Mohon tunggu...
Jundana Yahya Anas
Jundana Yahya Anas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sosiologi UNJ 2020

Amatir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Indonesia di Masa Covid-19 dalam Kacamata Emile Durkheim

22 Desember 2022   15:27 Diperbarui: 22 Desember 2022   15:41 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata "pendidikan" dalam bahasa Inggris sepadan dengan kata "education" yang secara etimologi diserap dari bahasa Latin "eductum". Kata eductum terdiri dari dua kata yaitu "e" yang bermakna perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit ke banyak dan "duco" yang bermakna sedang berkembang sehingga secara etimologi pendidikan adalah proses pengembangan dalam diri individu (Notoadmojo, 2012). Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan merupakan hak setiap anak bangsa yang sudah tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 

Selain itu juga tertera pada Pasal 31 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Dalam pasal tersebut pemerintah seharusnya mengawasi seksama bagaimana proses perkembangan pendidikan di Indonesia agar tidak mengurangi dan mencegah hilangnya hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan (Putri, 2020).

Pandemi Covid-19 yang melanda banyak negara di dunia termasuk Indonesia, telah memberikan dampak yang signifikan pada berbagai sektor termasuk sektor pendidikan. Banyak sekolah terpaksa ditutup untuk menghindari penyebaran virus Covid-19 secara masif. Sesuai keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim pada 24 Maret 2020 mengeluarkan surat edaran penyelenggaraan pendidikan pada masa darurat Covid-19, yang salah satu kebijakannya adalah mengatur proses pendidikan untuk ditangguhkan sementara dan diadakan online dari rumah masing-masing. 

Pemerintah telah menerapkan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus Corona, oleh karena itu segala aktivitas yang dilakukan di luar rumah harus dihentikan hingga pandemi Covid-19 mereda. Akibatnya, proses pendidikan di Indonesia terhambat dan pemerintah akhirnya mengambil kebijakan terkait Kurikulum Darurat dan Program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal ini tentunya memiliki beberapa implikasi yang akan dibahas melalui pandangan Durkheim melalui teori struktural fungsionalisnya.

Salah satu tokoh sosiologis, Emile Durkheim, memberikan kontribusi dalam sistem pendidikan pendekatan sosiologis, yaitu Teori Struktural Fungsionalisme. Durkheim sendiri menekankan pendidikan dalam penguatan nilai-nilai kesadaran kolektif plus pemberian pengetahuan dan skill peserta didik dalam rangka untuk bertahan hidup di kehidupan. Pendidikan seharusnya memiliki fungsi untuk merawat, meligitimasi, mentransformasi, mensosialisasikan, serta menginternalisasikan (collective conscience) atau moral order dalam tatanan masyarakat. 

Artinya, di masa pandemi COVID-19, pendidikan di Indonesia diharapkan tetap bertahan dalam kegiatan PJJ ini. Peran sistem pendidikan darurat di masa pandemi ini menjadi kunci keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan ini untuk mencegah disfungsi pedagogik dan disorganisasi organisasi sekolah. Maka peran pemerintah di sini juga penting dalam mengarungi segmen ilmu yang dibutuhkan peserta didik di masa pandemi.

Durkheim juga memandang pendidik sebagai institusi yang dapat berfungsi sebagai "baby sitting" yang di mana masyarakat tidak memiliki perilaku menyimpang seperti anak jalanan, pengangguran, atau berperilaku social deviant lainnya. Emile Durkheim juga memandang pendidikan sebagai "social thing" atau disebut juga dengan ikhtiar sosial. Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus tetap menjalankan perannya agar proses pembelajaran tetap berjalan dan anak tetap dapat belajar walaupun belajar daring di rumah. 

Guru harus terus memotivasi anak untuk belajar agar anak tetap semangat belajar, meski di tengah pandemi. Sukitman (2018) menjelaskan bahwa guru sebagai objek pembelajaran harus mampu dan dituntut berperan aktif dalam membentuk motivasi siswa agar siswa selalu dapat menyerap apa yang telah dipelajarinya, yang dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Peran guru dalam pembelajaran tidak tergantikan meski terjadi pandemi, peran teknologi tetap menjadi prioritas.

Teknologi hadir sebagai jembatan untuk memudahkan pendidikan guru di masa pandemi. Namun kenyataannya, banyak masalah yang muncul di lapangan. Masih banyak kendala dalam proses pembelajaran di musim wabah ini, sehingga peran guru sangat diperlukan agar siswa dapat selalu memantau hasil belajarnya.

Menurut Durkheim, masyarakat secara keseluruhan dan setiap lingkungan sosial yang membentuknya merupakan sumber cita-cita yang diwujudkan oleh lembaga pendidikan. Suatu masyarakat hanya dapat eksis jika terdapat tingkat identitas yang memadai di antara warganya. Keseragaman sangat diperlukan dalam kehidupan bersama ini dengan upaya pendidikan yang dipelihara dan dikuatkan sejak dini pada anak-anak. Namun di balik itu, tentu tidak mungkin ada kemitraan tanpa keragaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun