"Sudahlah!" hardik Pak Megan memecahkan lamunan Nurani. "Beristirahatlah barang satu atau dua hari lagi. Kamu kelihatan begitu lelah, kita aman di sini!" Pak Megan terus merayu.
Nurani mendekati Pak Megan yang masih asyik menikmati biji-bijian yang begitu enak. Dengan malu-malu dan perlahan Nurani mematuki biji-bijian yang ditawarkan Pak Megan. Ketika biji-bijian itu masuk ke dalam temboloknya, ada kekuatan baru di tubuhnya. Nurani pun semakin bersemagat untuk menikmatinya.
Sesaat dia teringat kembali akan anak-anaknya. Terlihat jelas dua paruh kecil menganga penuh harap. Pak Megan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Nurani. "Sudahlah, apakah tidak sebaiknya kita menciptakan keluarga baru di tempat serba kecukupan ini. Bahkan kita akan berkembangbiak memenuhi tempat ini?". Kembali Nurani harus berpikir ulang, dalam hatinya dia ingi mencoba sesuatu yang begitu menjanjikan.
Saat Nurani mencoba untuk tawar menawar dengan pilihannya, tak terasa senja pun telah tiba. Matahari beranjak pergi dari cakrawala untuk tidur sejenak. Nurani terhenyak kaget, secepat kilat dikepakkannya sayapnya. Terbang tinggi dan tinggi, hati Nurani berkecamuk. Mengapa dirinya melewatkan waktu bersama dengan anak-anaknya. Apalagi di saat ini anak-anak butuh makan dan peluk kehangatan ibunya.
Nuri mempercepat terbangnya, menembus dingin dan gelapnya malam. Dalam benaknya hanya ada satu, anak-anak. Kebiasaan terbang dan kesetiaan yang pernah ia pelajari memudahkannya menghafal tempat-tempat yang pernah dilewati. Dengan pengelihatannya yang tajam, dari kejauhan atap rumah tempat dia tinggal sudah terlihat. Jantungnya pun berdegub kencang menghiraukan keadaan anak-anaknya.
Plakk..plaakk.. Suara kepakan sayap Nurani menghentikan laju terbangnya. Masih dengan sorotan mata yang tajam, Nuri bergegas masuk menuju sarangnya.
Nurani terhenyak, dua anaknya terkulai lemas sudah tak bernyawa. Ia mencoba untuk tegar, digerak-gerakkan tubuh anaknya satu per sartu dengan kepalanya. Dengan harapan anaknya masih bisa bangun. Namun semuanya sudah terlambat. Waktu tidak bisa diputar kembali dan rasa kecewa serasa tiada arti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H