“You are not a doctor. Remember that. ─ No, but I play one on the internet.” (Tucker, 2012)
Terjebak dalam Pikiran dan Bertemankan Keluhan Fisik
Seorang klien wanita (RJ) berusia 24 tahun bercerita bahwa sejak 14 bulan terakhir dirinya mengalami nyeri pada beberapa bagian tubuhnya. Dimulai dari sensasi gatal dan panas pada bagian payudara kiri. Klien sudah beberapa kali mendatangi dokter dan pusat pelayanan kesehatan, namun keluhan tidak pernah sembuh bahkan semakin parah.
Klien merasa dokter yang memeriksanya kurang kompeten sehingga tidak mampu melakukan pemeriksaan yang tepat (menurut klien). Tak puas dengan usaha yang ada, klien aktif mencari informasi terkait keluhan yang dirasakannya.
Menurut klien, informasi yang diterima mengarah pada simtom kanker payudara. Sejak saat itu, klien terus merengek pada orang tuanya bahwa dirinya ‘pasti’ sedang mengalami gejala awal kanker payudara.
Klien mengatakan hampir setiap waktu ia memandang dan meraba payudara kirinya karena khawatir simtom lanjutan kanker payudara akan muncul. Orang tua klien terus meyakinkan klien bahwa keyakinan klien salah dan tidak akan terjadi apa-apa. Klien mengatakan bahwa dirinya merasa tidak memperoleh dukungan dari orang tuanya.
Rentang beberapa bulan kemudian, klien merasakan dada kirinya nyeri dan terasa berat saat bernapas. Klien kembali mencari informasi melalui internet terkait kondisi yang dialami. Klien mengatakan pada saat itu semua simtom yang ia rasakan mirip dengan diagnosis penyakit jantung koroner.
Tak jauh dari itu, klien merasakan nyeri bertubi-tubi menyerang tubuhnya. Mulai dari nyeri yang tidak biasa di perut bagian bawah, punggung dan ulu hati. Seluruh simtom yang dirasakan mengarah pada penyakit parah, seperti kanker ovarium dan penyakit jantung koroner.
Dimulai dari sini, klien mengatakan seringkali menangis dan merasa kesal dengan semua orang termasuk orang tua dan teman-temannya. Ketika klien mengeluhkan simtom yang dirasakan dan perkiraan diagnosis keluhannya, semua orang mengatakan klien berlebihan.
Klien memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dan mendatangi beberapa poli sendiri, seperti poli penyakit dalam, poli kandungan dan poli umum. Klien menjelaskan dirinya bahkan mengikuti beberapa prosedur laboraturium untuk mendapatkan keakuratan pemeriksaan.
Namun, seluruh dokter di masing-masing poli menyimpulkan bahwa klien tidak mengidap penyakit apapun sehingga tidak satu dokter pun yang memberikan resep obat pada klien
Tidak setuju dengan penjelasan dokter, klien bahkan menangis dan memohon dokter mengulang pemeriksaan padanya. Sekali lagi, klien merasa kecewa dengan penjelasan yang dokter-dokter tersebut katakan padanya.
“Saya benar-benar merasakan nyeri, tidak nyaman. Tapi kenapa tidak satupun dokter mengetahuinya? Ini tidak masuk akal.”
Hampir setiap waktu, klien terus melakukan pencarian untuk memastikan kondisi apa (penyakit) yang sedang dialaminya. Klien terus meyakini bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja dan pasti sedang mengidap penyakit serius.
Klien menceritakan bahwa ada satu waktu dirinya menghindar dari teman-temannya dan tengah ‘mempersiapkan kematiannya’. Klien mengatakan selepas dari melakukan pemeriksaan di salah satu rumah sakit, klien terus meminta ayahnya mengirimkan biaya tambahan guna dapat mengulang pemeriksaan di tempat lain.
Klien mengatakan dirinya menghabiskan biaya yang cukup besar untuk bergiliran datang ke laboraturium, rumah sakit serta tempat praktek pribadi dokter. Klien bahkan berani meninggalkan jadwal kuliah dan kegiatan akademik lainnya untuk mendatangi pusat layanan kesehatan dan mendapatkan diagnosis yang tepat sesuai dengan keyakinannya.
Kesehatan Mental dan Internet
Pengalaman salah satu klien terkait kondisinya menggambarkan bahwa terdapat hubungan sebab-akibat antara kondisi mental dengan internet. Perkembangan teknologi sangat mempermudah manusia beraktivitas. Mulai dari sediaan peralatan canggih hingga penyedia informasi.
Manusia dapat mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu yang relatif singkat tanpa melakukan banyak hal. Semua dapat dilakukan dan didapatkan dalam satu genggaman tangan. Akan tetapi, teknologi tidak selamanya memberikan dampak positif.
Ratnaya (2011) menyebutkan bahwa terdapat beberapa dampak negatif dari penggunaan teknologi antara lain manusia akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk memanfaatkan teknologi (menonton televisi, bermain handphone, dan lain-lain), berkurangnya interaksi sosial, terjadinya cybercrime, semakin mudahnya penyebaran pornografi, kekerasan, dan lain-lain, munculnya masalah atau gangguan mental seperti kecemasan dan depresi, serta penurunan kepuasan dan kualitas hidup (Özgür, 2016).
Berdasarkan penjelasan di atas, kondisi mental klien yang terus-menerus mencari informasi terkait dengan keluhan fisik yang dimiliki dan meyakini sedang mengidap suatu penyakit parah disebut dengan illness anxiety disorder (disebut hipokondriasis di DSM-IV). Fenomena ini erat kaitannya dengan self-diagnose yang akhir-akhir ini menjadi kebiasaan masyarakat kita dengan hanya bermodalkan informasi dari internet.
Pengalaman klien RJ menggambarkan bahwa peran internet adalah crucial factor yang memperparah kondisi mentalnya. Kesamaan karakteristik keluhan dan informasi dari internet memperkuat keyakinan RJ bahwa dirinya sedang memiliki penyakit parah. Informasi ini pula yang menjadi modal RJ meragukan atau sanksi dengan penjelasan dokter mengenai kondisinya.
Apa itu Illness Anxiety Disorder?
Illness anxiety disorder merupakan salah satu bagian somatic symptom and related disorder (disebut somatoform disorder di DSM-IV). Kriteria diagnosis dari illness anxiety disorder menurut DSM-5 antara lain:
- Keyakinan memiliki atau memperoleh penyakit parah.
- Keluhan fisik (simtom somatik) tidak muncul atau jika muncul memiliki intensitas yang ringan.
- Tingkat kecemasan tentang kondisi kesehatan sangat tinggi atau rentan, dan individu juga mudah terpancing ketika membahas tentang isu kesehatan.
- Individu menunjukkan perilaku yang berlebihan (seperti berulang kali mengecek bagian tubuh tertentu untuk memastikan munculnya suatu penyakit) atau menghindari sama sekali hal yang berbau kesehatan atau pemeriksaan.
- Keyakinan akan kepemilikan suatu penyakit berlangsung setidaknya 6 bulan, namun bentuk ketakutan akan penyakit tertentu mungkin terjadi (berubah-ubah).
- Tidak muncul dalam diagnosa gangguan mental lainnya seperti gangguan panik, gangguan kecemasan menyuluruh, gangguan dismorfik tubuh, gangguan obsesif kompulsif, dan lain-lain.
- Karakteristik spesifik individu adalah care-seeking type (mengunjungi layanan kesehatan dan melakukan bermacam tes) dan care-avoidant type (jarang atau menghindari layanan kesehatan).
Bagaimana sebaiknya bersikap?
Penggunaan teknologi seperti internet tentu tidak dilarang. Namun, kita harus lebih bijak dalam menggunakannya. Seluruh informasi yang diterima wajib disaring secara hati-hati dan objektif.
Hindari kebiasaan mendiagnosa diri berdasarkan informasi yang didapat dari internet. Dengan begitu, dampak-dampak negatif dari penggunaan internet akan semakin berkurang. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan agar terhindar dari dampak negatif internet ketika muncul keluhan fisik:
- Coba lakukan pertolongan pertama. Ketika memiliki keluhan fisik seperti nyeri atau sakit di bagian tertentu, coba atasi dengan hal-hal yang bisa lakukan seperti memberi minyak oles, memijit, dan lainnya.
- Segera kunjungi dokter atau pusat layanan kesehatan. Untuk memastikan keluhan fisik yang kita alami, lebih baik untuk segera berkonsultasi dan lakukan pemeriksaan medis dengan dokter. Sehingga, kita paham apa yang terjadi dan bagaimana cara menangani keluhan fisik yang ada.
- Berhenti melakukan pencarian informasi di internet. Melakukan pencarian informasi akan sangat membantu kita mengidentifikasi keluhan yang kita alami, namun terkadang informasi yang kita dapat dari justru memicu kekhawatiran berlebih. Jika hal ini terjadi, segera hentikan pencarian informasi.
- Tenangkan diri dan lakukan self-talk positif. Ketika muncul kekhawatiran berlebih setelah mencoba mencari tahu tentang keluhan, segera hentikan pencarian dan coba untuk melakukan self-talk seperti “stop, ini hanya membuatmu semakin sakit, “saya baik-baik saja”, “tunggu penjelasan dokter saja ah”, dan lain-lain.
- Berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Ketika kekhawatiran terkait keluhan fisik berlanjut bahkan setelah berkonsultasi dengan dokter, segera lakukan konsultasi atau konseling dengan ahlinya yaitu psikolog atau psikiater.
- Selalu berpikiran positif. Kapanpun dan bagaimanapun kita menghadapi suatu peristiwa, belajarlah untuk selalu berpikiran positif. Hal ini akan sangat bermanfaat dan membantu menetralkan kondisi kita baik fisik maupun mental.
Referensi:
Anonim. (2020). Hypochondria Quotes. Diakses pada tanggal 06 Oktober 2020
Mark, E., Landwehr, J., & Schoden, J. (2016). Impact of the DSM-IV to DSM-5 changes on the National Survey on Drug Use and Health. Diakses pada tanggal 07 Oktober 2020
Ratnaya, I. (2011). Dampak negatif perkembangan teknologi informatika dan komunikasi dan cara antisipasinya. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 8, (1), 17-28.
Özgür, H. (2016). The relationship between Internet parenting styles and Internet usage of children and adolescents. Computers in Human Behavior, 60, 411-424.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H