1. PengertianKecerdasanEmosional
Akar kata emosi adalah movere kata kerja bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak” ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Semua emosi, pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur (evolusi), dan emosi juga sebagai perasaan dan fikiran-fikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi dapat dikelompokkan pada rasa amarah, kesedihan, takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu.14
Kecerdasan emosi adalah kemampuan memahami perasaan diri sendiri, kemampuan memahami perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri, dan dalam hubungan
dengan orang lain.15
Adapun dalam buku yang lain Daniel Goleman mengemukakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan dalam kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas dari stres, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan berdoa.16 Dengan demikian yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami serta mengatur suasana hati agar tidak melumpuhkan kejernihan berfikir otak rasional, tetapi mampu menampilkan beberapa kecakapan, baik kecakapan pribadi maupun kecakapan antar pribadi.
2. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosi Menurut Daniel Goleman.
Daniel Goleman berpendapat ada dua macam kerangka kerja kecakapan emosi yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Masing-masing dari kecakapan tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang digabung menjadi lima ciri. Adapun kelima ciri-ciri tersebut adalah:
a. Kesadaran Diri
Para ahli psikologi menggunakan metakognisi untuk menyebutkan proses berfikir dan metamod untuk menyebut kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Adapun Daniel Goleman lebih menyukai istilah kesadaran diri untuk menyebut dua kesadaran di atas.17
Kesadaran diri menurut Daniel Goleman bukanlah perhatian yang larut ke dalam emosi akan tetapi lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi diri di tengah badai emosi.18
Kesadaran diri yaitu mengetahui apa yang ia rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri, dan kepercayaan diri yang kuat.19
Dalam buku Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman memaparkan contoh kesadaran diri yaitu :
14 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 7.
15 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 512.
16 Daniel Goleman, Emotional, 45.
17 Daniel Goleman, Emotional, 63.
18 Daniel Goleman, Emotional, 64.
19 Forum Kajian Budaya dan Agama (FKBA),” Kecerdasan Emosi dan Quantum Learning”,
(Yogyakarta: FKBA, 2000), 3.
111
Al-‘adalah, Volume 22 Nomor 2, Oktober 2019
“Alkisah, di Jepang ada seorang Samurai yang suka bertarung. Samurai ini menantang seorang guru Zen untuk menjelaskan konsep surga dan neraka. Tetapi pendeta menjawab dengan nada menghina, ”Kau hanyalah orang bodoh, aku tidak mau menyia-nyiakan waktu untuk orang macam kamu.” Merasa harga diri direndahkan, Samurai itu naik darah. Sambil menghunus pedang, ia berteriak, ”Aku dapat membunuhmu karena kekurangajaranmu.” “Nah,” jawab pendeta itu dengan tenang, ”Itulah neraka.” Takjub melihat kebenaran yang ditunjukkan oleh sang guru, amarah yang menguasai diri samurai itu menjadi tenang, menyarungkan pedangnya, dan membungkuk sambil mengucapkan terima kasih pada sang pendeta itu atas penjelasannya. ”Dan” kata sang pendeta, ”Itulah surga.”20
Kesadaran mendadak Samurai terhadap gejolak perasaannya adalah inti dari kecerdasan emosional, yaitu kesadaran akan perasaan diri sendiri waktu perasaan itu timbul.
Kesadaran diri tidak terbatas pada mengamati diri dan mengenali perasaan akan tetapi juga menghimpun kosa kata untuk perasaan dan mengetahui hubungan antara fikiran, perasaan, dan reaksi.21
Menurut Daniel Goleman kesadaran seseorang terhadap titik lemah serta kemampuan pribadi seseorang juga merupakan bagian dari kesadaran diri. Adapun ciri orang yang mampu mengukur diri secara akurat adalah:
1) Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
2) Menyempatkandiriuntukmerenung,belajardaripengalaman.
3) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, mau
terus belajar dan mengembangkan diri sendiri.
4) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan
perspektif yang luas.22
Kesadaran diri memang penting apabila seseorang ceroboh, tidak memperhatikan
dirinya secara akurat, maka hal itu akan merugikan dirinya dan berdampak negatif bagi oarang lain. Oleh sebab itu, manusia harus pandai-pandai mencari tahu siapa dirinya. Kesadaran diri juga tidak lepas dari rasa percaya diri. Percaya diri memberikan asuransi mutlak untuk terus maju. Walaupun demikian, percaya diri bukan berarti nekad. Menurut Daniel Goleman rasa percaya diri erat kaitannya dengan “efektivitas diri”, penilaian positif tentang kemampuan kerja diri sendiri. Efektifitas diri cenderung pada keyakinan seseorang mengenai apa yang ia kerjakan dengan menggunakan ketrampilan yang ia miliki.23
b. Pengaturan Diri
Menurut Daniel Goleman pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan
20 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 62.
21 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 428.
22 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 97.
23 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 110-111.
112
Leny Marinda, Integrasi Ayat-Ayat Peduli Lingkungan...
perasaan yang menekan. Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut sophrosyne, “hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkendali” sebagaimana yang diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang pakar bahasa Yunani.24
Menurut Daniel Goleman, lima kemampuan pengaturan diri yang umumnya dimiliki oleh staf performer adalah pengendalian diri, dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas, dan inovasi.25
c. Motivasi
Yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif untuk bertindak secara efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan atau frustasi.26 Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting yang berkaitan dengan memberi perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri, dan berkreasi.
Untuk menumbuhkan motivasi seseorang perlu adanya kondisi flow pada diri orang tersebut. Flow adalah keadaan lupa sekitar, lawan dari lamunan dan kekhawatiran, bukannya tenggelam dalam kesibukan yang tak tentu arah. Momen flow tidak lagi bermuatan ego. Orang yang dalam keadaan flow menampilkan penguasaan hebat terhadap apa yang mereka kerjakan, respon mereka sempurna senada dengan tuntutan yang selalu berubah dalam tugas itu, dan meskipun orang menampilkan puncak kinerja saat sedang flow, mereka tidak lagi peduli pada bagaimana mereka bekerja, pada fikiran sukses atau gagal. Kenikmatan tindakan itu sendiri yang memotivasi mereka.27
Flow merupakan puncak kecerdasan emosional. Dalam flow emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, akan tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga, dan selaras dengan tugas yang dihadapi. Terperangkap dalam kebosanan, depresi, atau kemeranaan kecemasan menghalangi tercapainya keadaan flow.
Menurut Daniel Goleman, salah satu cara untuk mencapai flow adalah dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya pada tugas yang sedang dihadapi. Keadaan konsentrasi tinggi merupakan inti flow.
Flow merupakan keadaan yang bebas dari gangguan emosional, jauh dari paksaan, perasaan penuh motivasi yang ditimbulkan oleh ekstase ringan. Ekstase itu tampaknya merupakan hasil samping dari fokus perhatian yang merupakan hasil prasyarat keadaan flow.
Mengamati seseorang yang dalam keadaan flow memberi kesan bahwa yang sulit itu mudah, puncak performa tampak alamiah dan lumrah. Ketika dalam keadaan flow
24 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 111-112. 25 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 77.
26 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, 514.
27 Daniel Goleman, Emotional, 128.
113
Al-‘adalah, Volume 22 Nomor 2, Oktober 2019
otak berada pada keadaan “dingin”.
Adapun selain itu yang berkaitan dengan motivasi adalah optimisme. Menurut
Daniel Goleman optimisme seperti harapan berarti memiliki pengharapan yang kuat bahwa secara umum, segala sesuatu dalam kehidupan akan sukses kendati ditimpa kemunduran dan frustasi. Dari titik pandang kecerdasan emosional, optimisme merupakan sikap yang menyangga orang agar jangan sampai jatuh dalam kemasabodohan, keputusasaan atau depresi bila dihadang kesulitan, karena optimisme membawa keberuntungan dalam kehidupan asalkan optimisme itu realistis. Karena optimisme yang naif membawa malapetaka.28
d. Empati
Menurut Daniel Goleman, empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain dan berfikir dengan sudut pandang mereka, menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal.29 Menurut Daniel, kemampuan mengindera perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya merupakan intisari empati. Orang sering mengungkapkan perasaan mereka lewat kata-kata, sebaliknya mereka memberi tahu orang lewat nada suara, ekspresi wajah, atau cara komunikasi nonverbal lainnya. Kemampuan memahami cara-cara komunikasi yang sementara ini dibangun di atas kecakapan-kecakapan yang lebih mendasar, khususnya kesadaran diri (self awareness) dan kendali diri (self control). Tanpa kemampuan mengindra perasaan individu atau menjaga perasaan itu tidak mengombang-ambingkan seseorang, manusia tidak akan peka terhadap perasaan orang lain.30
Empati menekankan pentingnya mengindra perasaan dari perspektif orang lain sebagai dasar untuk membangun hubungan interpersonal yang sehat. Bila kesadaran diri terfokus pada pengenalan emosi sendiri, dalam empati perhatiannya diraihkan pada pengenalan emosi orang lain. Seseorang semakin mengetahui emosi sendiri, maka ia akan semakin terampil membaca emosi orang. Dengan demikian, empati dapat difahami sebagai kemampuan mengindra perasaan dan perspektif orang lain.
e. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam tim.
Dalam memanifestasikan kemampuan ini dimulai dengan mengelola emosi sendiri yang pada akhirnya manusia harus mampu menangani emosi orang lain. Menurut Goleman, menangani emosi orang lain adalah seni yang mantap untuk menjalin
28 Daniel Goleman, Emotional, 123.
29 Daniel Goleman, Emotional, 428.
30 Forum Kajian Budaya dan Agama, Kecerdasan Emosi Quantum Learning, 34.
114
Leny Marinda, Integrasi Ayat-Ayat Peduli Lingkungan...
hubungan, membutuhkan kematangan dua ketrampilan emosional lain, yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan keduanya, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tidak dimilikinya kecakapan ini akan membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial atau berulangnya bencana antar pribadi. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan inilah yang menyebabkan orang-orang yang otaknya encer pun gagal dalam membina hubungannya.31
Dalam berhubungan dengan orang lain, manusia menularkan emosinya kepada orang lain atau sebaliknya semakin trampil seseorang secara sosial, semakin baik mengendalikan sinyal yang dikirimkan.
Kesadaran sosial juga didasarkan pada kemampuan perasaan sendiri, sehingga mampu menyetarakan dirinya terhadap bagaimana orang lain beraksi. Menurut Daniel Goleman, apabila kemampuan antar pribadi ini tidak diimbangi dengan kepekaan perasaan terhadap kebutuhan dan perasaan diri sendiri serta bagaimana cara memenuhinya, maka ia akan termasuk dalam golongan bunglon-bunglon sosial yang tidak peduli sama sekali bila harus berkata ini dan berbuat itu.
Dengan demikian, Pemikiran Daniel Goleman tentang kecerdasan emosi walau dalam dataran fakta, ia tidak mengungkap secara langsung tentang pendidikan, namun ia mampu memberikan kontribusi riil dalam mewujudkan pembaharuan pendidikan Islam, sehingga terdapat ciri khas yang mampu mewujudkan pendidikan Islam di Indonesia menjadi sebuah model yang bisa dijadikan rujukan untuk menciptakan pendidikan berkarakter dan berbudi luhur yang tinggi sesuai dengan tuntunan agama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H