Mohon tunggu...
Yuni Kustanto
Yuni Kustanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - pengajar SD

toekang nglajo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjual Sungai

3 Oktober 2012   03:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:20 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya iri deh, ketika melihat tayangan di televisi yang menggambarkan negara-negara maju mampu memanfaatkan sungai dengan baik. Bahkan mereka menghargai sungai sebagaimana mestinya. Kebersihan terjaga, sehingga habitat air pun akhirnya betah.

Saya ingin mengajak kembali bernostalgia mengulang masa kecil saya waktu bermain di sungai di daerah saya. Di tahun 8oan saya punya kenangan tersendiri tentang sungai. Sungai menjadi tujuan utama bermain saya bersama teman-teman yang lain. Jenis ikan yang ada pun lumayan masih beragam. Bulus, sidat, lumbon, wader pari, wader kepala perak, betik, betok, nila, cethul, sili, sepat, lele lokal, kutuk ( ikan gabus ), dan masih banyak lagi. Bisa dibilang sungai sudah menyediakan lauk sehat bagi kita. Sungguh, sepenggal kenangan yang rasanya susah diulang. Mungkin di antara pembaca ada yang memiliki kenangan yang sama dengan saya.

Beberapa waktu yang lalu kembali saya melihat sungai yang sama. Kondisinya jauh berbeda, aroma tak bersahabat menjadi sapaan yang pertama bagi saya. Sungai menjadi dangkal, aliran air mengecil, dan sampah di mana-mana. Penghuni air pun menghilang entah ke mana. Ikan cethul yang biasanya bergerombol mendominasi kehidupan sungai pun jarang terlihat.

Saya hanya bisa terus bertanya dalam hati, "Harus bagaimana?" Mungkin saya termasuk salah satu orang yang nggak punya pekerjaan, memikirkan sungai yang sepertinya Pemerintah sudah mulai melupakannya. Terbersit sedikit kekaguman saya kepada almarhum Bapak Pembangunan. Di masanya, pemerintahan  cukup memperhatikan keberadaan sungai. Program-program irigasi terpantau dengan baik. Masyarakat juga patuh untuk tidak membuang sampah di sungai. Bisa dikatakan "petunjuk Bapak Presiden" berpengaruh baik.

Sedikit harapan saya ketika pemerintah gencar mencanangkan Prokasih atau Program Kali Bersih, yang berusaha mengembalikan fungsi sungai itu sendiri. Entah dalam pelaksanaannya memiliki dampak cukup memuaskan atau tidak.Semoga saja berdampak baik.

Bagi teman-teman yang masih menikmati keberadaan sungai yang masih perawan, semoga bisa terjaga kelestariannya. Menyampaikan kabar baik tentang kegunaan dan keuntungan sungai secara getok tular antarwarga, antardukuh, antarkepala desa, antarkepala daerah, antarmenteri, bahkan antaranggota DPR, kiranya menjadi solusi dan kemaslahatan kita bersama. Para kepala daerah jangan mau disuruh menjual sungainya kepada pengusaha-pengusaha yang ingin membuang limbahnya ke sungai. Supaya kita tidak mendapatkan kerugian besar di kemudian hari.

Harapan itu masih ada, ketika seluruh komponen terlebih pemerintah mau bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Salah satu bukti yang bisa kita tiru yaitu Sungai Thames di Inggris. Sungai Thames adalah sungai terbersih di dunia yang mengalir melalui sebuah kota besar. Ini adalah prestasi besar mengingat 50 tahun yang lalu sungai itu begitu tercemar yang dinyatakan mati secara biologis. Dari tahun 1830-1860 puluhan ribu orang meninggal karena kolera akibat polusi di Sungai Thames. Limbah ini dibuang langsung ke Sungai Thames.

Diputuskan bahwa ‘tanaman Pengobatan’ harus dibangun untuk membersihkan air dari Thames sebelum dipompa ke rumah. Tanaman pengobatan juga dibersihkan dari air kotor setiap rumah sebelum kembali ke Sungai Thames. Tidak hanya kesehatan masyarakat yang membaik, tetapi juga air di Sungai Thames menjadi lebih bersih.

Pada tahun 1960 undang-undang baru dibuat untuk menghentikan pabrik membiarkan air kotor/limbah mereka pergi ke sungai. Saat ini lebih dari setengah dari lumpur limbah London dijual dalam bentuk pelet sebagai pupuk untuk pertanian. Nah, bisa khan?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun