Kolonel Infanteri PR tidak sendiri dalam melakukan kasus tersebut tetapi menyeret dua anak buahnya, yaitu Kopda ADW dan Koptu AS.
Keduanya sebenarnya sudah berusaha memperingatkan atasannya tersebut tetapi keduanya tidak kuasa untuk menolak perintah atasannya tersebut yang secara kepangkatan memang lebih tinggi Kolonel Infanteri PR.
Dari dua contoh di atas wajib bagi pemerintah untuk memutus mata rantai komando yang demikian, patuh tanpa tapi, seharusnya secara manusiawi tersangka yang ikut serta karena melaksanakan perintah atasan tersebut mampu mencegah ataupun menolak perintah atasannya untuk menghilangkan nyawa orang lain, tapi fakta nya tidak demikian, para tersangka yang hanya melaksanakan perintah tersebut benar-benar melaksanakan perintah atasannya tersebut tanpa tapi.Â
Kepatuhan dan loyalitas membutakan para tersangka, sehingga mereka yang seharusnya mampu mencegah dan menolak perintah atasannya tidak melakukan hal tersebut.
Kepatuhan dan loyalitas dalam kemiliteran memang sangat diperlukan, tetapi harus pada konteks yang benar, menjadi salah jika tetap patuh dan loyal pada yang salah.Â
Kepatuhan dan loyalitas buta ini menjadi potensi yang sangat berbahaya bagi sebuah negara. Maka sepatutnya dengan adanya dua kasus di atas, pemerintah atau institusi itu sendiri harus mulai berbenah untuk mendengungkan kemampuan Critical Thinking yaitu kemampuan untuk berpikir atau menilai sebuah informasi sehingga mampu mengambil keputusan tepat sesuai berdasarkan norma-norma yang berlaku, memikirkan segala sebab akibat atas perbuatan yang akan dilakukan dengan kalimat sederhana adalah tidak menerima segala informasi dan perintah dengan mentah- mentah.Â
Selama ini Critical Thinking adalah sebuah kemampuan dari 3 C lain yang harus dimiliki oleh siswa ataupun mahasiswa di era sekarang ini.
Ranah dengungan ini terbatas pada bidang pendidikan saja, pada sekolah dan perguruan tinggi. Maka sudah seharusnya pula dengan melihat berbagai kasus yang ada dengungan Critical Thinking ini juga wajib merambah institusi TNI dan POLRI.Â
Jika tidak memungkinkan menggandeng pihak ketiga dalam penyelenggaraan "dengungan"Â Critical Thinking ini, maka TNI POLRI mungkin bisa secara mandiri melaksanakan kegiatan tersebut berupa penguatan-penguatan Critical Thinking tersebut yang dilaksanakan rutin pada tiap semesternya dan berulang. Kenapa harus berulang, karena manusia ini terbatas dalam memori dan manusia adalah makhluk yang adaptif.Â
Mungkin juga kita sering rasakan, ketika mendengar narasi penguatan pendidikan karakter maka rasanya pada saat itu juga kita berjanji dalam hati untuk selamanya menjadi manusia yang berkarakter, kemudian semangat itu akan luntur seiring bertambahnya waktu dan bergantinya lingkungan kita.Â