Mohon tunggu...
Junita Silitonga
Junita Silitonga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Life Goes On

私は自分自身を愛することを学んでいます

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami Otonomi Daerah dan Sejarah Perkembangannya

21 Juni 2021   16:00 Diperbarui: 21 Juni 2021   16:33 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taukah kalian apa otonomi daerah itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur serta mengurus rumah tangga sendiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut seorang ahli bernama Kansil, otonomi daerah adalah suatu bentuk hak dan wewenang berikut kewajiban dari sebuah daerah untuk dapat mengatur serta mengurus urusan daerah sendiri berdasaran peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, otonomi daerah bisa diartikan sebagai suatu kemandirian daerah untuk mengurus, berbuat, dan memberikan putusan untuk kepentingan daerahnya sendiri. Perlu teman-teman ingat, dalam melaksanakan otonomi, tiap daerah tetap dikontrol oleh pemerintah pusat sesuai undang-undang.

Untuk mengenal lebih dalam mengenai otonimi daerah, teman-teman perlu mengetahui sejarah otonomi daerah, berikut ini akan saya paparkan sejarah otonomi daerah di Indonesia.

Sejarah Otonomi Daerah

Indonesia menggunakan sistem otonomi daerah dalam melaksanakan pemerintahannya. Dilansir dari situs resmi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, otonomi daerah menjadi permasalahan yang hidup dan berkembang sepanjang masa. Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakatnya. Adanya sistem otonomi daerah ternyata sudah terbentuk bahkan sebelum Indonesia merdeka. Berikut sejarah otonomi daerah dari masa ke masa:

Era kolonial 

Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani dkk, pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan mengenai otonomi daerah, yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan tentang administrasi Negara Hindia Belanda). Kemudian pada 1903, belanda mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada dewan di masing-masing daerah. Namun kenyataannya, pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Bahkan hanya setengah anggota dewan daerah yang diangkat dari daerah dan sebagian lainnya pejabat pemerintah. Dewan daerah hanya berhak membentuk peraturan setempat yang menyangkut hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah kolonial. Dewan daerah mendapatkan pengawasan sepenuhnya dari Gouverneur-General Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia. Kemudian pada 1922 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru mengenai administrasi. Dari ketentuan S 1922 No 216 munculah sebutan provincie (provinsi), regentschap (kabupaten), stadsgemeente (kota) dan groepmeneenschap (kelompok masyarakat). Sistem otonomi di era Belanda hanya untuk kepentingan penjajah saja, agar daerah tidak mengganggu koloni dalam meraup kekayaan di Indonesia. Namun ada beberapa yang bisa dipelajari dari sistem otoni daerah era Belanda, yaitu kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan pola penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertingkat. Hal inilah yang masih dipraktikkan dalam penyelenggaraan pemerintah Indonesia dari masa ke masa.

Era Jepang 

Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang banyak melakukan perubahan yang cukup fundamental. Pembagian daerah pada masa Jepang jauh lebih terperinci ketimbang pembagian di era Belanda. Awal mula masuk ke Indonesia, Jepang membagi daerah bekas jajahan Belanda menjadi tiga wilayah kekuasaan. Wilayah tersebut yaitu Sumatera di Bukittinggi, Jawa dan Madura dengan kedudukan di Jakarta, serta wilayah timur, seperti Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil, dan Maluku. Di Jawa, Jepang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa bagian, dikenal dengan sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi dalam Ken (kabupaten) dan Si (kota).

Jepang tidak mengenal provinsi dan sistem dewan. Pemerintah daerah hampir sama sekali tidak memiliki kewenangan. Penyebutan otonomi daerah pada masa itu bersifat menyesatkan. Namun, struktur administrasi lebih lengkap bila dibandingkan dengan pemerintah Belanda. Struktur administrasi tersebut adalah:

  • Panglima Balatentara Jepang
  • Pejabat Militer Jepang
  • Residen
  • Bupati
  • Wedana
  • Asisten Wedana
  • Lurah atau Kepala Desa
  • Kepala Dusun Rt atau RW
  • Kepala Rumah Tangga

Sistem adminsitrasi tersebut yang kemudian diwariskan ke pemerintah Indonesia pasca proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Orde Lama 

Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia, sementara pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden tahun 1960. Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Di Era Orde Lama, Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi. Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkat daerah, yaitu:

  • Kotaraya
  • Kotamadya
  • Kotapraja

Orde Baru 

Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru berlangsung, pemerintah pusat memperketat pengawasan atas pemerintah daerah sebagai pengejawantahan dari pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam era tersebut dikenal tiga jenis pengawasan, yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif, dan pengawasan umum.

Era Reformasi 

Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu: UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut dinilai baik dari segi kebijakan maupun implementasinya. Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan otonomi daerah di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi. Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan beberapa revisi pada UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian dikenal dengan UU No 32 Tahun 2004. Untuk mengatur keuangan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dari situlah yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sampai saat ini otonomi inilah yang masih digunakan.

Setelah mengetahui sejarah otonomi daerah diatas, teman-teman mungkin ada yang penasarah apa sih tujuan ataupun visi otonomi daerah itu ?

Visi atau pandangan otonomi daerah didasari oleh kepercayaan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Melalui pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah dirangsang agar secara kreatif mampu menemukan solusi untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi daerah. Dengan diberlakukannya UU No. 32/2004, pemerintah dan masyarakat daerah kini diberi wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat kini tidak lagi mendominasi. Peran pemerintah pusat hanya sebatas memantau, mengawasi, dan mengevaluasi. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan otonomi daerah dibutuhkan terwujudnya kombinasi antara kepemimpinan yang mantap dari pemerintah pusat dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah. Visi otonomi daerah sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup, yakni politik, ekonomi, serta sosial dan budaya.

Untuk menambah pengetahuan teman-teman semua, perlu teman-teman ketahui otonomi daerah itu menganut asas Sentralisasi dan desentralisasi. Dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara, sentralisasi dan desentralisasi adalah sebuah kontium. Karena tidak ada sebuah negara yang secara penuh hanya menggunakan azas sentralisasi saja dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya juga tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja.

Nah, pasti teman-teman penasaran apa itu sentralisasi dan desentralisasi? Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Sedangkan desentralisasi dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dan lain-lain) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Berubahnya sentralisasi menjadi desentralisasi membawa perubahan dalam sistem pemerintahan diantaranya Pilkada langsung dan Pemilu Presiden. Meskipun dirasa sebagai perubahan ke arah positif tetap saja timbul nada pesimis dan pandangan negatif dari berbagai kalangan tentang pelaksanaan pilkada di Indonesia tidak meniadakan arti pentingnya institusi ini dalam konsolidasi demokrasi di era desentralisasi ini.

Otonomi daerah juga memilik berapa prinsip dalam pelaksanaanya loh, berikut ini akan saya paparkan mengenai prinsip pelaksanaan otonomi daerah

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menemukan momentumnya pada era setelah reformasi 1998. Tuntutan reformasi mendorong Sidang Istimewa MPR Tahun 1998 menetapkan TAP MPR No XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka NKRI. Kemudian, pelaksanaan otonomi daerah semakin sempurna ketika pemerintah dan DPR RI sepakat mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab.

  • Otonomi Seluas-luasnya Prinsip ini berarti bahwa daerah diberi kewenangan untuk mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan yang ditetapkan undang-undang.
  • Otonomi Nyata Prinsip ini berarti bahwa otonomi diberikan untuk menangani urusan pemerintah, berdasar tugas, wewenang, dan kewajiban yang telah ada, serta berpotensi untuk hidup dan berkembang sesuai potensi serta kekhasan daerah.
  • Otonomi bertanggung jawab Prinsip ini berarti bahwa penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan pemberian kewenangan itu. Prinsip ini berarti otonomi menjadi sarana dan dorongan daerah lebih baik dan maju.

Teman-teman, ternyata otonomi daerah itu ada pembagian kewenangan loh, pembagian kewenangan ini dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mengapa harus dibagi-bagi? Pembagian wewenamg ini dilakukan Agar desentralisasi dapat berjalan dengan baik. Dengan pembagian ini akan jelas siapa melakukan apa, dan siapa membiayai apa. Pemisahan dan pemilahan ini akan berdampak pada tatanan kelembagaan dan akhirnya pada penyediaan dan penempatan pegawai.  Pembagian kewenangan dari sudut pandang masyarakat dapat ditentukan dengan siapa yang akan menerima manfaat dan siapa yang akan menanggung beban atau resiko atau dampak. Sebagai contoh penyelenggaraan upaya pertahanan negara akan bermanfaat bagi seluruh bangsa dan harus didanai oleh seluruh bangsa secara nasional, oleh karenanya bidang pertahanan merupakan kewenangan pemerintahan nasional (pusat). Namun "lampu penerangan jalan" misalnya, hanya bermanfaat bagi penghuni kota atau permukiman tertentu dan dapat didanai oleh masyarakat setempat, karenanya hal ini mutlak kewenangan pemerintahan kota. Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan. Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya pada kewenangan di bidang:

  • Politik luar negeri
  • Pertahanan keamanan
  • Peradilan
  • Moneter dan fiskal
  • Agama
  • Kewenangan di bidang lain.

 

Wahh, sekarang teman-teman jadi tahu banyak hal kan mengenai otonomi daerah, Semoga ulasan ini dapat menambah pengetahuan dan membantu teman-teman semua ya, sekian dari saya Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun