Gelombang unjuk rasa rakyat Mesir sudah menginjak hari ke 10, tuntutan mereka hanya satu yaitu menginginkan Persiden Husni Mubarak turun.Namun keinginan para demonstran tersebut rupanya tidak akan membuahkan hasil yang signifikan selain kerugian materi dan fisik saja,karena sampai saat ini Mubarak belum memberikan isarat bahwa ia akan turun memenuhi tuntutan rakyatnya,dalam pidatonya ia hanya menyatakan akan mengadakan perubahan dan tidak akan mencalonkan kembali pada PILPRES yang akan datang,begitulah kira-kitra inti dari pernyataan-nya.Lalu,bagaimanakah nasib rakyat Mesir yang sudah tidak lagi percaya kepada Persidennya?,akankah unjukrasa itu terus berlangsung sehingga akan lebih banyak korban dan kerugian harta benda?,bagaimanakah nasib rakyat seandainya Mubarak tetap bertahan atau Mubarak lengser ?.Lalu,siapakah calon pengganti Mubarak saat ini seandainya ia lengser,akankah pengganti Mubarak itu dapat memenuhi harapan rakyat Mesir?
Semua pertanyaan diatas tersebut ada di pikiran kita masing-masing,berbagai jawaban dan analisanya telah banyak di paparkan walau-pun tidak ada yang dapat memberi jawaban secara tepat,karena kondisi Mesir saat ini bagi masyarakat Timur tengah adalah kali pertama terjadi dalam sejarah(kalau tidak salah ),ini-pun terinspirasi oleh negara Tunisia yang di picu oleh pengerahan masa dari jejaring sosial Face book dan twiter secara spontanitas.Artinya ,gerakan Masip tersebut tanpa dibekali sebuah pemikiran yang mendalam ,cenmerlang dan metode yang jelas untuk meraih suatu tujuan.Kalau boleh dikatakan gerakan tersebut adalah sebuah gerakan "Latah",ikut-ikutan,akibat dari perasaan emosi yang sudah lama terpendam,dan kondisi yang tertekan serta penderitaan yang mendalam yang selamaini di rasakan oleh rakyat Mesir akibat kediktatoran penguasa-nya yang di lakukan oleh Mubarak dan para koloninya (rejim Mubarak).
Kalau kita lihat,kondisi Mesir tersebut kurang lebihnya sama dengan kondisi Indonesia pada tahun 1985 ketika rejim soeharto berkuasa,perbedaannya hanya pada masalah waktu saja,kalau Soeharto bersedia lengser  kalau Mubarak sementara ini nampaknya masih tetap ingin berkuasa sampai akhir jabatannya ,dan tidak akan memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa.Rupanya pemimpin yang satu ini sangat memiliki rasa percaya diri karena memang memiliki Bargaining Position(daya tawar) yang tinggi dihadapan negara-negara Timur tengah dan sebagai antek Amerika -Israel yang sangat loyal terhadap kedua negara tersebut.Oleh sebab itulah mengapa Mubarak tetap bersikeras mempertahankan jabatannya,walaupun rakyat sudah tidak lagi percaya kepadanya.Perihal Amerika dan negara-negara sekutunya menyarankan Mubarak mundur itu hanya sebagai basa-basi politik untuk mencari aman dihadapan rakyat mesir dan calon Pemimpin pengganti Mubarak selanjutnya,andaikata Mubarak Turun,namun bila tidak maka dukungan -pun akan kembali kepada Mubarak,itulah licik dan piciknya negara yang memiliki muka dua (negara demokrasi ).
Masalahnya, apakah bila Mubarak itu sudah tidak berkuasa lagi rakyat Mesir akan dapat meraih harapannya,mengalami perubahan nasib seperti yang di impikannya?
Tentu jawabannya itu akan sangat sulit,akan jauh panggang dari api bila mereka dapat mengalami perubahan nasib kearah yang lebih baik,karena kita sudah melihat contohnya yaitu Indonesia yang sampai saat ini rakyatnya tidak kunjung mengalami perubahan secara signifikan (terutama rakyat kecil) kearah yang lebih baik,selain semakin mengalami penderitaan yang berkepanjangan karena kondisi ekonomi yang tidak pro rakyat(Kapitalisme ),ditambah dengan semakin carut-marutnya kondisi politik,hukum dan keamanan dalam negri.
Boleh jadi nasib rakyat Mesir-pun akan semakin parah dari Indonesia,karena rakyat Mesir sama dengan Indonesia tidak memiliki calon pemimpin yang tangguh yang dapat merubah Mesir secara mengakar yang lahir dari Idiologi yang unggul dan tanguh,karena Pemimpin dan rakyatnya-pun sama-sama mengadopsi idiologi Sekuler yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi ,padahal mayoritas penduduknya itu Muslim,seharusnya menjalankan idiologi islam bukan sekapitalis,ditambah dengan posisi Mesir sebagai negara antek Amerika dan Israel (Kampiun sekuler dan demokrasi),padahal sebagaimana kami pahami(pengemban Idiologi Islam),bahwa Idiologi sekuler dan demokrasinya itu adalah alat penjajahan Internasional yang sampai saat ini belum di sadari dan di pahami oleh kebanyakan manusia di dunia,kecuali mereka yang telah paham (pengemban idiologi Islam).
Artinya nasib rakyat Mesir,dengan dan tanpa Mubarak akan sama saja,malah akan lebih parah lagi sebagaimana halnya yang di alami oleh rakyat Indonesia,begitu-pun rakyat tunisia atau rakyat negara mana-pun,akan sama,selama Idiologi yang di jalankannya tidak berubah(Sekuler kapitalis ato sosialis ),sebab Idiologilah yang menentukan sebuah bangsa ini bangkit atau tidak,begitupun halnya Sekulerisme yang saat ini pemiliknya adalah Amerika dan sekutunya yang mereka itu saat ini posisinya sebagai Penjajah dunia,maka yang akan mendapat keuntungan dari keadaan seperti saat ini adalah mereka saja sebagai sang pemilik Idiologi tersebut,sedang negara-negara yang mengikutinya tidak akan mengalami seperti sang Pemiliknya (Amerika dan Israel) tersebut.Logikanya ,tidak akan sama nasibnya antara sang pemilik dengan sang pengikut,atau bisa di katakan Pemilik lapak tidak akan sama nasibnya dengan sang penebeng lapak.
Sebab semua negara yang ikut menjalankan Idiologi Sekuler itu adalah hasil penjejalan dari sang pemilik Idiolgi tersebut,yang harus selalu patuh kepada sang pemiliknya,tidak heran apapun titah negara Kampiun demokrasi tersebut akan di turuti ibarat hamba sahaya dengan majikannya.Yang parah nasibnya adalah rakyat dari pemimpin negara yang menjadi antek-antek Amerika dan Isrtael tersebut,sebab akan menjadi korban penjajahan para pemimpinnya yang mengiblat kepada negara penjajah tersebut.Disinilah terjadi hukum rimba,saling menerkam satu sama lain,yang kuat menerkam yang lemah,yang diatas menekan yang dibawah dan demikianlah seterusnya.
Jadi kondisi dan nasib rakyat Mesir itu ,setelah Mubarak hengkang mungkin akan lebih parah dari saat ini,bila kita mengaca kepada  Indonesia pada tahun 1985,karena selama masih Demokrasi yang di jalankan,itu akan terus demikian,yang untung hanyalah Amerika Israel dan para pengelola negara yang sedang konflik tersebut.Mengapa demikian?
Sebab para calon pengelola negara tersebut akan bersaing menduduki kursi jabatan tersebut,dan di sana Amerika -Israel bermain menggoalkan kepentingannya,dana juga akan sangat banyak di keluarkan,begitu juga bantuan -bantuan yang mengikat akan banyak di terima dari pihak asing(amerika -Israel dll),sedang rakyat hanyalah alat untuk mendulang suara dan tumbal ambisi para pemuas syahwat politik dan kekuasaan,setelah berhasil menuju singgasana kekuasaan mereka-pun akan berlomba-lomba meraih kekayaan dan ingin meraih nasib serupa seperti sang pendahulunya(Mubarak),hanya saja kalau Mubarak menimbun harta nya tersebut dalam waktu yang cukup lama dan santai (30 tahun),kini para penerusnya hanya sedikit waktu saja yang akan dimilikinya,jadi kesempatannya sangat terbatas sebab di batasi oleh UUD yang baru yaitu"UUD pembatasan masa jabatan Persiden dan para pejabat yang lainnya,otomatis hal tersebut akan melahirkan Rumus dan jurus "Aji mungpung" pada seluruh pengelola negara,yang akhirnya mereka begitu maruk dan rakusnya menjarah harta rakyat dan negara,yang berdampak pada tingkat pertumbuhan Korupsi,kolusi dan nepotisme,itu sangat lah tinggi melebihi para pendahulunya.
Nah Itulah kira-kira gambaran Mesir dan rakyatnya yang akan datang,selama sistimnya tidak di ganti dengan Sistim Islam(Idiologi islam),maka kondisinya akan lebih parah daripada saat ini,seperti halnya yang saat ini terjadi di Indonesia.Ibarat ;"LARI DARI LUBANG BUAYA MASUK KE LUBANG SINGA",artinya rakyat tetap akan menjadi korban,para pejabat akan semakin kaya dan rakus harta,sedangkan pihak asing tetap di untungkan,karena mereka adalah Skenarionya dari semua yang terjadi di dunia ini.