[caption id="attachment_329016" align="aligncenter" width="640" caption="Pengolahan Kopi Ijen Raung Bondowoso / photo junanto"][/caption]
“Kopi Bondowoso mengguncang dunia. Ini bukan khayalan Pak, tapi kenyataan!” demikian dikatakan oleh Mat Husein dan Pak Sukarjo kepada saya saat berkunjung ke perkebunan kopinya di lereng gunung Raung, Bondowoso, Jawa Timur. Mat Husein adalah satu dari sekitar 37 Kelompok Tani Kopi di Bondowoso yang merasakan perubahan nasib setelah mereka meningkatkan standar olahan kopinya.
Sekitar lima tahun lalu, Mat Husein dan kawan-kawannya hanyalah petani kopi miskin, yang produk olahan kopinya dihargai rendah oleh pasar. Padahal di lahan seluas 2.400 hektar, mereka menanam kopi jenis Robusta dan Arabika unggulan. Proses tata niaga yang panjang, sistem ijon yang tidak menguntungkan, menjadikan para petani kopi harus rela apabila kopinya dihargai dengan sangat rendah oleh para tengkulak.
Adalah Pemerintah Kota Bondowoso, dengan menggandeng berbagai elemen, yang bertekad untuk menjadikan Kopi Bondowoso menembus pasar dunia, dan mengangkat nasib petani. Bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kopi, Bank Indonesia Jember, Bank Jatim, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Masyarakat Indikasi Geografis, dan PT Indocom Citra Persada, Pemerintah Kota Bondowoso sejak tahun 2010 melakukan studi untuk memperbaiki proses pengolahan dan tata niaga kopi.
Selama empat tahun, para petani kopi di Gunung Raung dibina dan dilatih untuk mengolah kopi dengan standar internasional. Sebelumnya, pengolahan kopi dilakukan secara tradisional. Kopi dijemur di tanah atau aspal sehingga rasanya bercampur tanah. Pemilahan kopi matang dan mentah juga tidak dilakukan, sehingga kualitas biji kopi jadi rendah.
Ketujuh elemen tersebut kemudian bersinergi memperbaiki proses pengolahan, penyediaan infrastruktur seperti gudang dan pengairan, hingga tata niaga. Saya menyaksikan sendiri bagaimana kopi di Gunung Raung ini diolah secara teliti dan rapi. Kualitasnya pun kini sudah mendapat sertifikasi internasional. PT Indocom juga langsung membeli biji kopi dari petani untuk diekspor sehingga memotong proses panjang rantai distribusi.
Bank Indonesia Jember membantu menyediakan pipanisasi sepanjang lima kilometer untuk mencuci dan membersihkan kopi. Sebelumnya, air yang digunakan harus berbagi dengan warga sehingga akibatnya kopi tidak tercuci bersih karena kekurangan air.
Hasilnya, setelah melakukan ekspor perdana pada tahun 2011, kini para petani kopi Gunung Raung bisa mengekspor biji kopi sebanyak 300 ton setahun ke mancanegara. Kopi, yang diberi label Ijen Raung Coffee itu, diekspor ke berbagai negara Eropa seperti Belanda, Italia, Swiss, juga ke Australia, Jepang, dan Amerika. Bahkan menurut Asisten Ekonomi Pemerintah Kota Bondowoso, gerai Starbucks di Amerika Serikat sudah menggunakan kopi Bondowoso untuk jenis Java Coffe-nya.
[caption id="attachment_329019" align="aligncenter" width="587" caption="Buah Kopi di perkebunan Raung Bondowoso / photo junanto"]
Menurut Mas Joko dari Puslit Kopi, Java Coffee yang ada di mancanegara dapat dipastikan berasal dari Gunung Raung Bondowoso ini. Ia menceritakan ada seorang Belanda yang pernah mencicipi secangkir kopi di Italia. Saking terkesannya, ia kemudian mencari asal kopi yang nikmat itu. Ia melakukan perjalanan mencicipi kopi di berbagai wilayah nusantara. Dari Aceh hingga Toraja. Tapi baru ia temukan kopi yang sama dengan yang dicicipinya di Italia, saat sampai di Bondowoso. Ia kemudian menjadi pembeli tetap produk Kopi Ijen Raung Bondowoso.
Dari sisi petani kopi, perbaikan taraf hidup juga dirasakan langsung oleh para petani kopi di Bondowoso. Saya bertanya kepada Pak Sukarjo, yang telah menjadi petani kopi sejak tahun 1986. Seperti Mat Husein, Pak Sukarjo kini bangga dengan pencapaian kopi Bondowoso. Sejak empat tahun terakhir ini, penghasilan dan taraf hidup mereka meningkat. Ekspor kopi ke mancanegara telah mengubah kehidupan di desa mereka.
Pengangguran juga berkurang karena industri pengolahan kopi melibatkan banyak tenaga kerja, termasuk ibu-ibu rumah tangga. Pada gilirannya, kemiskinan juga berkurang signifikan di Bondowoso. Tak heran bila pada tahun 2014 ini, Bondowoso mendapat penghargaan dari Gubernur Jatim atas kebijakannya yang pro-poor karena mampu menurunkan tingkat kemiskinan.
Tapi Pak Sukarjo tak puas dengan penghargaan. “Kalau soal penghargaan sih Pak, sejak jaman Presiden Soeharto saya sering diberi penghargaan,” demikian ujarnya sambil menyebutkan sederet penghargaan karena dedikasinya sebagai petani kopi.
“Bukan penghargaan yang saya cari. Tapi saya ingin Kopi Bondowoso ini mengguncang dunia, menembus pasar dunia, dikenal banyak orang. Karena ini adalah biji kopi terbaik dunia!” demikian ucapnya dengan nada bicara yang bergetar menahan haru.
Pak Karjo dan Mat Husein adalah contoh para pejuang ekonomi yang punya idealisme tinggi. Mereka bukan sekedar mengolah dan menjual kopi. Tapi punya cita-cita bagaimana agar kopi Indonesia bisaterus mendunia, dan tentunya nasib petani kopi bisa meningkat lebih baik.
Kopi Ijen Raung menjadi contoh klaster kopi yang sukses di Indonesia. Pengelolaan yang dilakukan secara “keroyokan”, saling bersinergi antar berbagai elemen, bisa menjadi contoh bahwa penyelesaian masalah bangsa ini membutuhkan kerja sama, sinergi, dan saling menghargai. Semoga klaster ini bisa menginspirasi berbagai daerah dan wilayah lainnya untuk memperkuat komoditas-komoditas unggulannya, dan memperbaiki taraf hidup para petani.
Salam Kopi.
[caption id="attachment_329020" align="aligncenter" width="587" caption="Bersama Mat Husein, Petani Kopi Bondowoso yang penuh semangat"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H