Interdepedensi disini secara harfiah dipahami sebagai hukum sebab-akibat yang saling bergantungan antar manusia. Dengan mempelajari dan merenungkan paiccasamuppda, Siddhartha Gautama (yang sebelumnya masih menjadi petapa Hindu, Brahmana) akhirnya mencapai pencerahan sempurna dan menjadi Buddha.
Dalam teorinya, paiccasamuppda dapat dijalankan dengan baik ketika seseorang dapat memahami dan menjalankan nyat (kekosongan) serta 12 Nidna. Namun pada praktiknya secara sederhana (di kehidupan urban dan plural ini), kita hanya perlu memahami bahwa setiap tindakan kita akan berdampak terhadap hal lain, baik ataupun buruk, apapun konteksnya (konsekuensi). Karma baik yang sebelumnya ditanam akan berbuah menjadi sesuatu yang lebih baik lagi, begitupun sebaliknya dan akhirnya menjadi Karma yang sifatnya universal.
Umumnya, kita akan menyadari nilai dan sifat asli kita pada saat ajal menjemput, itulah esensi kematian yang menarik. Meskipun dalam optimisme yang penuh, kebaikan/karma baik yang lahir seharusnya tidak berlandaskan pada kematian semata, namun pada esensi manusia sebagai makhluk sosial yang terbatas.
"Ketika terlahir, kita menangis sedangkan orang disekeliling kita tertawa. Maka buatlah kebaikan, agar ketika mereka bersedih di hari kematianmu, kita lah yang tertawa bahagia!" - Gus Dur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H