Menjadi bahan diskusi liar media sosial. Ah entah siapa yang paling benar. Setan pun tak tahu siapa yang bertuhan hari ini. semua buta, semua tuli, semua tak merasa, kalau Indonesia Bhineka Tunggal Ika dan lagu yang sama Indonesia Raya. Kita telah lupa karena tahta untuk mereka.
Sayang, kita semua dialihkan untuk melihat perdebatan sengit antar kedua kubu. Dikenal kubu Cebong atau kubu kampret ditambah sebuah kubu independensi orang-orang militan golongan putih (golput).
Ada satu yang kita kesampingkan dalam pristiwa menjelang pemilu esok hari adalah siapa yang akan kita (saya) pilih untuk menjadi wakil saya pada lima tahun nanti. Mereka masuk ke dalam empat kertas surat suara, diantaranya calon: DPR RI, DPD RI, DPRD PROVISI, DPRD KABUPATEN/KOTA.
Hari-hari berlanjut, perdebatan tentang rekam jejak mereka pun hilang, dalam tak tergali lagi. Kampanye mereka pun menempel ibarat simbiosis dalam disiplin ilmu Biologi. Tak tahu apakah efek ekor jas akan turut mengantarkan mereka pada kemenangannya? Kita lihat saja.
Jika dipikir-pikir secara matang, para legislatif ini dalam lima tahun mendatang juga akan berdampak pada keberlangsungan demokrasi kita sebagai rakyat Indonesia.
Namun, karena pemilihan hemat dengan pelaksanaan serentak. Mereka bebas syarat dan terjauhkan dari lidah-lidah api media sosial untuk dikritisi. Apakah hari ini legislatif kita sudah menjawab persoalan rumit? Mengapa kita tak pernah mendiskusikan mereka? Mengakji program kerja mereka? Mereka dari partai, bukan?
Karena calon presiden dan wakil presiden hanya ada dua pilihan. Kita pun teralihkan untuk mengkoreksi calon legislatif di masa yang akan datang.
Besok adalah waktu bagi yang pro demokrasi liberal untuk memilih. Dan besok adalah waktu bagi golongan putih murni untuk tidak memilih atau menyambangi TPS. Dan juga besok adalah waktu terbaik bagi golongan putih pembawa perubahan untuk datang ke TPS mencoblos sesuka hati, demi membawa perubahan, menghindari terjadinya kelicikan surat suara. Gunakan hak pilih. Golput di bilik suara adalah hak demokrasi.
Kembali aku mengingat cita-cita, ah aku apakah mungkin akan menjadi orang kaya pengusaha serta penguasa yang elegan disegani oleh setiap manusia? Kemapanan membuat kita terlalu jatuh cinta yang berujung pada kesakitan jiwa dan kehilangan perasaan menghargai roh kehidupan manusia. Tak mungkin, kan orang miskin dilarang sekolah.
Yogyakarta, 16 April 2019