Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Arti Dewasa di Mata Orang Jepang

9 Januari 2012   23:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:06 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_154906" align="aligncenter" width="640" caption="Anak muda di Jepang usai Upacara Menjadi Dewasa (Seijin Shiki) / photo Junanto"][/caption] Menjadi dewasa adalah sebuah pilihan. Dewasa memang bukan semata terkait dengan bertambahnya usia, tapi bagaimana seseorang mampu menyikapi kehidupannya secara bertanggung jawab. Hal itu disampaikan oleh salah satu pejabat kelurahan, saat pelaksanaan upacara “Hari Menjadi Dewasa” (Seijin no Hi) di Balai Rakyat Meguro, Tokyo, tanggal 9 Januari 2012.

Makna kedewasaan memang menjadi perhatian serius di Jepang. Setiap hari Senin minggu kedua bulan Januari, diselenggarakan upacara menjadi dewasa (Seijin Shiki) yang bertempat pada berbagai Balai Rakyat Kelurahan di seluruh penjuru Jepang. Hari Menjadi Dewasa juga dijadikan hari libur nasional di Jepang.

Saat upacara Seijin Shiki kemarin (9/1), saya menyempatkan diri untuk datang menyaksikan keramaian anak-anak muda Jepang yang mengikuti upacara tersebut. Kebetulan Balai Rakyat Kelurahan terletak tak jauh dari tempat tinggal saya.

Saat Hari Menjadi Dewasa tiba, pemerintah lokal mengundang setiap anak muda di wilayahnya yang sudah berusia mencapai 20 tahun, terhitung dari April tahun lalu, hingga April tahun ini. Mereka dikumpulkan, diberi wejangan oleh para sesepuh, dan dinyatakan sudah menjadi dewasa sejak upacara itu.

[caption id="attachment_154907" align="alignleft" width="300" caption="Sepasang Muda Mudi usai Upacara / photo Junanto"]

13261493551852396408
13261493551852396408
[/caption] Sejarah Seijin Shiki dimulai sejak tahun 714, saat seorang pangeran di Jepang dikenakan pakaian dan tata rambut baru untuk menandai kedewasaannya. Dan sejak tahun 1948, hari Dewasa dijadikan hari libur nasional, untuk menandai pentingnya kedewasaan bagi bangsa Jepang.

Di upacara Seijin Shiki, para wanitanya datang mengenakan aneka ragam kimono yang berwarna-warni dan cantik. Para prianya sebagian mengenakan kimono, namun banyak juga yang mengenakan jas model barat.

Dengan banyaknya kimono aneka ragam tadi, suasana di Balai Rakyat Meguro menjadi sangat meriah. Saya sempat berbincang-bincang dengan beberapa anak muda di sana yang menyatakan kegembiraannya usai mengikuti upacara Seijin Shiki.

Mereka tentu senang, karena terhitung sejak upacara ini, sudah dianggap dewasa dan menjadi orang bebas. Setelah mendapat cap dewasa, anak-anak Jepang juga sudah bebas menentukan kehidupannya. Mereka sudah boleh merokok, minum alkohol, bahkan (maaf) melakukan seks bebas. Orang tua di Jepang umumnya sudah tidak banyak melarang atau mengatur lagi kehidupan pribadi anaknya yang sudah dewasa.

Namun sehubungan dengan makna kata “bebas”, di upacara seijin shiki, para sesepuh dan tetua kota memberi wejangan kepada anak-anak tentang pentingnya menjadi dewasa. Menjadi dewasa sangat berbeda dengan menjadi tua. Dalam wejangannya, sesepuh kelurahan mengatakan bahwa menjadi dewasa berarti bertanggung jawab akan kebebasan yang diberikan. Boleh melakukan apa saja, tapi akibatnya ditanggung sendiri, dan seseorang harus berani mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Inilah makna kedewasaan yang ditanamkan pada upacara Seijin Shiki.

Menjadi dewasa dan bebas di Jepang memang bukan berarti “free to do anything” atau bisa melakukan apa saja “semau gue”. Diingatkan bahwa kebebasan seseorang juga akan berhadapan dengan kebebasan orang lain di tengah masyarakat. Orang bebas, adalah mereka yang mampu mengendalikan kemauannya karena memikirkan kebebasan orang lain juga. Dalam bahasa kita, hal ini dinamakan dengan “tepa selira”.

Di Jepang, kerukunan bermasyarakat menjadi sentral dari kedewasaan dan kebebasan manusianya. Orang bebas memang bukan mereka yang bebas menyerobot antrian, sembarangan buang sampah atau merokok, tertawa seenaknya di tempat umum, saling serobot di jalan raya, atau bahkan memberi komentar yang kasar dan menyakitkan. Itu bukanlah ciri orang bebas dan dewasa, melainkan kanak-kanak.

Sering saya bertemu dengan teman yang dengan ringannya berkata, “Gue kan udah bayar, ya terserah gue dong. Ini negara bebas”. Ia merasa bahwa menjadi bebas adalah bisa bertindak bebas sesuai keinginannya. Padahal, orang yang seperti itu bukanlah orang bebas. Mereka justru terpenjara dan diperbudak oleh nafsu dan dirinya sendiri. Kebebasannya hilang karena ia tidak memperhatikan kebebasan orang lain.

Di Jepang, makna bebas adalah kemampuannya untuk bisa mengendalikan diri di masyarakat, sebagaimana pesan sentral di upacara Menjadi Dewasa. Tak heran masyarakat Jepang lebih tertata karena masing-masing orang saling memperhatikan dan menjaga kerukunan.

Usai upacara Seijin Shiki, sebagian besar remaja umumnya melanjutkan hari dengan mengunjungi kuil yang ada di seantero Tokyo atau sekedar berjalan-jalan di kota. Di hari Seijin Shiki, kita akan banyak melihat kimono berseliweran di Tokyo. Anak-anak muda itu bangga karena telah menjadi dewasa, di tengah-tengah bangsa yang dewasa. Salam.

[caption id="attachment_154908" align="alignleft" width="300" caption="Berpose usai upacara / photo Junanto"]

1326149394681024688
1326149394681024688
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun