Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Konser Perpisahan Judas Priest

18 Februari 2012   02:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:31 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_163472" align="aligncenter" width="620" caption="Judas Priest / photo JudasPriest.com"][/caption]

Inikah akhir dari Judas Priest?

Tahun lalu, kelompok band heavy metal “gaek” Judas Priest mengumumkan kalau “Epitaph World Tour” akan menjadi konser perpisahan mereka. Bagi para penggemarnya, kabar itu terasa menyedihkan. Tak ada yang menyangka kalau band Judas Priest, yang berdiri tahun 1969, memutuskan untuk pensiun.Meski vokalis Rob Halford mengatakan bahwa ini bukan akhir dari Judas Priest (mereka akan tetap membuat album dan sesekali tampil pada tur kecil), para penggemar global tetap tak dapat menahan emosi dan rasa kehilangannya.

Dan ikatan emosional itulah yang membuat stadion Budokan Tokyo tadi malam (17/2) tumpah ruah oleh para “Priest”, atau penggemar fanatik Judas Priest, yang datang dengan aneka atribut pecinta rock. Rangkaian Tour Epitaph, yang menjelajahi 120 tempat di seluruh dunia, termasuk Amerika Latin dan Asia, memang menjadikan Jepang sebagai salah satu tujuan konser. Judas Priest juga manggung di Yokohama, Kobe, Hiroshima, Nagoya, dan Fukuoka. Di Asia, selain Jepang, mereka juga manggung di Korea Selatan dan Singapura (sayang sekali tak sampai ke Indonesia).

[caption id="attachment_163473" align="alignleft" width="436" caption="World Epitaph Tour Tokyo 2012 / photo Junanto"]

1329531139244905918
1329531139244905918
[/caption] Di stadion Budokan tadi malam, saya bersama mas Norman, sesama anak metal tahun 80-an, ikut larut bersama ribuan pecinta metal kota Tokyo. Bagi saya, Judas Priest adalah sebuah legenda. Mereka adalah klub band yang tumbuh besar bukan di jaman internet dan tekhnologi seperti saat ini. Judas Priest justru tumbuh di masa informasi disebarkan dari mulut ke mulut. Hanya grup yang memiliki karakter kuat yang bisa tumbuh besar pada jaman itu. Judas Priest salah satunya.

Melihat usia para anggota Judas Priest, memang tak bisa dikatakan muda lagi. Rob Halford sang vokalis dan Ian Hill sang basis, berusia 61 tahun. Gitaris Glenn Tipton berusia 64 tahun. Sementara gitaris KK Downing telah mengundurkan diri tahun 2011 lalu karena alasan usia. Posisinya digantikan sementara oleh gitaris muda Richie Faulkner (satu-satunya di panggung yang berusia 30-an).

Penampilan Judas Priest di Budokan Tokyo tadi malam masih memukau. Rob Halford tampil dengan suara khas melengkingnya yang prima. Ia juga masih melakukan kebiasaannya mengganti-ganti kostum di setiap lagu. Mulai dari jaket kulit hingga jubah berkilau dikenakannya. Halford juga tak melupakan ciri khasnya menunggangi motor besar di panggung. Suara motor meraung-raung saat ia kemudikan, para penonton di Budokan langsung histeris.

Tata panggung, seperti penggunaan aksesoris rantai, cahaya, video, juga menarik meski terlihat minimal. Tapi hal yang paling terasa dari konser tadi malam adalah soal energi. Terasa sekali kalau para pemain cepat kehabisan tenaga. Saya melihat bagaimana gitaris Glenn Tipton berulangkali mencari waktu untuk istirahat di panggung. Beberapa kali ia harus berhenti lama antara dua lagu, sehingga ada jeda yang cukup panjang.

Penampilan Rob Halford sang vokalis juga menimbulkan kekhawatiran para penonton. Ia selalu menghilang ke belakang panggung, bukan hanya pada setiap pergantian lagu, namun kalau tiba gilirannya solo guitar-pun, ia menghilang ke sana. Saya agak khawatir juga dengan kesehatannya, mengingat usianya yang tidak muda lagi untuk jingkrak-jingkrak dan berteriak.

Rupanya bukan hanya saya, hampir seluruh penonton khawatir melihat Rob Halford beberapa kali menghilang seperti itu. Orang bule di sebelah saya sampai berteriak, “Hey, are you OK Rob? Pleeasee be OK Rob!

Tapi terlepas dari itu, Judas Priest masih mencoba tampil sebaik mungkin untuk menghibur para penggemarnya. Menggebrak dengan lagu Rapid Fire, mereka membawakan tembang-tembang andalan dari berbagai albumnya, seperti Sin After Sin,Rock A Rolla, British Steel, dan Pain Killer. Lagu-lagu andalan seperti Turbo Lover, Breaking The Law, Living After Midnight, juga dibawakan dengan diiringi koor seluruh penonton. Saat bagian akustik lagu “Diamond and Rust” dinyanyikan, ratusan senter kecil diangkat ke atas oleh para penonton. Mengiringi syahdunya lagu.

Konser Epitaph kali ini, sebagai sebuah pertunjukan, memang bukan dirancang sebagai sebuah konser yang gegap gempita dengan segala kehebohan panggung. Bagi saya, dan penggemar lainnya, konser ini lebih sebagai sebuah tontonan emosional.Dan di tataran itu, Judas Priest tampil mengesankan.

Perjalanan grup ini selama 40 tahun, dengan segala sejarah, kisah jatuh bangun, mulai dari cerita jaya hingga kelam, memberi makna tersendiri bagi penggemarnya. Menyanyikan sekitar 20 lagu dalam waktu dua setengah jam, Rob Halford secara intim mengajak diskusi para penonton. Ia menceritakan banyak cerita di setiap lagu, baik sejarah maupun kisah di balik pembuatannya. Suasana malam itu lebih terasa seperti pertemuan akrab antara para penggemar dengan satu grup metal besar dan paling berpengaruh sepanjang sejarah.

Malam itu, saya pulang bersama dengan Masa-san, seorang pecinta metal dari Kobe. Ia mengikuti semua konser Judas Priest di Jepang, mulai dari Kobe, Tokyo, hingga Fukuoka. Baginya, konser Epitaph ini sangat emosional dan sentimental karena merupakan konser dunia terakhir Judas Priest.Namun, kata Masa-san, meski Judas Priest akan “semi-pensiun”, lagu-lagu Judas Priest akan terus berkumandang di klub-klub heavy metal ataupun kamar-kamar para penggemarnya.

Salam Judas Priest dari Tokyo

[caption id="attachment_163474" align="aligncenter" width="614" caption="Rock A Rolla, Judas Priest / photo Junanto"]

1329531250941276651
1329531250941276651
[/caption] [caption id="attachment_163476" align="aligncenter" width="592" caption="Breaking The Law .. Breaking The Law / photo Junanto"]
1329531950410256959
1329531950410256959
[/caption]

Setlist Epitaph Tour, Tokyo, 17 Februari 2012:

Rapid Fire, Metal Gods, Heading Out to the Highway, Judas Rising, Starbreaker, Victim of Changes, Never Satisfied, Diamonds & Rust, Dawn Of Creation, Prophecy, Night Crawler, Turbo Lover, Beyond the Realms of Death, The Sentinel, Blood Red Skies, The Green Manalishi, Breaking the Law, Painkiller, The Hellion, Electric Eye, Hell Bent for Leather, You’ve Got Another Thing Comin’, Living After Midnight.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun