Ada kesejajaran instruktif antara kasus ini (sistem penerbitan yang tidak adil) dan kasus sistem peternakan yang tidak adil. Pengacara dan ajun profesor hukum Steven M. Wise telah berargumen (Wise, 1986) bahwa peternakan pabrik (factory farms) tidak adil, dan, dengan demikian, harus dihapuskan. Tetapi bekerja untuk penghapusan peternakan pabrik (yaitu, membongkar sistem peternakan pabrik, di mana hewan diperlakukan sedikit lebih baik dari benda mati dalam rangka penggunaan dan konsumsi oleh manusia) bukan satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh individu yang sadar (conscientious individuals). Mereka juga dapat pantang mengkonsumsi produk hewani yang berasal dari peternakan pabrik. Idenya bukan bahwa tindakan seseorang akan, oleh dirinya sendiri, membongkar sistem (meskipun mereka akan sedikit berkontribusi dalam pembongkaran itu). Melainkan bahwa seseorang seharusnya tidak berpartisipasi dalam lembaga yang tidak adil (one ought not participate in unjust institutions). Secara moral, hal ini adalah mengenai tidak mengotori tangan kita (dengan praktik partisipatif serupa dalam peternakan pabrik). Hal Ini adalah mengenai mempraktikkan hal yang kita khotbahkan/ajarkan. Jika pengetahuan ini membantu Anda, Anda mungkin memikirkan publikasi ilmiah dalam jurnal "terkemuka/bereputasi" sebagai peternakan pabrik para peneliti dan penulis akademik. Saya, untuk satu hal ini, tidak akan mau diternakkan. Maukah Anda?
Mengapa Jurnal "Predator" Bukan Predator---dan Mengapa Jurnal "Terkemuka/Bereputasi" lah Jurnal Predator
Saya menjelaskan dalam catatan kaki (footnote) nomor [5] mengapa saya menyebut jurnal tertentu sebagai "predator" dan lainnya sebagai "terkemuka/bereputasi". Saya  tidak benar-benar  percaya bahwa jurnal yang saya sebut "predator" adalah predator yang sebenarnya. Bahkan, saya percaya bahwa jurnal yang saya sebut "predator" bereputasi baik, dan bahwa jurnal yang saya sebut "terkemuka/bereputasi" adalah predator. (Terdapat sejumlah pengecualian untuk masing-masing klaim ini). Para kritikus jurnal yang  saya tangkis klaimnya mengenai jurnal predator dalam artikel ini terlibat dalam hal yang disebut  para filsuf sebagai "definisi persuasif" (persuasive definition). Ini adalah taktik manipulatif yang secara retoris digunakan oleh mereka yang tidak dapat memenangkan argumen dengan jujur.
Mari kita mulai dengan beberapa definisi leksikal (definisi menurut kamus). Predator (kata benda) adalah "seseorang atau kelompok yang dengan kejam mengeksploitasi orang lain" (a person or group that ruthlessly exploit others) (New Oxford American Dictionary, 2010: p. 1376). Memangsa (prey, kata kerja) adalah "mengambil keuntungan dari; mengeksploitasi atau melukai" (New Oxford American Dictionary, 2010: p. 1385). Mangsa (kata benda) adalah "seseorang atau hal yang mudah dilukai atau dimanfaatkan" (New Oxford American Dictionary, 2010: p. 1385). Saya harap saya telah menjelaskan, dalam diskusi saya tentang kemerdekaan ilmiah (scholarly independence), bahwa konglomerat penerbitan multinasional mengambil keuntungan dari peneliti dan penulis akademik. Untuk satu hal, Â konglomerat ini mensyaratkan, sebagai kondisi publikasi, bahwa para peneliti dan penulis mentransfer hak cipta mereka. Pencipta karya kehilangan kepemilikan dan kontrol atasnya. Tidak ada uang yang dibayarkan untuk komoditas berharga ini, namun konglomerat mendapatkan banyak uang dengan menjualnya ke perpustakaan. Jika hal ini Anda tidak pandang sebagai eksploitasi yang kejam, saya tidak tahu hal apa yang sanggup menggambarkannya.
Konsep predasi/pemangsaan (predation) bermakna bukan hanya agresor yang lapar, tetapi korban yang tidak berdaya --- dan, secara komparatif, tidak sanggup membela dirinya. Hal inilah persisnya yang ditemukan dalam dunia akademisi, terutama  di kalangan dosen muda yang belum memiliki jenjang akademik. Apa yang dilakukan para dosen tersebut? Jika mereka berharap untuk mendapatkan jenjang akademik, dan kemudian promosi ke profesor penuh, mereka harus mempublikasikan  artikel dalam apa yang oleh disiplin ilmu mereka disebut jurnal "terkemuka/bereputasi". Tetapi jurnal-jurnal ini justru adalah jurnal yang memangsa mereka --- yang memanfaatkan kerentanan mereka (take advantage of their vulnerability). Seperti yang dikatakan former editor Richard  Smith, "Merupakan akademisi yang berani atau bodoh : mereka yang menolak untuk menerbitkan di jurnal papan atas (top journal) untuk alasan terlalu mahal atau jurnal-jurnal tersebut dimiliki oleh penerbit yang rakus" (Smith, 2006:  p. 454). George  Monbiot setuju:
Sementara jurnal akses terbuka telah berkembang pesat [dalam jumlah], para peneliti masih harus membaca artikel di balik dinding berbayar (paywalled) di jurnal-jurnal komersial. Dan, oleh karena pekerjaan para peneliti ini dinilai oleh mereka/sponsor ---yang mungkin mendanai, memberikan penghargaan/reward atau mempromosikan jurnal-jurnal itu sesuai dengan dampaknya (the impact of the journals) di mana mereka menerbitkan---  banyak peneliti yang merasa bahwa mereka tidak punya pilihan selain menyerahkan penelitian mereka kepada perusahaan-perusahaan ini (Monbiot, 2018).
Apakah jurnal-jurnal yang saya sebut "predator" sungguh-sungguh predator? Beberapa orang percaya itu iya. Bradley  Allf, seorang mahasiswa pascasarjana dalam biologi konservasi di North Carolina State University, baru-baru ini menerbitkan sebuah artikel pendek (Allf, 2020) dalam publikasi daring di mana ia "menunjukkan" bahwa setidaknya beberapa jurnal "predator" menerbitkan "ilmu pengetahuan sampah" ("junk science"). Dalam hal ini, saya tidak tertarik pada soal etika penerbit yang menipu (ethics of defrauding publishers), seperti yang Allf jelas lakukan ketika ia melakukan percobaan mengirimkan artikel palsu (bogus essay)-nya ke sejumlah jurnal untuk mengetahui siapa jurnal yang menerima dan siapa yang tidak. (Lagipula, apakah hasil akhir membenarkan cara?/ Does the end justify the means? Maksudnya, apakah percobaan Allf itu sendiri dapat dibenarkan?).
Hal yang menarik minat saya adalah penggunaan istilah "predator" oleh Allf untuk menggambarkan jurnal tertentu.  Allf  menggunakan istilah-istilah "predatory" sebanyak 12 kali dalam esainya. Ia mengkontraskan apa yang disebut jurnal predator dengan jurnal yang "sah/legitimate". Ia menggunakan istilah-istilah seperti "menipu/scams," "menyamar/masquerading," "mengancam/menace," "penipuan/fraud," "berpura-pura/posing," "ditipu/duped," "gadungan/bogus," dan "palsu/fake," tetapi tanpa pernah menjelaskan hal yang salah dengan hubungan kontraktual (contractual relationship) antara penulis dan penerbit [21].
Jika jurnal yang disebut Allf sebagai "predator" mengambil keuntungan dari seseorang,  maka seharusnya mudah bagi Allf untuk mendukung (dan mendokumentasikan) klaim itu. Apakah seseorang disesatkan oleh jurnal itu? Jika demikian, bagaimana penyesatannya? Apakah ketentuan perjanjian  itu menindas (opresif), tak masuk akal (unconscionable), atau tak pantas (objectionable)? Jika demikian, seperti apa? Apakah tekanan diberikan oleh penerbit? Jika demikian, jenis tekanan apa itu, dan bagaimana hal itu dialami oleh penulis? [Allf tidak memiliki argumen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan baik.]
Menggunakan istilah-istilah peyoratif (yang membuat makna sebuah kata menjadi lebih buruk) [seperti yang dilakukan Allf] untuk menggambarkan hal yang dituduhkan seseorang bukanlah argumentasi; itu adalah pemanggilan nama (name calling) [Jadi predator itu hanya merupakan name calling dari Allf]. Bahkan, lebih buruk daripada pemanggilan nama. Istilah-istilah yang dikemukakan Allf adalah retorika manipulatif yang dirancang untuk memastikan agar kita semua sepakat tanpa Allf sendiri harus melakukan kerja keras dalam berargumentasi.
Mari saya jelaskan secara rinci jenis tertentu retorika manipulatif yang ada dalam pikiran saya. Kata  "predator," seperti yang digunakan sehubungan dengan manusia dan institusi manusia (sebagai lawan dari hewan), adalah peyoratif. Tidak ada seorangpun atau satu pihak pun yang ingin menjadi, atau untuk dilihat sebagai predator. Ketika seseorang menggambarkan manusia atau lembaga manusia sebagai predator, maka orang itu sedang mengutuknya. Kecaman dibangun ke dalam pemaknaan kata, seperti itu. Fakta tentang bahasa ini dapat dieksploitasi oleh mereka yang tidak bermoral. Sebagai contoh, jika saya ingin lawan bicara saya membentuk pendapat yang tidak menguntungkan tentang sesuatu yang terhadapnya ia belum memiliki pendapat yang tidak menguntungkan, saya akan menerapkan label "predator" (atau beberapa label bermuatan negatif lainnya) dengan harapan bahwa negativitas dari kata itu sendiri tertransfer ke suatu itu [22].