Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Pertumbuhan Nasional

16 November 2009   00:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_25826" align="alignleft" width="300" caption="Ketua Kadin NTB Barry Jadid, Rektor Univ Mahasarawati, dan Penulis, dalam Seminar Ekonomi Regional di NTB"][/caption] Pekan lalu saya hadir sebagai salah satu pembicara pada seminar tentang perkembangan ekonomi Indonesia dan prospek tahun 2010, di Mataram, NTB. Kebetulan saya berdiskusi panel bersama ketua Kadin NTB, Bp Barry Jadid, dan Rektor Universitas Mahasaraswati Mataram, Drs Putu Karismawan, MS. Hal ini menjadikan diskusi berlangsung sangat menarik dan mengangkat beberapa isu riil, khususnya terkait dengan permasalahan ekonomi daerah. Dari semangat diskusi tersebut, kami berkesimpulan bahwa berbagai permasalahan di pusat, sebenarnya penyelesaiannya ada di daerah. Sementara masalah di daerah, penyelesaiannya ada di pusat. Masalah-masalah di pusat, seperti urbanisasi dan pengangguran misalnya, penyelesaiannya ada di daerah melalui pembangunan daerah sehingga dapat tumbuh pusat-pusat pertumbuhan ekonomi regional. Sementara masalah-masalah di daerah, seperti infrastruktur, SDM berkualitas, dan kepastian hukum misalnya, penyelesaiannya harus melibatkan peran aktif pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Alhasil, pusat dan daerah perlu menjadi sebuah sinergi yang kokoh dalam menggerakkan ekonomi. Kenichi Ohmae, dalam bukunya The Borderless World dan Next Global Stage, berbicara mengenai fenomena pertumbuhan ekonomi China dan India yang berbasis growth center. Di Indonesia, growth center itu diidentifikasi sebagai pusat pertumbuhan berbasiskan ekonomi daerah. Ohmae memperkenalkan istilah "region-state" sebagai tantangan terhadap konsep "nation-state". Bagi Ohmae, nation state bisa diterapkan sebagai konsep politik, tapi tidak bisa diperluas penggunaannya dalam konsep ekonomi. Penerapan “nation state” dalam ekonomi hanya akan membuat aplikasi konsep-konsep ekonomi – seperti pertumbuhan, pendapatan per kapita - menjadi bias. Ketika dikatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh positif sebesar 5,0%, tidak berarti seluruh propinsi memiliki pertumbuhan setinggi itu. Bahkan, banyak daerah yang pertumbuhan ekonomi regionalnya jauh di bawah 5%, sementara yang lainnya ada yang mencapai di atas 5%. Demikian pula saat saya berbicara mengenai prospek ekonomi Indonesia yang akan tumbuh 5,0-5,5% di tahun 2010. Itu adalah sebuah angka yang sangat baik dan positif dalam kondisi kita saat ini. Namun menurut pak Barry, itu adalah angka nasional. Sementara, kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia bervariasi karena keluasan wilayah geografisnya. Di NTB, kisah pertumbuhan nasional yang positif itu maknanya tidak sama. Pak Barry Jadid sebagai ketua Kadin NTB tanpa malu-malu bahkan berani mengatakan bahwa NTB adalah provinsi yang masih miskin. Kondisi regional, tingkat pertumbuhan, dan tentu kesejahteraan di NTB menurutnya masih minimal. Pengusaha di NTB menghadapi banyak sekali permasalahan dalam menjalankan usahanya. Beberapa masalah yang di-list adalah soal minimnya infrastruktur, keterbatasan SDM yang berkualitas, perangkat hukum, dan kultur masyarakat NTB sendiri. Sementara itu, suku bunga yang tinggi hanya satu dari sekian faktor yang menjadi masalah bagi pengusaha. Di sini kita melihat bahwa tantangan mengembangkan ekonomi daerah sungguh tak mudah. Infrastruktur jelas sebuah hal yang tak bisa ditawar lagi. Barry Jadid mencontohkan rekannya yang ingin memenuhi order pengolahan jeroan sapi dari luar negeri. Permintaan sudah ada dan pasokan sudah tersedia. Namun hal itu terkendala oleh penyediaan listrik untuk freezer yang masih minimal. Akhirnya, proyek itu gagal. Listrik memang masih menjadi masalah besar di NTB. Bahkan pemadaman bergiliran di NTB menjadi hal yang biasa. Banyak lagi contoh yang disampaikannya. Dari diskusi tersebut, saya melihat bahwa tantangan pertumbuhan ekonomi ke depan memang masih besar. Hal ini di satu sisi memang merupakan masalah, tapi di sisi lain juga adalah sebuah peluang yang baik untuk pengembangan. Selain NTB, tentu masih banyak provinsi yang memiliki potensi lebih besar lagi, namun belum tersentuh untuk dikembangkan. Ide region state dari Ohmae nampaknya menjadi relevan. Region state bukan dalam arti wilayah administratif atau provinsi semata, namun sebagai sebuah wilayah yang bergerak hidup dan menghidupi dirinya dengan makna. Tantangan bagi pengembangan ekonomi daerah bukan berarti merumuskan masalah dalam kata-kata dan semata strategi kebijakan di kertas, namun jauh lebih penting adalah dengan tindakan-tindakan konkrit di lapangan. Mudah-mudahan kita bisa menuju ke sana. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun