satu circle tongkrongan rumpi emak-emak.Â
Psikologis "nyaman" ini lah yang "menggemukkan" para korban sehingga akhirnya mereka terperangkap dalam jebakan Pig Butchering pelaku.Â
2. Nominal bantuan terjangkau
Pelaku membuat skema Pig Butchering ini menjadi lebih mudah dan terasa terjangkau. Biasanya hanya perlu KTP dan surat perjanjian tanpa persetujuan suami plus iming-iming nominal yang ditawarkan pun lebih "terjangkau".Â
Biasanya nominal terbesar sampai dengan 5 juta. Yang paling sering ditawarkan adalah nominal 1 juta, dengan nominal ini pelaku Pig Butchering mencoba menjerat mereka dalam skema penipuan dengan nonimal yang lebih besar.
Satu juta itu sebenarnya adalah "pancingan" saja, harapan dari para pelaku adalah para korban tidak bisa mencicil ataupun melunasi bantuan tersebut.Â
Banderol bunga bantuan pun sebenarnya lebih tinggi dari bank loh, tapi karena para korban merasa nominal dipinjam kecil, mereka menganggap gak mungkin gak bisa bayar, pasti lunas.Â
Realita berbanding terbalik dari kenyataan. Uang bantuan itu memang digunakan emak-emak memutar usahanya atau kadang malah untuk konsumtif pribadi saja, yang jadi masalah adalah para emak tidak ngomong dengan para suami padahal kalau mereka katakan kepada para suami, sejak pada tunggakan pertama pasti para suami akan mencarikan solusi dari macetnya cicilan tersebut.Â
3. Menawarkan bantuan lain
Jika cicilan pertama telah macet maka ini pintu pembuka bagi jebakan "penggemukan" yang kedua. Kaki tangan para pelaku ini akan mencoba menawarkan bantuan lagi kepada para korban yang cicilannya macet tadi.Â
Fase ini lah yang biasanya membuat para korban terjatuh lebih dalam lagi. Gali lubang tutup lubang, mereka terpaksa melakukan pinjaman lagi karena untuk melunasi cicilan bantuan pinjaman yang pertama.Â
Terheran-heran, kenapa para korban ini tidak berhenti ketika mereka sudah "gali lubang tutup lubang"?
Sekali lagi mereka masuk dalam jebakan "penggemukan" diluar keterpaksaan. Kaki tangan mereka yang lihay dalam memperhalus kata membius para korban percaya terhadap segala solusi yang ditawarkan olek kaki tangan pelaku yang notabene adalah emak-emak yang juga sudah mereka kenal.Â
Canggih ya skenario ini, pemberi pinjaman untuk cicilan yang macet ini pun masuk dalam skenario Pig Butchering, mereka biasanya saling atur skenario agar jualannya ini laku.Â
Jadi pemberi pinjaman kedua ketiga keempat ini bukan orang lain tapi oknum-oknum yang memang sengaja dihadirkan sebagai seolah-olah penolong karena memberikan pinjaman pada para korban.Â
Tunggu, plus emak emak ini memang memiliki literasi numerasi financial yang rendah dan faktor "keinginan" yang tidak mengukur kemampuan financial, akhirnya jadilah gali lubang tutup lubang hanya untuk bayar cicilan.
Merusak Tatanan Rumah Tangga dan Masyarakat
Ketika jumlah pinjaman sudah terlalu besar dan pelaku Pig Butchering merasa tidak mungkin lagi para korban membayar pinjaman mereka, maka strategi "pepet" mereka jalankan. Teknisnya adalah dengan mengintai para korban terlebih dahulu di sekitar rumah mereka. Ketika mereka para korban keluar rumah maka para pelaku akan mengikuti mereka dari belakang. Sampai pada tempat sepi barulah para pelaku akan "pepet" motor korban dengan motor pelaku.Â
Kebetulan saya beberapa kali menyaksikan peristiwa ini dengan mata kepala saya sendiri, ada korban yang merasa sok kuat dengan cara menantang dan bersuara keras agar bisa didengar oleh orang lain, atau ada juga yang menangis terisak isak ketakutan di "pepet" oleh pelaku.Â
Sekali lagi psikologis lah yang dimainkan para pelaku dalam melakukan Pig Butchering. Memberikan pinjaman yang seolah terjangkau dengan syarat hanya KTP doang, serta pinjaman yang harus berkelompok.Â
Renyahnya bantuan pinjaman ini ternyata tak serenyah nasib para korban. Pada akhirnya mereka menjadi korban "pepet" sehingga membuat mereka stres, tidak bisa berpikir jernih dan merasa tertekan. Merasa dalam tekanan kadang berbagai aset dijual hanya untuk menutupi cicilan yang belum terbayar.Â
Yang disasar para pelaku memang para emak-emak, karena secara psikologis memang para emak ini silau dengan rupiah, mereka menganggap dengan pinjaman  terjangkau mereka bisa membayar tepat waktu, nyatanya malah membuat masalah.Â
Kejadian ini real terjadi di masyarakat, tetangga bahkan keluarga saya pun termasuk sebagai korban. Nihil dari kaum bapak-bapak yang terjerat Pig Butchering ini, semuanya dominan dari kaum emak-emak.
Ada yang sampai harus bercerai dengan suami, ada juga yang harus meregang nyawa, yang paling banyak adalah terusir dari rumah karena di sita atau dijual.Â
Sita rumah bisa jadi modus utama dari para pelaku Pig Butchering, awalnya hanya pinjaman satu sampai 5 juta, dapatlah rumah, apalagi kalau tidak kita sebut sebagai penipuan?
Pelaku Pig Butchering ini biasanya bisa meraup puluhan juta, bahkan dari wawancara yang kami lakukan semalam dengan mertua salah satu korban menyatakan harus menjual 3 sapi dengan total perolehan uang kisaran 80-90 juta hanya untuk melunasi pinjaman dari para pelaku yang dilakukan oleh mantan menantunya tersebut.Â
Ketika ditanya apa hasil dari korban meminjam tersebut, tidak ada, karena memang mereka meminjam dalam jumlah kecil. Akumulasi tutup lubang gali lubang dan dari bungalah yang menyebabkan dari satu juta bisa mencapai puluhan juta.Â
Sudah lama sebenarnya saya ingin menuliskan cerita tentang Pig Butchering versi emak kampung ini agar menjadi perhatian kita bersama. Tidak hanya para suami yang harus waspada terhadap pola tingkah laku istrinya, tetapi para pamong setempat juga semestinya bisa melakukan pencegahan terhadap praktik -praktik ini.Â
Pig Butchering versi emak ini telah membuat tatanan rumah tangga runtuh, anak-anak menjadi tidak terurus karena keluarga yang tidak lagi nyaman, bahkan ada suami yang harus mengalami sakit bahkan meninggal karena tidak sanggup menahan beban psikologis atas harta benda yang lenyap.Â
Tatanan rumah tangga yang rusak membuat ekonomi dan psikologis masyarakat menjadi morat-marit. Apabila hal ini dibiarkan terus terjadi apa yang akan terjadi pada Indonesia tercinta, padahal desa/kampung adalah garda depan penyokong kebutuhan utama bagi negara, pemasok barang kebutuhan pokok dan tenaga kerja. Apa kabar Indonesia ketika Pig Butchering telah menyasar emak-emak kampung?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H