Kembali, saya lebih fokus pada masakan-kuliner di sini. Koki atau Chef bisa menikmati proses kreatif terbuka. Koki dapat mencicipi keseluruhan sejarah masakan saat mereka membuat hidangan sebelum disajikan ke orang banyak. Untuk selanjutnya, mereka menghidupkan hidangan yang baru. Bayangkan jika seorang koki atau chef harus melakukan izin hak cipta untuk penggunaan kombinasi bahan atau prosedur tertentu. Ribet pastinya.
Tentu saja fakta bahwa koki dapat mencicipi dari rekan-rekanya tanpa konsekuensi hukum berkontribusi pada perkembangan tren, yang menurut saya merupakan ciri khas industri kuliner di Indonesia. Di JFFF kali ini, saya telah melihat semua jenis tren makanan yang tampaknya bertebaran sempurna, mulai dari Cakwe, Batagor, Cendol, hingga Sate Ayam yang sekarang menjadi makanan pokok pada menu kelas atas.
Lebih dari sekadar fashion, makanan adalah ciptaan yang sangat singkat: Setelah dimakan, langsung habis. Pastinya, ada tastemakersyang sangat berpengaruh memiliki banyak kekuatan untuk menentukan apa yang lezat dan modern dan yang tidak: Romi Candra-Masakan Khas Bali Warung Nyoman, dapat memberikan pengaruh masakan di beberapa wilayah Indonesia salah satunya. Mencampur, mencocokkan, dan menciptakan selera untuk kombinasi rasa dan desain baru bukan hal mudah, tetapi diuji bertahun-tahun.
Food Festival Kampoeng Tempo Doeloe
Kuliner Nusantara menjadi salah satu tradisi kuliner yang paling kaya di dunia, penuh dengan cita rasa yang kuat. Kekayaan jenis masakannya merupakan cermin keberagaman budaya dan tradisiNusantara yang terdiri atas 6.000 pulau berpenghuni, dan menempati peran penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum.
Hampir seluruh kuliner Nusantara kaya dengan bumbu yang berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, temu kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa,
dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui perdagangan yang berasal dari, seperti India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa.
Keragaman kekayaan ini menjadi inspirasi JFFF untuk konsisten berperan serta mendukung perkembangan tradisi Kuliner Indonesia melalui Food Festival Kampoeng Tempo Doeloe dan Wine & Cheese Expo.
Di tahun 2017 ini, Kampoeng Tempo Doeloe atau KTD berlangsung dari 7 April hingga 7 Mei 2017 di La Piazza, dengan teman dekorasi “Kampung Layang-Layang”. Ada sekitar 101 peserta UKM dan pengusaha kuliner yang terdiri dari 38 Gerobak dan 63 booth.
Terhidang 200 ragam menu ciamik Nusantara, di antaranya yang sangat spesial tahun ini Mie Ayam Pelangi, Cwie Mie Malang, Cliff Noodle Bar, Martabak Yuk, Sate Ayam Madura Bintang 5, Gudeg Pejompongan, Soto Udang Medan Bu Ari, Bagoja (Bakso Goreng Gajah), Ketupat Gloria 65 Ny. Kartika, Soto Roxy H. Darwasa, Es Pisang Ijo “Paling Enak”, dan lain-lainnya.
Tujuan KTD ini ikut melestarikan menu kuliner Nusantara, utamanya “Aneka Mie Nusantara”, KTD 2017 juga melangsungkan “Kompetisi Mie Warisan” Nusantara untuk pemilik UKM di kawasan Jabodetabek. Penyisihan sudah dilakukan pada 17-19 Maret 2017 di Gading Walk, MKG untuk mendapatkan pemenang di tiga kategori, Mie Ayam, Mie Nusantara, dan Mie Non Hala.