Mohon tunggu...
Jun Joe Winanto
Jun Joe Winanto Mohon Tunggu... Koki - Chef

Menulis sebagai rangsangan untuk sel-sel otak agar terus berbiak. La Cheo Joe, banyak menulis buku, tetapi tidak untuk diterbitkan secara komersial. Buku-buku tersebut diperuntukkan untuk proyek Departemen Pendidikan Nasional dari beberapa penerbit. Lebih dari 100-an judul buku telah ditulisnya. Lahir pada 9 Juni di “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Cita-citanya berbelok seratus delapan puluh derajat dari yang diidam-idamkan menjadi Dokter Kandungan. Kuliah pun sebenarnya tak diinginkan oleh kedua orang tuanya karena sesuatu dan lain hal. Cerita berkata lain, diam-diam Sang Guru Bimbingan Karier (BK) SMA-nya memberikan berkas lembaran sebagai Mahasiswa Undangan ke Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. La Cheo Joe sempat merenungi keputusan saat jari-jemarinya menjentikkan pulpen mengisi titik-titik bernama. Perjalanan kariernya di beberapa perusahaan, mengantarkannya untuk berkeliling daerah di Indonesia. Mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. La Cheo Joe sebagai penyuka olahraga selam, masak,icip-icip makanan, traveling, dan naik gunung ini, bercita-cita punya “tempat makan” sendiri dan ingin segera merampungkan salah satu bukunya yang sempat tertunda lama. Untuk mengenal lebih jauh dengannya, dapat dihubungi via email: junjoe.gen@gmail.com atau di nomor telepon 0857 1586 5945.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

3 Srikandi, Mengajarkan Arti Perjuangan, Pengorbanan, dan Pertemanan

21 Agustus 2016   10:16 Diperbarui: 21 Agustus 2016   10:29 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sekian banyak film yang pernah saya tonton, ini film yang beberapa kali saya lihat. Entah kenapa, tidak ada rasa bosan untuk melihat lagi. Film ini sebagai film biopik, bercerita mengenai tiga orang atlet panahan Indonesia yang dengan perjuangan  dan pengorbanannya, mampu meraih medali di ajang bergengsi Olimpiade Seoul untuk pertama kalinya. Merebut medali perak, sebuah kebanggaan untuk tidak hanya diri sendiri, tetapi juga negara.

Film dengan naskah ditulis oleh Swastika Nohara, disutradarai oleh Iman Brotoseno, dibintangi oleh  Bunga Citra Lestrasi (Yana/Nurfitriana), Chelse Islan (Lilis); Tara Basro (Suma/Kusuma), Reza Rahardian (Donald Pandiangan), Donny Kusuma (Udy).

3 Srikandi mengambil seting cerita sekitar tahun 1988 saat olahraga negeri ini sedang  bersiap-siap untuk berperan serta dalam Olimpiade Seoul tahun 1988 yang ke-24. Salah satu cabang olahraga yang diikuti atlet Indonesia adalah panahan. Akan tetapi, cabang panahan kala itu dalam keadaan yang masih labil. Karena, belum ada pelatih yang  benar-benar mumpuni untuk menghadirkan atlet panah terbaik.

Selain itu, pelatih harus mampu mempersiapkan  dan memberangkatkan atlet dalam waktu yang relatif singkat menuju olimpiade. Salah seorang yang dianggap mampu untuk melatih kala itu adalah Donald Pandiangan (Reza Rahardian). Dia juga mendapat gelar “Robin Hood” Indonesia.

Akan tetapi, dirinya telah lama menghilang dari peredaran olahraga panahan karena kegagalannya untuk berangkat ke Olimpiade Moskow. Alasan kegagalan keberangkatannya itu lebih kepada masalah politik. Oleh karenanya, dirinya sangat kecewa atas kejadian yang menimpanya. Otomatis, dia menarik diri dari olahraga panahan.

Sementara itu, cabang olahraga panahan butuh sosok pelatih yang harus melatih tiga orang atlet panah wanita yang dibilang terbaik di masa itu. Ketiga atlet tersebut adalah Nurfitriyana  diperankan  oleh Bunga Citra Lestari, Lilies oleh Chelsea Islan, dan Kusuma oleh Tara Basro.

Waktu  menjelang olimpiade semakin  dekat, srikandi-srikandi panah Indonesia dengan beragam masalahnya harus fokus mengikuti pelatnas. Ada ancaman mereka tidak jadi diberangkatkan apabila masalah mereka tidak selesai. Karenanya, Pak Udy (Donny Damara) selaku Pengurus Persatuan Panahan Indonesia, terus dan harus berjuang merayu Donald untuk mau melatih atlet panah perempuan.

Donald sebagai pelatih memiliki mental yang sangat disiplin dan tegas. Dirinya harus dapat membentuk tim panah perempuan itu untuk dapat terus berjuang dan berprestasi. Ketiga srikandi panahan itu terus dilatih berburu dengan waktu. Keributan yang terjadi atas permasalahan masing-masing mereka, terjalnya area latihan, dan waktu semakin singkat, memacu ketiganya untuk berlatih secara serius.

Tak ada kata menyerah, ketiganya terus berlatih dalam asuhan Donald. Alhasil, mereka berangkat ke Olimpiade Seoul  dan berjuang di area panahan. Ketiganya berjuang sekuat tenaga dengan cara-cara yang sudah diajarkan Donald. Ucapan kata-kata “Indonesia… Indonesia… Indonesia…” membangkitkan semangat juang mereka.

Di sini dapat dipetik pelajaran berharga, perjuangan yang mereka lakukan tidak sia-sia. Perjuangan yang dilakukan dengan ikhlas, penuh tanggung  jawab dalam kebersamaan, akan mendatangkan hasil yang sangat bermanfaat. Puncak kesuksesan diraih dengan tidak secara mudah. Perjuangan diperlukan untuk membuktikan, apakah seseorang mampu melewatinya. Perjuangan yang dilandasi dengan pertemanan dan saling mendukung, akan menghasilkan sesuatu yang paling berharga dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun