Mohon tunggu...
Bentara Manusia
Bentara Manusia Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Kayu

Lelah, jalani saja, Tuhan tahu waktuNya, kudibawah kendaliNya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

May Day is Not Holiday

1 Mei 2019   02:41 Diperbarui: 1 Mei 2019   16:14 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Masih terpatri jelas dalam pikiran dan ingatan. Sepulang Sekolah, tiba di rumah. Melanjutkan hari dengan bermain di halaman rumah. Bersama kawan-kawan Sekolah menengah pertama bersorak-sorai dan berlomba apa saja, menunjukkan siapa yang kuat, menang, dan berkuasa. Hari beranjak pukul empat sore, Ibu memanggil. 

Sebuah susunan rantang wadah tempat makan, sebutannya Bontot. Tolong, antarkan bontot ini untuk bapakmu di Pabrik. Pesan Ibu sambil memberikan rantang bersusun itu. 

Mengendarai sepeda menuju pabrik di mana bapak bekerja lembur. Waktu itu bulan puasa, jadi bapak dipaksa untuk bekerja melebihi jamnya. Ya, itulah kisah nyata, aku saksi, aku anak buruh, betapa buruh dipandang sebagai pekerjaan enteng bagi para penguasa. Tulisku!

BURUH ADALAH SETIAP ORANG YANG BEKERJA DENGAN MENERIMA UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN, UU No. 13 Tahun 2003.

Tanggal 17 April 2019 lalu merupakan pemilihan umum yang diputuskan menjadi hari libur nasional agar semua masyarakat di seluruh pelosok negeri ini berjalan kaki membawa diri ke bilik suara untuk memilih wakilnya di tingkat dua, tingkat satu, bahkan di Senayan dan tentunya sang nahkoda dan wakilnya, presiden dan wakil presiden. Dan sejarah mencatat bahwa pesta demokrasi yang diamati oleh lembaga-lembaga riset dari negara-negara di dunia itu mengisahkan duka cita mendalam. 

Kelelahan dan ketidaksiapan lembaga pelaksana serta hitungan penghematan yang mengada-ngada telah mengantarkan para pahlawannya ke istana terakhirnya, ketenangan, kematian, kehidupan yang kekal. Kesedihan pasti masih terasa serta menyelimuti suasana keluarga. Duka terdalam diucapkan pada mereka yang ditinggalkan oleh kekasih hatinya. 

Petugas-petugas yang gugur itu adalah buruh. Buruh yang mensukseskan pemilu 17 April 2019. Namun, dua kubu yang bertarung laiknya petinju masih saja saling melemparkan opini di media pemberitaan, seperti gelandang pemain sepak bola juga, mengarahkan opini ke arah yang membuat para penontonnya bersorak-sorai, bengong, membingungkan, keanehan, lucu dan tertawa. Siapakah yang bersalah? Kasihan, lembaga pelaksana seakan-akan dihina bahkan dicaci maki seenaknya saja. 

Ahhh...biarlah hakim-hakim suci di Mahkamah Konstitusi saja yang memutuskan nantinya, siapa yang akan menjadi pemenangnya, bukan? Berakhirlah perseteruan ini. kejujuran dan kebenaran akan selalu ada, hidup selama-lamanya. Hanya saja kebohongan menjadi rival utamanya.

Tanggal 1 Mei 2019 dalam kalender akademik kampus bertanda merah tebal, libur nasional, ya. Di bagian bawah tertulis "Hari Buruh". 

May Day is not holiday, sebuah kalimat sederhana dan mengandung arti penting. Satu Mei adalah hak bersuara bagi buruh. Siapakah buruh itu? Kita semua adalah buruh. Mahasiswa bukan buruh? Mahasiswa adalah buruh. 

Semua harus turun ke jalan pada hari buruh. Bersama buruh dan mahasiswa, kita suarakan betapa melejitnya harga uang sekolah. Benar, orang miskin dilarang sekolah. Orangtua dari siswa adalah buruh. Mengapa kita tak bergabung saja dengan mereka? Orasi bersama, bernyanyi bersama, teatrikal bersama, biarlah para pengusaha pemegang modal menutup telinga. Hak-hak ayah dan ibu harus kita gemakan.

Wiji Thukul (12 November 1984) dalam syairnya, Sehari saja kawan/ kalau kita mogok kerja/ dan bernyanyi dalam satu barisan/ sehari saja kawan/ Kapitalis pasti kelabakan/// Setuju jika hari Buruh diliburkan. Setuju jika para Buruh dan Mahasiswa menyuarakan tuntutannya dengan keras, di jalanan, di tugu, di persimpangan jalan, di lampu-lampu merah ibu kota. Supaya mereka yang memiliki telinga pun mendengar serta mengambil jalan solusi mensejahterakan kehidupan buruh.

Sehari setelah May Day 1 Mei 2019, kita juga menyambut Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS). Menjadi renungan, sudahlah, sudah kita bergabung denganburuh menyampaikan suara kita. Sudah sebaik apa sistem pendidikan nasional kita? Patut, guru juga buruh. 

Yang tidak setuju guru adalah buruh, berarti ia adalah PNS buru atau ia merasa guru lebih mulia dari pada buruh. BUKAN! Justru itu jika guru dimasukkan ke dalam defenisi buruh lewat Undang-Undang ketenagakerjaan, mungkin bisa bersama-sama pada hari buruh turun ke jalanan menuntut hak-haknya Guru. Terkendala, pada siapa guru honorer mengadu. 

Mereka adalah pekerja yang menerima gaji atau imbalan juga bukan? Adapun guru tidak memiliki ketetapan laiknya UMR setiap provinsi. Masih banyak guru yang hak-haknya tidak terpenuhi, terutama mereka yang menjadi guru di sekolah-sekolah swasta. Digaji seenaknya saja. Apakah guru mempunyai sarekat laiknya sarekat kaum buruh?  Hari buruh menjadi perenungan betapa guru pun merasakan hal yang sama. Menderita dan dituntut melakukan yang terbaik untuk bangsa. 

Guru pun ingin dihargai hak-haknya dan hidup sejahtera sebagai orang mulia dan berjasa dalam mendidik anak-anak calon generasi pengganti penerus cita-cita bangsa. Jawaban mengenai pertanyaan apakah guru adalah buruh, perlu perenungan untuk menjawabnya. Buruh, guru, anak-anak buruh, sekolah dan kemiskinan adalah kata kunci dari tulisan ini.

May Day dan HARDIKNAS adalah hari sakral yang penuh dengan penderitaan dan tuntutan. Rentetan hari besar nasional di nNegeri kita. Kedua hari ini mengandung banyak permasalahan yang seharusnya dicarikan solusinya oleh pemerintah dan semua yang berperan di dalamnya. Maka dari itu May Day adalah momentum memperjuangkan hak, bukan sebagai hari untuk liburan. 

Anak-anak buruh juga berhak untuk mengenyam pendidikan. Tuntutan bBuruh prihal revisi PP No. 78 Tahun 2015 peraturan pengupahan laik mandapat perhatian pemerintah. Agar Buruh dilibatkan dalam menentukan kenaikan upah minimum. 

Jika Buruh sejahtera, sekolah yang hari demi hari bertambah mahal pun dapat diduduki oleh anak-anak pekerja yang disebut sebagai Buruh. Perlindungan terhadap buruh tidak cukup dengan BPJS. Isu permasalahan Buruh harus terus diperjuangkan dan diselesaikan tentunya.

Akhirnya, buruh makmur, nNegara pun maju, guru pun tersenyum. Semoga refleksi hari buruh bukan sebagai  hari untuk berlibur ini menjadi pertanyaan dan pencariaan solusi, apakah nNegara sudah bijak dalam memenuhi hak-hak buruh, atau nNegara hanya cukup bijak untuk para pemegang modal saja?

Momentum hari buruh yang jatuh pada hari ini bukan bias kepentingan politik sebuah partai yang akan melanggeng ke kursi kekuasaan. Sarekat buruh berkumpul dan bersuara, murni untuk kepentingan kawan-kawan buruh, murni untuk perjuangan kaum buruh untuk mendapatkan keadilan, murni menuntut hak-hak, dan tidak untuk meluaskan karpet merah bagi calon tertentu menuju istana mewah. Barangkali, buruh juga perlu bersuara, mengingat besok adalah Hari Pendidikan Nasional. 

Anak-anak buruh juga harus pergi ke sekolah. Sekolah adalah tempat senggang anak-anaknya saat para bbekerja mati-matian untuk perusahaan. Buruh dan guru, semoga nasibmu dijawab oleh Negara Republik Indonesia.

Kututup dengan syair puisi guru dan buruh,

Hai Ibu

Hari Buruh tiba

Apakah Ibu turut turun ke jalan menuntut nasib Ibu

Ibu adalah Guru

Guru yang digaji sama seperti buruh

Kenapa Ibu diam saja tidak menjawab tanyaku

Oh Ibu

Ibu menjawab, biar saja Buruh menuntut

Aku di sini saja

Mendidik anak-anak para Buruh 

Agar kelak anak-anak Buruh menjadi Buruh intelektual

Baiklah Ibu

Mari bernyanyi

Hari ini adalah hari Buruh

Besok upacara, karena esok HARDIKNAS

 

Bantul, 1 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun