Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Persaudaraan Kopi dari Banyuwangi

24 Oktober 2014   13:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:54 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_349559" align="aligncenter" width="560" caption="Once Brew, We Bro. Bersama Pak Setiawan Subekti di Sanggar Genjah Arum, Banyuwangi."][/caption]

“Once Brew, We Bro”. Sekali Seduh, Kita Bersaudara. Begitu ungkapan dari Setiawan Subekti yang juga akrab dipanggil Pak Iwan, saat kami memasuki Sanggar Genjah Arum miliknya di Desa Kemiren, Banyuwangi. Pak Iwan menyambut kami dengan hangat dan mengajak masuk ke satu rumah yang dirancang seperti kedai kopi, lengkap dengan meja bar. Ia lalu menyajikan secangkir kopi racikannya.

Hmmmm, aroma kopinya harum dan membius kita semua yang hadir malam itu. “Silakan cicipi, dan ceritakan pada saya rasanya”, begitu kata pak Iwan. Dan, saat sesapan kopi masuk memenuhi langit-langit mulut, kenikmatan itu menyeruak. Meninggalkan jejak rasa, after taste, yang tak tepermanai. Bagi saya, kopi di Sanggar Genjah Arum ini adalah kopi terenak yang pernah saya cicipi dalam perjalanan hidup mencari kesempurnaan kopi.

Beberapa kawan tampak ragu mencicipi kopi yang disajikan tanpa gula tersebut. Sebagian karena pernah kena penyakit asam lambung sehingga khawatir kalau minum kopi akan kambuh. “Kopi tidak menyebabkan sakit lambung atau maag, seperti mitos yang selama ini berkembang”, demikian kata Pak Iwan menenangkan. Reaksi orang terhadap kopi tentu berbeda-beda. Namun kalau  diproses dan disajikan dengan benar, kopi menjadi minuman yang baik dan menyehatkan.

Setiawan Subekti adalah seorang pejuang. Ia bukan hanya pecinta kopi, tapi lebih seperti “Ambassador” atau Duta Kopi. Hidupnya dipersembahkan pada Kopi Banyuwangi dan Pelestarian Budaya Banyuwangi. Saat bercerita tentang kopi, matanya berbinar-binar.  Saat bicara budaya Banyuwangi, gairahnya menyebar. Ia seorang yang penuh semangat dan energi.

Para pecinta kopi, atau barista nasional maupun internasional, pasti mengenal Setiawan Subekti. Sebagai tester kopi internasional, ia sering diundang ke mancanegara, baik untuk membagi ilmunya, maupun menjadi juri pada berbagai kompetisi. Di dinding sanggarnya, kita melihat foto berbagai orang ternama yang pernah berkunjung ke sana, termasuk foto kunjungan Putri Kopi Dunia.

Tamu yang datang ke Sanggar Genjah Arum juga beragam, seperti Dahlan Iskan, Marie Pangestu, Konsul Jendral AS di Surabaya, pimpinan dan pejabat BUMN, hingga artis dan seniman. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, bahkan menjadikan Sanggar Genjah Arum sebagai satu destinasi bagi tamu-tamunya. Beliau sendiri secara rutin “nongkrong” untuk ngopi di sini.

Pak Iwan juga giat memperkenalkan kopi Banyuwangi atau Kopai Osing, ke berbagai negara. Nama Osing diambil dari subkultur terbesar yang hidup di Banyuwangi. Orang Osing adalah sebutan bagi masyarakat asli Banyuwangi.

Jenis kopai Osing ini unik dan memiliki cita rasa tersendiri. Kopi, yang ditanam di pegunungan Ijen dan Raung sekitar Banyuwangi dan Bondowoso, sudah diekspor ke mancanegara. Kalau kita pergi ke Eropa dan minta disajikan Java Coffee, maka hampir dipastikan bahwa kopi itu berasal dari daerah sekitar Banyuwangi, Jawa Timur. Keunikan rasanya, menjadikan Kopi Banyuwangi digemari di dunia.

[caption id="attachment_349560" align="aligncenter" width="550" caption="Keharuman biji kopi Banyuwangi / photo junanto"]

14141075651247971464
14141075651247971464
[/caption]

Kopi memang bisa menjadi komoditas unggulan dan kekuatan ekonomi Indonesia. Kita memiliki kopi yang tidak kalah bersaing dengan kopi dari negara lain, bahkan lebih baik. Dilihat variannya, di seluruh nusantara terdapat aneka varian kopi yang lezat. Namun Pak Iwan masih menyayangkan pengembangan industri kopi nasional yang masih belum optimal. Biji kopi Indonesia itu bagus, namun kadang proses pembuatan, dari penanaman hingga menjadi biji kopi, belum dilakukan dengan benar. Mereka masih menggunakan proses tradisional, mencampur biji kopi kualitas bagus dan rendah, tidak memasak dengan standar yang baik, sehingga hasilnya tidak optimal. Banyak produk olahan kopi akhirnya memiliki kualitas yang rendah dan tidak memenuhi standar internasional sehingga harganya murah.

Oleh karena itu, Pak Iwan secara aktif turun ke perkebunan kopi, melakukan pembinaan bagi para petani kopi agar dapat memproses kopi dengan baik.  Hasilnya, kini banyak petani kopi yang mulai memproses kopi dengan benar, menghasilkan kopi berkualitas, dan dapat mengekspor ke luar negeri.

Di daerah Bondowoso misalnya, ada kelompok petani kopi Arabica binaan Bank Indonesia Jember, mampu mengekspor sebanyak 350 ton per bulan ke luar negeri. Mereka juga mendapatkan masukan konsultasi dari Pak Iwan agar dapat memproses kopi dengan baik. Meski sudah bisa mengekspor sebesar 350 ton, dan meningkatkan taraf hidup petani kopi di sana, angka itu masih rendah dari potensinya sebesar 6000 ton. Bayangkan bila seluruh wilayah penghasil kopi tersebut dapat memproses kopi dan mengekspor kopi dalam kapasitas optimal. Selain kopi Indonesia makin terkenal, kehidupan para petani akan meningkat.

Data Kemenperin menunjukkan bahwa ekspor kopi olahan Indonesia mencapai 244 juta dolar AS pada tahun 2012, dan meningkat menjadi 322 juta dolar AS pada tahun 2013. Ini menunjukkan bahwa permintaan dunia pada kopi sangatlah besar.  Potensi ini yang perlu menjadi perhatian kita semua.

Menikmati kopi di Sanggar Genjah Arum juga menikmati keindahan rumah-rumah tradisional suku Osing. Pak Iwan memang sengaja menjadikan tempatnya sebagai konservasi rumah Osing. Ada sembilan rumah khas orang Using berbahan kayu bendo dan tanjang. Setiap rumah memiliki fungsi berbeda. Ada yang dibuat sebagai gudang penyimpan kopi, tempat istirahat, tempat makan, dan tempat pertunjukan. Kami juga dipersilakan melihat dapur tradisional Osing, yang untuk memasaknya masih menggunakan tungku tanah liat dan kayu bakar.

Di Sanggar itu, kita juga bisa melihat beberapa perempuan asli Banyuwangi membawakan musik “gedhokan”, atau seni musik yang dihasilkan dari pukulan lesung. Juga  ditampilkan pula tarian Gandrung Banyuwangi, yang merupakan tarian asli Banyuwangi. Para penari, pemain musik, berasal dari warga sekitar. Beberapa di antaranya bahkan pernah diajak Iwan ke Amerika Serikat untuk sebuah pertunjukan seni.

Menyesap kopi Banyuwangi, menikmati udara dingin pegunungan, melayang dalam alunan seni tradisional, adalah perpaduan sempurna bagi indahnya kehidupan. Pak Iwan telah membuktikan, bahwa “surga” ada di ujung timur Pulau Jawa.

Salam Kopi.

[caption id="attachment_349561" align="aligncenter" width="576" caption="Pak Iwan menjelaskan tentang beberapa menu tradisional Banyuwangi / photo junanto"]

14141076262141091165
14141076262141091165
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun