A.D. Daendels sebagai pembantu Residen Bagelen yang bertugas membawahi wilayah Ambal, dikatakan oleh Jacobus Anne van der Chijs, 1903: 357 dalam Geschiedenis van de Gouvernments Thee-Cultuur op Java menyebutkan, A.D. Daendels ini sebagai Adsistent-resident van Ambal. Oya, ternyata bukan Ambal saja di bawah Karesidenan Bagelen, masih ada Kebumen, Ledok, dan Kutoarjo.
Kembali pada peran A.D. Daendels lagi terhadap pembangunan jalan di Pantai Selatan, apakah sama dengan H.W. Daendels. Nah, ternyata beberapa sumber menyatakan ada besar kemungkinan tidak. Sesuai namanya di Pantai Selatan Jawa yang diberi nama Jalan Daendels hanya karena jalurnya melewati area Ambal yang ketika itu di bawah kepemimpinan A.D. Daendels.
Kalau kita pikir-pikir, ternyata jalan di Pantai Selatan ternyata sudah ada dan sudah berlangsung sebelum orang Belanda datang di daerah tersebut. Jadi, pertanyaannya adalah, catatan sejarah mengatakan bahwa sebelum nama jalan itu jalan Daendels ternyata dulunya bernama Jalan Diponegoro.
Pangeran Diponegoro dan pasukannnya melakukan perang gerilya di jalan tersebut (Karesidenan Bagelen perang melawan Belanda, 1825-1830, seperti yang dituliskan Saleh As'ad Djamhari, Strategi Menjinakkan Diponegoro, 2004 halaman 173).
Nah, pertanyaan yang menggelayuti saya, lha kenapa dulu jalan Diponegoro kok diganti dengan Jalan Daendels? Kenapa? Apakah hanya karena A.D. Daendels pernah jadi asisten Karesidenan? Atau menghargai dirinya sebagai orang asing yang pernah punya jabatan di Hindia Belanda? Atau....?
Disayangkan, kenapa justru Daendels yang bukan orang Indonesia justru namanya melekat begitu erat menjadi nama sebuah jalan. Sementara, jelas-jelas pahlawan Indonesia yang notabenenya pahlawan dan tak suka cara-cara penjajah menguasai Indonesia justru tak terpakai.
Ada apa di balik nama jalan Daendels yang ternyata dulunya bernama Jalan Diponegoro?
Jalur selatan sebagai jalan ketika Pangeran Diponegoro bertempur melawan Belanda yang sudah sangat familiar. Namun, setelah perang Jawa kelar, jalur itu malah dikenal sebagai jalur Daendels karena kehadiran A.D. Daendels dibandingkan jalur Diponegoro. Nah, orang-orang masih salah saja mengira bahwa Daendels yang dimaksud tersebut.
Kenapa nama Diponegoro tidak dipertahankan? Menurut saya sih bukan alasan karena banyaknya nama Jalan Diponegoro. Jalan jalur Deandels sendiri adalah Jalan Diponegoro yang luruh karena Daendels. Tak bisakah dikembalikan lagi seperti semula untuk tetap mengenang perjuangan Diponegoro sebagai jalan yang layak kita miliki, bukan orang asing? Diolah dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H