Mohon tunggu...
Juniar Ajeng Kusumawardani
Juniar Ajeng Kusumawardani Mohon Tunggu... Lainnya - memayu hayuning bawana

Hi! I'm Juniar! I am interested in various things, especially environment, literature, and entertainment

Selanjutnya

Tutup

Money

New Normal, Masihkah Prediksi Krisis Pangan Nyata Terjadi?

19 Juni 2020   19:16 Diperbarui: 19 Juni 2020   19:14 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandemi COVID-19 yang belum genap berusia setahun ini cukup mengguncang tatanan berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali bidang penyangga negara Indonesia yaitu pertanian. Sektor utama penghasil penunjang hidup manusia ini bisa dikatakan mengalami suatu kendala baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesenjangan antara kenyataan dan harapan dalam keberlanjutan produksi sektor pertanian bisa dilihat secara jelas.

Stok bahan makanan yang tersimpan dalam gudang-gudang dimana jumlahnya mulai menipis, sementara produksi dan distribusi terhambat akibat pembatasan sosial hampir di seluruh dunia membuat masyarakat menjadi khawatir terhadap kelangkaan pangan. Saat itu pula, negara-negara eskportir bahan makanan pokok akan menahan ekspornya sebagai cadangan kebutuhan dalam negeri. Indonesia, sebagai salah satu negara pengimpor beras pun harus menghadapi kenyataan tersebut.  

Kekhawatiran akan krisis pangan merambah dan mengakar kuat di pikiran masyarakat. Bahkan, organisasi pangan dunia (FAO) melalui laman resminya pada 7 April 2020 lalu menyatakan sebuah peringatan akan munculnya krisis pangan dunia dalam beberapa bulan ke depan yang menambah kecemasan masyarakat. Akibatnya, mereka berlomba-lomba untuk membeli makanan hingga menimbun bahan makanan, yang mana fenomena ini disebut dengan panic buying.

Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sudarsana dkk (2020) dalam bukunya yang berjudul "COVID-19: Perspektif Agama dan Kesehatan" dimana disebutkan fenomena psikologis yang terjadi di Indonesia, masyarakat yang mengalami ketakutan dan kecemasan yang berlebihan tanpa diimbangi pengetahuan cukup berpotensi untuk melakukan hal-hal irasional, salah satunya ialah panic buying.

Padahal kekhawatiran krisis pangan tidak perlu ditanggapi secara berlebihan karena menurut Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Bambang Sugiarto melalui laman bulog.go.id pada 4 Februari 2020 lalu bahwa kondisi perberasan Indonesia lima tahun ke depan tetap tersedia bahkan selalu tersedia lebih dari cukup sepanjang waktu.

Kini, Indonesia memasuki era baru, yaitu New Normal. Perbedaan paling mencolok dari hari-hari biasa dengan new normal ialah penerapan protokol kesehatan dalam beraktifitas sehari-sehari, baik di dalam maupun di luar ruangan. Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepata Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmita melalui laman indonesia.go.id pada 31 Mei 2020 lalu, new normal merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, tetapi ditambah dengan penerapan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa aktivitas akan kembali normal seperti semula. Artinya, tidak ada pembatasan sosial yang bersifat lockdown lagi sehingga akses antar daerah, bahkan negara mulai terbuka. Tidak akan ada kendala dalam proses produksi dan distribusi dalam pertanian yang faktor utamanya disebabkan oleh pandemi.

Lalu bagaimana dengan prediksi krisis pangan? Kementerian Pertanian melalui laman finance.detik.com pada 4 Mei 2020 memperkirakan produksi beras pada Juni mengalami surplus hingga 6,4 juta ton, 11 komoditi bahan pokok yaitu jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi atau kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, minyak goreng, dan termasuk beras di dalamnya terus dikawal agar terjaga ketersediannya.

Maknanya, ketersediaan beras sangat melimpah sehingga kemungkinan terjadinya krisis pangan adalah kecil. Oleh sebab itu, perilaku panic buying atau perilaku-perilaku lain yang menimbulkan persepsi akan terjadi krisis pangan sebaiknya dihindari karena pemerintah sudah menjamin ketersediaan bahan pangan pokok sesuai dengan kebutuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun