Perkembangan dunia literasi di kota seperti Surabaya, rupanya menunjukkan geliat yang makin menjanjikan. Sejumlah tempat yang dahulu merupakan bekas gedung pemerintah kolonial Belanda, kini ditata sedemikian rupa menjadi tempat baca umum; perpustakaan. Tempat ini sungguh menarik, setidaknya menurut saya. Menyenangkan pula , dan membuat nyaman setiap pengunjung yang sedang berada di sana. Ada keyakinan dalam diri saya, bahwa gairah baca masyarakat umum akan makin menggelegak kuat seiring adanya tempat mengasyikkan seperti perpustakaan ini.
Siang itu, di awal Februari 2015, saya mengajak istri dan putra saya, Nazhif, mengunjungi perpustakaan tersebut di Bilangan Darmo, Surabaya. Nama perpustakaan yang saya maksud, yaitu Perpustakaan Bank Indonesia. Menurut sejarahnya, gedung ini dibangun pada tahun 1921. Proyek pembangunannya kala itu dilakukan oleh biro arsitek dari Job and Sprij Surabaya.
Mulanya, bangunan ini dulunya disebut Worning voor Agent van Javasche Bank. Kala itu, bangunan yang berpaduan unsur Jawa dan Eropa ini, merupakan rumah dinas bagi pejabat De Javasche Bank (tahun 1953 berubah nama menjadi Bank Indonesia).
Jauh sebelum gedung ini bernama Perpustakaan Bank Indonesia, dulunya pernah difungsikan sebagai Museum Mpu Tantular. Museum itu sendiri aktif sejak 1975. Pada tahun 2004 silam, lokasi museum dipindahkan ke kawasan Buduran, Sidoarjo. Kini, bangunan bekas museum benda-benda bersejarah, diubah menjadi area taman baca bagi warga kota atau masyarakat pada umumnya
***
Perpustakaan BI terletak di Jalan Taman Mayangkara no.6 Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya. Pintu masuk perpustakaan berada di sisi timur bangunan yang berada di Jalan Raya Darmo. Sedangkan pintu keluar, berada di sisi selatan yang menghadap ke arah Taman Mayangkara.
Perpustakaan yang saya kunjungi ini, memiliki posisi yang strategis. Dua jalan besar di Surabaya, Jalan Darmo dan Jalan Diponegoro, mengapitnya erat-erat. Tak jauh dari sana, ada tempat umum yang selalu ramai pengunjung. Ya, benar sekali; Kebun Binatang Surabaya. Di arah timur yang juga tak jauh dari perpustakaan, ada sebuah masjid yang sudah kesohor. Namanya Masjid Alfalah.
Bangunan yang menjadi warisan bangsa kolonial ini, memiliki beberapa ruang baca. Setiap ruangan baca, menyimpan puluhan bahkan ratusan buku dari beragam genre. Koleksi paling banyak di sana, memang tentang buku-buku ekonomi, moneter, pajak, maupun perbankan. Meskipun begitu, ada pula genre lain yang menarik untuk dibaca, seperti politik, ilmu terapan, sastra, maupun buku-buku anak. Tak ketinggalan, koleksi surat kabar maupun majalah, pun menghiasi salah satu sudut bagian dalam perpustakaan.
Begitu masuk ke ruangan dalam, suasana tenang, nyaman dan sejuk langsung terasa. Ada sofa, meja, dan kursi belajar di ruang baca utama. Siang itu, pengunjung perpustakaan tak lebih dari 30 orang. Cukup sedikit memang, tapi sisi ketenangan dan keheningan yang didapat, jauh lebih terasa. Layanan lain yang tersedia di sana, yaitu ruangan khusus yang menyediakan beberapa smart PC dan didukung pula dengan adanya wi-fi gratis. Siapa pun bisa memanfaatkan layanan serba gratis itu dengan mudah dan menyenangkan. Di sebelah barat ruang baca utama, ada ruang baca anak. Apa saja isinya? Tentu saja puluhan buku dengan segmentasi khusus anak-anak. Ada buku sain anak, dunia hewan, buku biografi tokoh, buku belajar membaca, berhitung, dan menulis. Tak Cuma itu. Ruangan tersebut dibekali pula dengan 2 buah unit PC siap pakai. Aneka game yang tersedia di PC, bisa mereka manfaatkan sebagai sarana hiburan setelah lelah atau jenuh membaca buku.