Mohon tunggu...
Junet Kertawijaya
Junet Kertawijaya Mohon Tunggu... -

Sosialita

Selanjutnya

Tutup

Politik

Burhanuddin Muhtadi: Perang Bintang Menuju 2014

10 Oktober 2012   07:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:59 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Efisiensi popularitas ditentukan oleh tingkat kedisukaan dan akseptabilitas yang tinggi serta persepsi pemilih terhadap kualitas atau kriteria kepemimpinan masing-masing calon. Di sinilah titik lemah capres-capres militer yang sudah populer seperti Prabowo dan Wiranto.Keduanya sudah dikenal lama, tapi evaluasi pemilih terhadap kualitas mereka rendah. Rata-rata capres capres yang sudah populer dianggap kurang bisa dipercaya dan kurang berintegritas. Prabowo dan Wiranto juga terkena isu kurang sedap terkait masalah HAM.

Insentif Capres Baru

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) membuktikan popularitas capres-capres dari stok lama tidak berbanding lurus dengan elektabilitas mereka. Kegagalan capres-capres populer dalam menerjemahkan tingkat kedikenalan mereka yang tinggi ke dalam preferensi elektoral bisa menjadi insentif bagi figur-figur baru yang belum populer untuk bekerja lebih intensif meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka.

Inilah problem mendasar bagi bakal capres militer yang popularitasnya rendah seperti Djoko Suyanto, Endriartono Sutarto, dan Pramono Edhie Bagaimana mungkin rakyat mau memilih mereka jika kenal saja tidak. Dibanding Endriartono Sutarto, nama Djoko Suyanto dan Pramono Edhie lebih punya peluang meningkatkan popularitas mereka karena masih memiliki jabatan publik. Namun, prospek elektoral mereka bergantung popularitas Presiden SBY juga. Jika SBY sukses, Djoko dan Pramono Edhie akan kecipratan popularitas SBY.

Namun, perkembangan politik dua tahun terakhir ini menunjukkan gejala sebaliknya. Jagat politik Indonesia tak pernah dirundung sepi dari kontroversi sejak menit pertama SBY dilantik sebagai presiden periode kedua. Survei LSI menunjukkan tren penurunan job approval rating SBY. Munculnya nama Endriartono Sutarto memang menambah alternatif bakal calon presiden pada 2014. Endriartono harus segera meningkatkan popularitasnya sebagai syarat mutlak (necessary condition).

Tapi, berbekal popularitas saja tidak memadai (not sufficient) karena harus diikuti integritas, kapasitas, dan tingkat kedisukaan publik yang tinggi terhadap dirinya agar elektabilitasnya meningkat. Apakah dia mampu atau tidak untuk muncul sebagai credible alternative harus dibuktikan dua tahun ke depan. Dia harus siap dikuliti dan ditelanjangi rekam jejaknya serta diuji kompetensi dan kapasitasnya sebagai calon pemimpin. Jika dia gagal melewati ujian tersebut, tak usahlah bermimpi sebagai capres 2014.

Sumber: Seputar Indonesia

Kira-kira jenderal yang layak siapa ya ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun