Bidang kesehatan:
- Psikolog bertugas di pusat-pusat layanan kesehatan (pusyankes).
- Psikolog terlibat dalam prevensi, promosi, kurasi, dan rehabilitasi kesehatan mental.
- Psikolog terlibat dalam dukungan psikososial dalam situasi kebencanaan dan pandemi Covid19.
Berdasarkan perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Seiring dengan pertumbuhan layanan praktik psikologi di berbagai bidang, maka kebutuhan tenaga psikologi semakin besar dan semakin bervariasi kompetensi yang dibutuhkan.
- Berdiri berbagai program studi psikologi di Indonesia yang menghasilkan tenaga psikologi dengan kompetensi masing-masing. Data statistik tahun 2021 tentang penyelenggara pendidikan tinggi psikologi adalah sebagai berikut (Program Studi dan Jumlah Perguruan Tinggi Penyelenggara): S1 Psikologi - ada 196; S2 Psikologi Profesi - ada 19; S2 Psikologi Sains - ada 17; S2 Psikologi Terapan - ada 2; S3 Ilmu Psikologi - ada 8.
- Untuk menjamin praktik psikologi yang berkualitas, pendidikan psikologi harus memiliki kualifikasi dan standar tertentu, baik pendidikan di perguruan tinggi, maupun pendidikan berkelanjutan di masyarakat, yang diorganisasikan oleh Induk Organisasi Profesi Psikologi.
Urgensi Undang-undang untuk Melindungi Psikologi dan Masyarakat
Perkembangan pesat kiprah psikologi, sebagaimana diutarakan di atas, menunjukkan semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas kegiatan psikologi di Indonesia.
Terbatasnya tenaga psikologi yang dihasilkan melalui pendidikan psikologi, dan semakin besarnya kebutuhan akan psikologi, dapat memicu penyalahgunaan peran dan fungsi psikologi oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan psikologi, namun mempraktikkan tugas dan pekerjaan psikologi sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang membutuhkan jasa psikologi. Bahkan dapat berakibat terjadinya ekses kriminal yang memerlukan penanganan yuridis.
Perkembangan teknologi dengan hadirnya Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0, terkait hadirnya tren mahadata (Big Data), kecerdasan buatan (artificial intelligence), Internet untuk Segala (Internet of Things), dan sebagainya, mendatangkan tantangan tersendiri bagi layanan psikologi.Â
Tantangan dimaksud diantaranya masalah kerahasiaan, privasi, keamanan data, kecurangan, fraud, ketepatan dalam melakukan diagnosis, konseling, dan terapi karena kurangnya sentuhan emosi dalam layanan. Potensi penyimpangan dan kejahatan yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut juga perlu dicermati dan dicegah agar tidak menimbulkan kerugian bagi semua pihak.
Berbagai perkembangan tersebut menuntut adanya perlindungan hukum, agar kuantitas dan kualitas layanan praktik psikologi dapat terpelihara serta terlindungi, yang mencakup kepentingan penggiat psikologi maupun masyarakat pengguna layanan praktik psikologi.
Selama ini, usaha untuk memelihara kelayakan dan kepatutan tenaga psikologi dalam melaksanakan praktik psikologi hanya bergantung pada efektivitas implementasi Kode Etik Psikologi Indonesia sebagai pedoman dalam menyelenggarakan kegiatan layanan psikologi.
Kendati demikian, dalam praktiknya, fungsi kode etik sebagai pengendali perilaku profesional dan etis tenaga psikologi perlu diperkuat agar dapat memberikan tindakan dan sanksi terhadap penyalahgunaan psikologi, yang tidak hanya mampu menjangkau ke dalam (anggota organisasi profesi sendiri) tetapi juga perlu adanya sanksi bagi pelanggaran dari luar organisasi. Dengan demikian, diperlukan adanya kepastian hukum dari negara.
Untuk itu, dibutuhkan payung hukum berbentuk Undang-undang agar dapat menaungi dan melindungi segenap bentuk layanan jasa dan praktik psikologi maupun masyarakat luas yang membutuhkan dalam kehidupan sehari-harinya.