Mohon tunggu...
Jun Joe Winanto
Jun Joe Winanto Mohon Tunggu... Koki - Chef

Menulis sebagai rangsangan untuk sel-sel otak agar terus berbiak. La Cheo Joe, banyak menulis buku, tetapi tidak untuk diterbitkan secara komersial. Buku-buku tersebut diperuntukkan untuk proyek Departemen Pendidikan Nasional dari beberapa penerbit. Lebih dari 100-an judul buku telah ditulisnya. Lahir pada 9 Juni di “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Cita-citanya berbelok seratus delapan puluh derajat dari yang diidam-idamkan menjadi Dokter Kandungan. Kuliah pun sebenarnya tak diinginkan oleh kedua orang tuanya karena sesuatu dan lain hal. Cerita berkata lain, diam-diam Sang Guru Bimbingan Karier (BK) SMA-nya memberikan berkas lembaran sebagai Mahasiswa Undangan ke Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. La Cheo Joe sempat merenungi keputusan saat jari-jemarinya menjentikkan pulpen mengisi titik-titik bernama. Perjalanan kariernya di beberapa perusahaan, mengantarkannya untuk berkeliling daerah di Indonesia. Mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. La Cheo Joe sebagai penyuka olahraga selam, masak,icip-icip makanan, traveling, dan naik gunung ini, bercita-cita punya “tempat makan” sendiri dan ingin segera merampungkan salah satu bukunya yang sempat tertunda lama. Untuk mengenal lebih jauh dengannya, dapat dihubungi via email: junjoe.gen@gmail.com atau di nomor telepon 0857 1586 5945.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jero Wacik, Banding dan Kasasi Tidak Pernah Dilakukan

7 September 2016   14:07 Diperbarui: 8 September 2016   11:00 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jero Wacik di Persidangan. Foto: okezone.tv

Jero Wacik, boleh dibilang sosok mantan menteri yang fenomenal. Bayangkan saja, selama berkarier di dunia politik, belum genap satu tahun, dirinya berhasil menduduki jabatan sebagai menteri. Dan itu sebagai representasi dari partai politik. Dalam sejarah kementerian pun dapat kita catat, belum pernah ada seorang menteri dalam sejarah Kementerian yang ditugaskan dua periode berturut-turut.

Di era SBY, Jero Wacik menjadi salah seorang menteri yang sangat dibanggakan. Dibanggakan karena prestasi kerjanya yang nyata. Tanpa pamrih akan iming-iming, uang, atau posisi-posisi yang mengenakkan hidupnya. Jabatan menteri yang pernah diembannya dia jalankan dengan penuh dedikasi dan loyalitas tinggi.

Jabatannya sebagai menteri kala itu memang benar-benar dia dedikasikan untuk negara. Bahkan bisa dibilang, dia orang yang sangat loyal untuk negara. Keluarganya pun sempat terabaikan. Loyalitas yang Jero Wacik lakukan tidak minta hitung-hitungan. Semua dilakukan dengan semangat, loyalitas, dan kerja cerdas. Ya, semangat mengemban amanah rakyat. Orang-orang seperti beliaulah mestinya diperbanyak di negara ini, bukan di “singkirkan”.

Selama bertugas dan menjabat sebagai menteri, semua urusan kenegaraan dan hal-hal yang menyangkut pekerjaan, beliau lakukan sesuai prosedur. Mungkin tidak pernah yang namanya terbersit mengambil uang rakyat. Jero Wacik bukan orang yang seperti itu. Dia sangat memegang teguh prinsip. Bahwa yang bukan haknya tak akan beliau sentuh. Beliau mengambil yang memang menjadi haknya, tidak lebih.

Secara mengejutkan, dirinya dijegal dengan beberapa pasal yang berkaitan dengan emban jabatan selama dirinya bertugas menjadi menteri. Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa dirinya dengan beberapa pasal selama mengemban tugas sebagai menteri. Pasal-pasal yang didakwakan dan dituntut kepadanya adalah pasal 12 huruf e di Kementerian ESDM dengan dakwaan pemerasan, memaksa bawahan, merugikan keuangan negara Rp10,3 M, pasal 11 menerima gratifikasi, pasal 3 di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu penyalahgunaan DOM, merugikan keuangan negara Rp8,4 M

 Pasal 12 huruf e, Pemerasan di Kementerian ESDM dan Memaksa Bawahan, ini menjadi tanda tanya. Karena biasanya pemerasan berkenaan dengan karakter, kebiasaan, juga perjalanan (track record) seseorang. Dari kaca mata saya, Jero Wacik bukan orang yang seperti itu. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kebiasaan beliau. Di Bali, beliau dikenal sebagai pemangku, yaitu pemimpin tertinggi umat Hindu di Pura. Pastinya, tindakan-tindakan tersebut tidak diajarkan dan justru dijauhkan.

Teman-teman beliau yang melakukan kunjungan Rutan Cipinang pun memasang mimik muka yang tak percaya, kok Jero Wacik dituduh memeras. Beliau, sebagai menteri menanamkan nilai-nilai etos  kerja yang sangat tinggi. Beliau selalu meminta kepada jajarannya untuk bekerja secara baik, mengabdi untuk negera, bekerja keras, menaati semuan undang-undang, peraturan, dan selalu meminta dirinya untuk terus diingatkan agar tidak melanggar rambu-rambu pemerintahan.

Sebagaimana diketahui, di Kementerian ESDM pada saat dirinya menjabat sebagai menteri, ada sekitar 7.000 pegawai. Tetapi, tak satupun mengatakan bahwa dirinya sebagai pemeras dan meminta-minta unang dari bawahannya. Sementara, itu bukan budaya yang tertanam dalam diri Jero Wacik. Memaksa, itu baginya sangat memalukan.

Memaksa bawahan bukan tipikal Jero Wacik. Meminta Kick Back kepada rekanan pun apalagi. Dirinya didakwa memaksa eselon 2 (Rida, Didi, Susyanto, Arif, Sri Utami, Dwi Purwanto, Ego melalui Waryono Karno Sekjen ESDM untuk meminta kick back kepada rekanan.

Dari hal ini khususnya para saksi yang menjadi fakta persidangan, kick back sudah dilakukan mulai awal tahun 2010. Sementara, PPK tahun 2010 dijabat oleh Ahmad Sudaryanto, dengan coordinator  Sri Utami, dan PPK tahun 2011 dijabat Dwi Handono, dengan rekening atas nama Indah Pratiwi (swasta, yang menjadi teman Sri Utami), dan uang kick back sudah masuk berjumlah 15 M. Sedangkan Jero Wacik saat itu belum menjadi menteri ESDM.

Pastinya, dia (Jero Wacik) secara akal sehat, tidak bisa memerintahkan Sekjen ESDM di awal 2010 sedangkan beliau dilantik menjadi menteri oleh SBY pada 19 Oktober 2011 (ketika SBY me-resuffle kabinet). Tuduhan maksa bawahan GUGUR! Waryono Karno mengaku takut secara psikologis membantah dan melawan atasan (ini kata-kata yang dikarang oleh WK, dan berpura-pura saja). Padahal, pada Januari 2010,  uang sudah dikumpulkan oleh WK, tetapi WK justru berkata disuruh oleh Jero Wacik, anehnya lagi, mengapa penyidik percaya? Ada apa dengan ini? Jero Wacik tidak pernah menyuruh menyamakan DOM ESDM dengan DOM yang ada di KEMENBUDPAR.

Artinya, apa yang dituduh dan didakwakan itu tidak benar. Jero Wacik hanya menerima DOM dari APBn yang dipakai untuk mendukung tugas-tugasnya sebagai menteri sesuai diskresi menteri. Tuduhan meminta uang kepada bawahan juga dilayangkan JPU untuk dirinya, sedangkan semua saksi mengatakan tidak pernah mereka memberikan uang untuk kepentingan pribadi Jero Wacik. Oleh karenanya, tuduhan atau tuntutan pemerasan atau memaksa anak buah dari saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan tidak terbukti. Dan dirinya dikatakan merugikan negara pun  tidak ada buktinya.

Sementara, pasal 11 yang dituduhkan untuk dirinya, yaitu menerima gratifikasi dari Herman Afif Kusumo, dibayari untuk biaya ulang tahun di hotel Dharmawangsa, berjumlah Rp349 juta. Kesaksian Jusuf Kalla selaku Wapres mengatakan bahwa, itu bukan acara ulang tahun tetapi peluncura buku 100 tokoh. JK pun hadir di acara itu dan memberikan sambutan, juga menulis di buku tersebut. Buku terseut buku untuk merukunkan bangsa untuk membudayakan berpikir positif; Lintas Partai, Lintas Generasi. SBY lah yang meluncurkan buku tersebut, memberikan sambutan, dan juga menulis di buku itu. Bahkan, Jokowi pun menulis di buku itu.

Jero Wacik di Dharmawangsa, tidak tahu menahu untuk acara-acara yang lainnya. Dia sebagai Menteri ESDM dan Ex Officio Chairman di Dharmawangsa serta pemilik Dharmawangsa memberikan fasilitas untuk dirinya (Free of Charge). Jadi, apabila ditelaah, Jero Wacik tidak menerima pemberian apapun dari Herman Afif seperti yang dituduhkan. Herman Afif pun sebagai saksi di persidangan membantah telah memberikan sesuatu kepada Jero Wacik, dan sebaliknya.

Menjadi Chairman Board of Advisor, Jero Wacik diberi hak dan kemudahan oleh Owner Dharmawangsa untuk memakai fasilitas hotel (dirinya dan keluarganya) dan itu bebas kapan saja, selama dirinya menjadi chairman. Karena, Jero Wacik tidak berpikir untuk membayar apapun di hotel tersebut. Dan selama ini pun tidak pernah ada tagihan untuknya.

Kemungkinan, pemilik lupa memberi tahu kepada bawahannya bahwa ada kesepakatan antara dirinya dengan owner Dharmawangsa. Artinya, tuntutan pasal 11 juga tidak terbukti dan gugur. Melirik pada pasal 3 yang dituduhkan: Menguntungkan diri sendiri, merugikan negara hingga Rp8,4 M, dan menyalahgunakan wewenang. Itu semua adalah Dana Operasional Menteri (DOM) yang disiapkan oleh negara untuk menteri melalui APBN/DIPA.

Kesaksian JK pun sudah disampaikan bahwa itu DOM, disediakan untuk operasional menteri dalam menjalankan tugasnya. Diberikan secara lumpsum, dan tidak perlu bon-bon pendukung lainnya, cukup dengan kuitansi saja. Nah, BPK dan Irjen tidak pernah menemukan kejanggalan DOM di Kemenbudpar (2008—2011). Penggunaan DOM yang diambil oleh Jero Wacik sudah sesuai dengan Diskresi Menteri, tidak menguntungkan diri sendiri.

Oleh karena itu, pelanggaran pasal 3 seperti yang dituduhkan JPU untuk dirinya batal, begitu pula dengan tuntutan uang Rp8,4 M batal.

Tak Pernah Melakukan Banding Apalagi Kasasi

Sejalan dengan hukuman yang dijalaninya, Jero Wacik adalah orang yang menerima segala putusan pengadilan. Semua dijalani dengan ikhlas penuh kesabaran. Perjuangan sebagai upaya membela keadilan diri terus digiatkan. Jero Wacik, atas putusan pengadilan negeri menjatuhkan vonis penjara 4 tahun, diterima dengan lapang dada.

Akan tetapi, Jaksa Penuntut Umum KPK tidak menerima putusan hakim pengadilan negeri tersebut. JPU KPK mengajukan banding atas putusan itu. Setelahnya, Hakim Pengadilan Tinggi pun tetap menerima putusan hakim pengadilan negeri dengan vonis 4 tahun penjara denda 150 juta rupiah. JPU KPK tak puas terhadap putusan pengadilan tinggi, kini mengajukan kasasi. Jero Wacik tetap pada pendiriannya, beliau hanya membuat kontra memori banding atas hal-hal yang didakwakan JPU kepada dirinya.

Jangankan mengajukan banding, Jero Wacik juga tak pernah mengajukan yang namanya kasasi. Selama ini, apa yang Jero Wacik lakukan, hanya membuat kontra memori banding dan kontra memori kasasi atas  hal-hal yang dituntukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepadanya. Pemberitaan yang mengatakan Jero Wacik mengajukan banding ataupun Banding Jero Wacik Ditolak Pengadilan Tinggi, itu tidak benar adanya.

Semoga, Hakim Agung Mahkamah Agung dapat melihat secara jeli kasus hukum Pak Jero Wacik, dan memberikan putusan lain yang seadil-adilnya (Ex aquo et bono). Yang benar itu akan tetap terlihat benar karena berjalan di atas jalan yang benar. Hukum sudah seharusnya ditegakkan untuk membela yang benar. Perlahan-lahan tetapi pasti, kebenaran akan terkuak dan nyata adanya. Mahkamah Agung dapat melihat permasalahan ini secara holistik tidak parsial.

Jika kebenaran muncul menjadi pencerah, bersihkan yang hitam menjadi putih.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun